Insertrakyat.com, Kebumen — Mobil untuk operasional layanan sosial di Desa Tambakprogaten, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen menuai sorotan publik. Dimana, keberadaan satu unit mobil diduga hadiah dari Bank Jateng justru menimbulkan polemik dan tanda tanya besar di kalangan warga.
Dua warga, DK dan SR, mempertanyakan transparansi penggunaan mobil Mitsubishi Expander yang sebelumnya diduga diterima oleh desa, Menurut warga mobil itu adalah hadiah. Mereka menduga pengelolaan kendaraan tersebut telah diutak – atik oleh Kepala Desa tanpa musyawarah atau pemberitahuan kepada warga.
“Waktu itu Mobil Expander, itu hadiah dari Bank Jateng. Tapi entah sejak kapan, mobil itu hilang, lalu muncul dua mobil Xenia. Tapi sekarang, setelah Lebaran, tinggal satu saja,” ujar DK saat ditemui oleh wartawan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat dikonfirmasi Sekretaris Desa (Sekdes) Tambakprogaten, Supriyono, mengaku tidak mengetahui secara pasti keberadaan salah satu unit mobil Xenia yang sempat diparkir di kantor desa.
“Iya, dulu dua mobil Xenia sempat terlihat di kantor desa. Tapi setelah Lebaran, salah satunya tidak terlihat lagi. Katanya sih sedang diservis, tapi saya sendiri belum lihat,” ucap Supriyono pada Jumat (16/5/2025).
Menanggapi kongkalikong yang terungkap, Kepala Desa Tambakprogaten, Muslikhudin, saat diwawancara di kediamannya memberikan klarifikasi berbeda.
Ia Mengelak soal mobil merek Expander. Namun ia justru menjelaskan bahwa rencana pembelian dua mobil Xenia tidak terealisasi sepenuhnya karena keterbatasan anggaran desa.
“Awalnya kami memang niat membeli dua unit. Tapi karena kondisi keuangan desa tidak memungkinkan, salah satunya kami batalkan. Mobil itu dikembalikan ke dealer, dan uang DP sebesar Rp35 juta juga sudah dikembalikan ke kami,” jelas Muslikhudin.
Lebih lanjut, ia mengakui bahwa sebagian dana tersebut digunakan untuk biaya balik nama satu mobil yang tetap dimiliki desa, sedangkan sisanya digunakan secara pribadi oleh perangkat desa dan berjanji akan segera dikembalikan ke kas desa.
Namun, penjelasan tersebut tidak serta-merta meredakan keresahan warga. Banyak yang merasa bahwa segala bentuk transaksi terkait aset desa, apalagi yang bersumber dari hibah atau hadiah, harus dilakukan secara terbuka dan disertai laporan transparansi kepada masyarakat. (Tim).