BUTON UTARA, INSERTRAKYAT.com – Kongkalikong atau praktik utak -atik keuangan negara di lingkup pemerintahan desa kembali mencuat. Senin, (13/10/2025). Kali ini menyeret nama Pj Kepala Desa (Kades) Ronta, Mashur, yang juga kakak kandung Wakil Bupati Buton Utara.
Sejak dilantik 21 April 2025 bersama 39 Pj lainnya, Mashur langsung menjadi sorotan. Warga menilai sejumlah kebijakannya dianggap keluar dari aturan tata kelola pemerintahan desa.
Sebelum resmi menjabat, ia sudah berkoar kepada warga bahwa dirinya akan menggantikan Pj sebelumnya, Mustakim. Beberapa hari setelah pelantikan, Mashur langsung memerintahkan aparat desa mengambil uang kas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) senilai Rp130 juta.
Dana itu dipakai membayar gaji aparat tanpa rapat dan tanpa berita acara. Tak lama kemudian, setelah Dana Desa (DD) tahap pertama sebesar Rp325 juta cair, ia kembali memerintahkan Bendahara menarik seluruh dana. Uang tersebut kemudian disimpan sendiri tanpa melibatkan bendahara desa.
Sebagian dana digunakan membayar gaji perangkat, sementara sisanya dipakai untuk keperluan kantor, perjalanan dinas, alat tulis, dan rapat pembentukan koperasi Merah Putih.
“Kita taktisi untuk kantor supaya bisa berjalan,” kata Mashur saat dikonfirmasi, Jumat 3 Oktober 2025.
Namun langkahnya menuai perlawanan. Beberapa aparat desa menolak mengembalikan dana BUMDes yang sempat dipakai membayar gaji. Mereka juga menilai kebijakan Mashur tak konsisten, tidak transparan, dan tak sesuai mekanisme penggunaan anggaran.
Belakangan, Mashur juga mengganti nama-nama penerima bantuan alat pertanian, perkebunan, dan perikanan dari Dana Desa. Kepada media, ia beralasan tak ada SK penerima dari Pj sebelumnya.
Namanya makin heboh setelah dilaporkan ke Polres Buton Utara karena diduga tidak membayar honor dua guru TK Berkah. Padahal, anggaran untuk gaji guru itu sudah tercatat sejak tiga kepala desa sebelumnya.
Belum selesai, muncul lagi kasus bantuan perahu fiber senilai Rp10 juta. Warga penerima menolak karena ukuran perahu tak sesuai janji — hanya enam meter panjangnya dengan lebar 80 cm, tidak seimbang saat dinaiki, dan sulit digunakan.
Ketua BPD Ronta, Al Askar, menilai kebijakan Mashur sarat pelanggaran prosedur.
“Seharusnya setiap kebijakan dibahas dalam forum. Tapi forum desa tidak dianggap penting,” ujarnya, Kamis 14 Agustus 2025.
Ia menegaskan bahwa banyak keputusan Mashur dilakukan sepihak, termasuk soal pengaktifan kembali perangkat desa yang sempat mundur.
“Kalau kita mitra, mestinya berjalan sesuai aturan. Tapi kadang BPD dianggap tidak ada,” tambahnya.
Sejumlah warga mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Inspektorat Buton Utara turun tangan. Mereka menilai lemahnya pengawasan di tingkat desa dan membuka potensi penyalahgunaan keuangan negara.
Laporan: Adnan Irham
Editor: Tim Redaksi Insertrakyat.com