INSERTRAKYAT.COM ,– Tiga ruang kelas di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Kota Dukuh alami rusak berat sejak 2018. Bukan hitungan minggu. Bukan sekadar satu atau dua musim hujan. Tapi enam tahun lamanya. Dan selama itu pula, dunia pendidikan seolah berjalan tanpa mata. ungkap sumber pada, Kamis, (17/4/2025).
Fakta lapangan mencatat, ruang kelas 1, 2, dan 3 dalam kondisi memprihatinkan. Para siswa terpaksa belajar berpindah-pindah dan berdesakan. Tak ada kenyamanan, bahkan tak ada rasa aman. Kelas 1 dan 2 digabung di ruang kelas 4, kelas 3 menumpang di ruang kelas 5, dan siswa kelas 5 serta 6 harus berbagi ruang yang tersisa.
“Kami sudah mengajukan perbaikan sejak dulu. Tapi belum ada jawaban dari Dinas Pendidikan. Kami terbueh – bueh (terisak dalam diam, berteriak dalam doa-red), berharap anak-anak ini mendapat tempat belajar yang manusiawi,” ungkap Kepala Sekolah, Iim Imhadi.
Di tengah gaung “Merdeka Belajar”, ironinya masih ada sekolah yang tidak bebas dari rasa takut saat hujan turun. Di tempat ini, kemerdekaan belajar hanya sebatas papan spanduk. Plafon menggantung rapuh di atas kepala bocah-bocah yang ingin menulis masa depan mereka.
Bunyi undang-undang, Pasal 31 UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan. Tapi apakah hak itu bisa diwujudkan di ruang yang roboh? Di lantai yang retak? Di dinding yang nyaris tumbang?
Seorang guru muda, yang enggan disebutkan namanya, menatap kosong ke arah ruang kelas yang lapuk.
Itu Yang roboh bukan hanya bangunan, namun juga semangat. Kami ditinggalkan dalam sunyi oleh mereka yang dulu berjanji.
Pendidikan adalah wajah peradaban. Dan wajah itu kini tercoreng di Pandeglang. Ketika sekolah telah menangis adakah pejabat di negeri ini yang datang bukan sekadar untuk difoto?.
Publik dan lembaga Prabu kini bertanya, tidak sedang menggugat. Hanya ingin mengetuk nurani.
“Satu pertanyaan untuk kita semua.
Jika satu anak Indonesia harus belajar dalam ruangan setengah runtuh, lalu apa yang sedang kita bangun dengan anggaran pendidikan triliunan rupiah?,” ungkap Ketua DPC Pelita Prabu Kabupaten Pandeglang.
Ia juga telah melakukan pantauan langsung SDN Kota Dukuh 1 yang berlokasi di Kampung Cibele, Desa Kota Dukuh, Kecamatan Munjul, pada 15 April 2025.
Kunjungan ini dilakukan menyusul laporan kerusakan berat pada tiga ruang kelas yang hingga kini belum mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah.
Kondisi ini memaksa sekolah untuk melakukan penyesuaian darurat.
“Sudah beberapa kali kami ajukan proposal perbaikan, tapi hasilnya nihil. Kami sangat berharap pemerintah segera turun tangan,” ujar Iim Imhadi, didampingi dewan guru. (*)
BACA BERITA TERKAIT: Sangat Jelek Judulnya di Mata Publik
- air mata pendidikan
- anak negeri terabaikan
- dunia pendidikan terkoyak
- keadilan pendidikan
- kepala sekolah terbueh-bueh
- kisah inspiratif sekolah
- krisis moral birokrasi
- nasib guru di daerah
- pendidikan yang terluka
- potret ketidakadilan
- SDN Kota Dukuh
- sekolah menangis
- suara dari pelosok
- suara nurani
- suara rakyat kecil
- tanggung jawab pemimpin
- tangis dunia pendidikan