JAKARTA, INSERTRAKYAT.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Penetapan dan penahanan terhadap Tersangka Saudara AS (Arso Sadewo) malam ini, sekitar pukul 20.00 WIB
“AS selaku Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energi (IAE) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi perjanjian jual-beli gas antara PT PGN dan PT IAE. Penahanan berlaku 20 hari pertama, mulai 21 Oktober hingga 9 November 2025, di Rutan Cabang KPK,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/10/2025)
Kasus ini menyoroti dugaan penyimpangan dalam tata kelola niaga gas yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Jubir KPK, Budi Prasetyo mengatakan bahwa, Data Kementerian ESDM menunjukkan porsi pemenuhan kebutuhan gas domestik meningkat dari 58,64% pada 2017 menjadi 64,31% pada 2021. Pertumbuhan ini mencerminkan pentingnya sektor gas dalam rumah tangga, industri manufaktur, dan transportasi berbasis energi bersih.
PT PGN memiliki mandat strategis memastikan ketersediaan gas nasional melalui pengelolaan, pengembangan infrastruktur, dan distribusi. Namun, KPK menemukan indikasi pengkondisian proses kerja sama yang diduga melibatkan sejumlah pihak untuk memperoleh keuntungan tertentu hingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Sebelumnya, KPK juga menahan tiga tersangka lain, yakni ISW (Iswan Ibrahim), Komisaris PT IAE; DP (Danny Praditya), Direktur Komersial PT PGN 2016–2019; dan HPS (Hendi Prio Santoso), Mantan Direktur Utama PT PGN 2009–2017.
Konstruksi perkara terungkap bahwa PT IAE mengalami kesulitan keuangan sekitar 2017 dan membutuhkan pendanaan. ISW meminta AS memfasilitasi kerja sama jual-beli gas dengan PT PGN, termasuk opsi akuisisi melalui advance payment sebesar USD 15 juta. AS kemudian meminta pertemuan dengan HPS melalui perantara YP (Yugi Prayanto), teman dekat HPS, sehingga terjadi pengkondisian persetujuan pembelian gas.
Selanjutnya, AS, ISW, dan DP melakukan pertemuan untuk menyepakati kerja sama. AS menyerahkan komitmen fee sebesar SGD 500.000 kepada HPS di kantornya di Jakarta. Dari jumlah tersebut, HPS memberikan USD 10.000 kepada YP sebagai imbalan atas perkenalan.
“Atas perbuatannya, AS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. KPK menegaskan penindakan ini diharapkan menjadi pemantik perbaikan tata kelola niaga gas agar proses bisnis dan pelayanan energi berjalan bersih, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat,” kunci Budi Prasetyo.
Penulis: Lutfi