MAKASSAR, INSERTRAKYAT.COM, — Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin absensi (ceklock) disatuan pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (SD – SMP) naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, dinilai lamban dalam menetapkan tersangka. Kasus ini mulai bergulir sejak tahun 2024 di meja Penyidik Polres Sinjai, Jln Bhayangkara, Kecamatan Sinjai Utara.
Aktivis mahasiswa pegiat antikorupsi menyampaikan, bahwa dalam konferensi pers awal, Kasat Reskrim, AKBP Andi Rahmatullah menyatakan akan mengumumkan tersangka. Namun pada konferensi Pers kedua ia hanya mengumumkan status kasus dari penyelidikan naik ke Penyidikan.
Kini, memasuki bulan Mei, Aktivis FRI, menilai belum ada kepastian hukum terhadap kasus tersebut. Penanganannya dinilai berjalan di tempat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Komite Pusat Federasi Rakyat Indonesia kemudian mempertanyakan penanganan kasus yang diduga melibatkan ratusan individu dari berbagai latar dan status sosial.
Ikra, Kabid Advokasi Komite Pusat Federasi Rakyat Indonesia, mengungkapkan bahwa meskipun terjadi pergantian Kapolda Sulsel, hingga kini belum ada kejelasan hukum terkait kasus dugaan korupsi ceklock absensi Dinas Pendidikan yang turut menyeret nama Sekretaris Daerah dan mantan Pj Bupati Sinjai.
FRI melalui Ikra mendesak Polda Sulawesi Selatan untuk menindaklanjuti penyelidikan Tipikor Polres Sinjai, yang dinilai lamban dalam menangani kasus tersebut.
Ikra menambahkan bahwa aparat penegak hukum (APH) harus bersikap transparan kepada publik dalam seluruh tahapan proses hukum yang sedang berjalan terkait kasus ini.
“Kami menuntut keseriusan APH menyelesaikan kasus ini jika masih punya integritas dan komitmen membangun kepercayaan publik,” ujar Ikra di Kota Makassar, Selasa (6/5).
Di tempat terpisah, selama sepekan terakhir, ruang Unit Tipikor Polres Sinjai tampak aktif menerima kunjungan dari pihak-pihak yang menjalani pemeriksaan. Pantauan Insertrakyat.com menunjukkan lebih dari dua orang diperiksa oleh penyidik. “Iya, kami masih fokus memeriksa kasus ceklock,” ungkap salah satu sumber internal Tipikor Polres Sinjai, senada dengan pernyataan Kanit Tipikor IPTU Rahman yang ditemui belum lama ini.
Sebelumnya, pada awal Mei, Kasat Reskrim Polres Sinjai, AKP Andi Rahmatullah, saat ditemui di ruang kerjanya, membenarkan bahwa kasus ini masih dalam proses. “Masih berproses,” ujarnya singkat.
Pernyataan senada juga disampaikan Plh Kasi Humas Polres Sinjai, IPTU Sahabuddin. Ia menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen menuntaskan kasus tersebut. “Polres masih memeriksa sejumlah saksi. Komitmen tetap, proses terus berjalan di Tipikor,” tegasnya.
Lebih lanjut, dalam penelusuran Insertrakyat.com, sejumlah sekolah diduga telah menyerahkan barang bukti berupa mesin absensi kepada penyidik. Mesin-mesin tersebut disita sebagai bagian dari proses penyidikan. “Iya, mesin absensi disita,” ungkap salah satu sumber.
Proyek pengadaan mesin absensi (ceklock) ini berlangsung di setiap sekolah, dimana saat itu, Andi Jefrianto Asapa menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Sinjai, sebelum kemudian menjadi Sekda dan Pj Bupati Sinjai pada tahun 2024.
Andi Jefrianto Asapa yang dikonfirmasi hingga Rabu (7/5/2025) belum memberikan tanggapan. Pertanyaan konfirmasi telah dilayangkan melalui sambungan daring.
Sebelumnya, Satuan Reskrim Polres Sinjai menaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dalam kasus ceklock tersebut.
Dugaan korupsi ini melibatkan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejak tahun 2019 hingga 2022, dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp720 juta.
Kasat Reskrim Polres Sinjai, AKP Andi Rahmatullah, dalam konferensi pers pada Jumat, 7 Februari 2025, di Mapolres Sinjai, menyebutkan bahwa penyidikan dilakukan setelah klarifikasi dan pemeriksaan terhadap 291 saksi, termasuk bendahara sekolah dan mantan Kepala Dinas Pendidikan Sinjai, Andi Jefrianto Asapa.
Rahmatullah bilang, Modus dalam kasus ini berupa penggelembungan harga satuan mesin absensi serta pungutan berulang untuk layanan tambahan aplikasi, tanpa dasar perjanjian hukum yang sah. Semua menggunakan dana BOS dan diduga tidak melalui prosedur resmi pengadaan pemerintah.
Selain itu, dirinya (Rahmatullah,-red) menegaskan bahwa, Penyidik menemukan bahwa mesin yang seharusnya dibeli seharga Rp2,7 juta justru dibayarkan hingga Rp4,5 juta per unit. Tidak hanya itu, sekolah juga diminta membayar biaya berlangganan layanan (pro) sebesar Rp250 ribu per bulan tanpa kontrak, sejak tahun 2020 hingga 2021.
Masalah lain juga muncul ialah tidak digunakannya platform SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah) sebagaimana diatur dalam Permendikbud.
Hal ini, kata Rahmatullah, memperkuat indikasi bahwa pengadaan dilakukan di luar ketentuan hukum yang berlaku.
Rahmatullah lantas mengungkap hasil ekspos pihaknya bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulsel.
Menurut dia, dari hasil ekspos bersama BPK RI, ditemukan indikasi kuat perbuatan melawan hukum.
“Potensi kerugian negara. kerugian negara sebesar Rp720.254.528,” ungkap AKP Andi Rahmatullah.
Penyidik Polres Sinjai memproses kasus ini dengan Pasal 2 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (*).
Catatan : Polres Sinjai dua kali mengumumkan kasus ini melalui Konferensi Pers. Pertama pada akhir tahun 2024. Kedua pada Februari 2025. Sebagai bagian dari Transparansi Publik.