Lokasi pembangunan pabrik Porang di Sinjai Utara disegel Polres Sinjai.
SINJAI, INSERTRAKYAT.com — Proyek Pembangunan Pabrik Porang dan Rumput laut dari pihak Swasta disegel Polres Sinjai, Selasa, (17/6/2025) siang hari.
Penyegelan aktivitas tersebut dibenarkan Kapolres Sinjai AKBP Harry Azhar. “Benar, (Telah disegel,-red),”ungkap Kapolres Sinjai, saat dikonfirmasi Insertrakyat.com, Selasa malam, pukul 22.26 WITA.
Sebelumnya, publik menilai, Politik dan birokrasi di Sinjai kembali mempertontonkan wajah aslinya, pasalnya, janji hanya formalitas, realitas diabaikan. Baru kemarin disepakati dalam Rapat gabungan komisi di DPRD bahwa pembangunan Pabrik Porang dan Rumput Laut akan dilakukan setelah izin lengkap, namun hari ini, Polres Sinjai justru menyegel lokasi pembangunan dengan garis polisi. Alasannya jelas: aktivitas penimbunan dimana sebelumnya pembabatan bakau dilakukan tanpa izin.
Langkah cepat Polres Sinjai ini mematahkan narasi manis yang selama ini dibangun oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. Penegakan hukum seakan menampar wajah sendiri para pejabat yang sebelumnya begitu antusias menyambut investor.
Dalam Rapat Gabungan Komisi yang digelar DPRD Sinjai Senin (16/6), PTSP dan sejumlah dinas teknis menyampaikan bahwa investor akan melengkapi izin terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan pembangunan. Namun keesokan harinya, Selasa (17/6), truk-truk tongkang sudah bekerja di lapangan, menimbun kawasan pesisir Larea-rea, Kecamatan Sinjai Utara.
Padahal, kawasan tersebut memiliki fungsi ekologis penting, terutama sebagai penyangga abrasi laut. Tapi semua itu seolah tak penting lagi ketika urusan investasi mulai menyentuh meja kekuasaan.
Aktivis dari Sinjai Geram: “Ini Pengkhianatan terhadap Proses Formal!” Aktivis lingkungan asal Sinjai, Awaluddin Adil, menyebut hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap mekanisme formal negara.
“Bukan kita menghalangi investor untuk membangun di Sinjai, tapi lengkapi dulu semua perizinan yang diperlukan sesuai dengan hasil yang di-Rapat gabungan komisi-kan kemarin bersama OPD dan DPRD. Namun hari ini, investor sudah melakukan aktivitas penimbunan,”tegasnya.
Awaluddin juga menyebut bahwa apa yang dilakukan bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga mencerminkan dugaan kuat manipulasi informasi dan kebohongan birokrasi.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, investor hanya mengantongi NIB (Nomor Induk Berusaha) dari Dinas PTSP. Namun aktivitas yang dilakukan sudah berupa penimbunan dimana sebelumnya sudah dilakukan pembabatan hutan bakau, tanpa dokumen Amdal, KKPR, Andalalin dan PBG.
Mengacu pada regulasi yang berlaku—PP No. 21 Tahun 2021 dan Permen LHK No. 4 Tahun 2021—aktivitas di kawasan pesisir wajib dilengkapi dengan dokumen lingkungan dan izin tata ruang sebelum proyek dimulai dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 17 Tahun 2021. Wajib menyusun Andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas) untuk bangunan yang berdampak terhadap arus lalu lintas.
Pemasangan police line oleh Polres Sinjai layak diapresiasi sebagai sinyal bahwa masih ada aparat yang bekerja berdasarkan hukum, bukan tekanan. Namun garis kuning itu tak cukup. Masyarakat butuh jawaban: siapa yang membiarkan ini terjadi? Siapa yang “mengiyakan” di balik meja tanpa dokumen lengkap?
“Langkah penegakan hukum ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk membongkar jaring kekuasaan dan koneksi di balik proyek-proyek ilegal berkedok investasi”Ketus Awaluddin Adil
Kasus ini kembali menunjukkan bagaimana pemerintah daerah sering kali lebih “RAMAH” terhadap investor daripada aturan hukum. Di saat masyarakat disuruh taat aturan, justru pembangunan berskala besar bebas bergerak meski belum berizin. (*/S).