INSERTRAKYAT.com, Jakarta, — Putusan kasasi Mahkamah Agung jadi yurisprudensi penting untuk perkara pelanggaran aturan karantina kesehatan. Selasa, (10/6/2025).

Covid-19 merupakan penyakit menular akibat virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan gangguan pernapasan serius.

Kebanyakan penderita mengalami gejala ringan hingga sedang dan dapat sembuh tanpa perawatan khusus.

Namun lansia dan penderita penyakit kronis lebih rentan mengalami gejala berat hingga berujung kematian.

Siapa pun berisiko terjangkit Covid-19, termasuk mengalami komplikasi parah atau bahkan meninggal dunia.

Kasus hukum menjerat Moh. Rizieq Shihab terkait penghasutan abaikan karantina saat pandemi berlangsung.

Perkara tersebut tercatat dalam Laporan Tahunan 2022 Mahkamah Agung sebagai putusan penting nasional.

BACA JUGA :  Mata Hukum Telisik Hak Nafkah Anak Pasca Perceraian di Indonesia

Dakwaan disusun Jaksa Penuntut Umum secara alternatif kumulatif atas berbagai pelanggaran hukum pidana.

Dakwaan meliputi Pasal 160 KUHP jo Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Terdapat pula dakwaan pelanggaran Pasal 216 KUHP dan Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1984.

Juga dakwaan Pasal 82A UU Ormas No. 16 Tahun 2017 serta Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Jaksa menuntut terdakwa dihukum penjara dua tahun dikurangi masa tahanan sementara sebelumnya.

Putusan Pengadilan Negeri menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan.

Terdakwa dijatuhi pidana penjara delapan bulan atas perbuatannya secara bersama dalam acara kerumunan.

BACA JUGA :  Sat Reskrim Tahan W - Setda : 6 Tersangka Korupsi!

Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri saat dilakukan upaya hukum banding oleh terdakwa.

Kasasi diajukan Jaksa ke Mahkamah Agung dan terdaftar dalam nomor perkara 3705 K/Pid.Sus/2021.

Majelis Hakim Agung terdiri atas Dr. Suhadi, Dr. Desnayeti, dan Soesilo menolak permohonan kasasi.

Alasan kasasi dinilai tidak dapat dibenarkan karena judex facti tidak salah menerapkan hukum.

Penilaian pembuktian perkara telah tepat, akurat dan sesuai dengan kewenangan hakim tingkat pertama.

Majelis Kasasi menilai peristiwa terjadi saat PSBB dan kondisi darurat kesehatan masih diberlakukan.

Acara Maulid Nabi dan pernikahan putri terdakwa menyebabkan kerumunan massa melanggar aturan pemerintah.

Perbuatan tersebut bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Bencana Nasional.

BACA JUGA :  Menteri Riefky Perkuat Perlindungan Ekraf : Inilah Kongres Advokat Indonesia 2025 - 2030

Dakwaan kelima tentang pelanggaran UU Ormas tidak terbukti sesuai hasil fakta persidangan yang ada.

Tidak ditemukan unsur kekerasan, kerusuhan, atau gangguan terhadap ketertiban dan fasilitas umum masyarakat.

Penutupan jalan dilakukan aparat kepolisian, bukan inisiatif atau perintah dari terdakwa secara langsung.

Majelis menilai pertimbangan meringankan dan memberatkan telah proporsional sesuai Pasal 197 KUHAP.

Amar putusan Mahkamah Agung menolak kasasi Jaksa dan membebankan biaya perkara sebesar Rp2.500.

Putusan ini menjadi yurisprudensi penting dan rujukan bagi hakim, akademisi, serta masyarakat umum,

Demikian bunyi pernyataan tertulis Humas MA yang diterima INSERTRAKYAT.com sesaat lalu.

(SUP/ANS)