Langsa, InsertRakyat.com—Upaya mediasi dalam kasus kecelakaan lalu lintas (KLL) yang melibatkan dr. SM, seorang tenaga kesehatan di Aceh Timur, kembali menemui jalan buntu. Ahad, (25/5/2025).
Sebelumnya, suaminya, dr. SM, ialah dr.A, angkat bicara di ruang publik. Ia tak segan membongkar kronologi serta alasan di balik kegagalan proses mediasi dengan pihak korban, saudari MSY.
Menurut dr. A, sejak kejadian KLL tersebut, pihaknya telah melakukan sedikitnya delapan kali mediasi, termasuk di RSUD dr. Zubir Mahmud, kediaman pihak korban, hingga di kantor Satlantas Polres Langsa. Namun, semua pertemuan itu berakhir tanpa kesepakatan.
“Kami sudah mencoba berbagai cara, bahkan melibatkan orang tua istri saya dan kerabat terdekat yang mengetahui kronologi kejadian. Tapi selalu berakhir dengan jawaban ‘berembuk dulu’ dari pihak korban,” ujar dr. A kepada InsertRakyat.com.
Puncaknya, pada 5 Januari 2025, pihak keluarga korban dikabarkan menyampaikan tuntutan damai sebesar Rp 306 juta, yang rinciannya dikirim melalui pesan WhatsApp ke mertua dr. SM pada 14 Januari 2025.
Berikut isi rincian tuntutan uang damai termasuk uang rokok, yang disampaikan oleh pihak korban meliputi:
- Rp 250 juta untuk keberangkatan ke Penang, Malaysia
- Rp 35 juta untuk biaya perawatan selama tiga bulan ke depan
- Sisanya untuk penggantian biaya selama perawatan, termasuk rokok penjaga pasien
Menanggapi tuntutan tersebut, dr. A menyatakan keberatan dan mempertanyakan dasar rujukan pengobatan ke luar negeri.
“RSUD Zainal Abidin di Banda Aceh punya fasilitas yang mumpuni untuk kasus orthopedi. Kenapa harus ke Medan, bahkan sampai ke Penang?” ujarnya.
dr. A juga menjelaskan bahwa sejak malam kejadian, ia langsung menghubungi dokter spesialis bedah tulang dan anestesi untuk menangani saudari MSY. Operasi bahkan dilakukan pada malam yang sama untuk menghindari risiko infeksi.
“Kami tidak tinggal diam. Istri saya dan keluarga langsung hadir di RSUD Zubir Mahmud untuk memastikan penanganan berjalan maksimal. Kami juga membuat laporan resmi ke Satlantas Polres Langsa untuk kelengkapan administrasi klaim Jasa Raharja,” jelasnya.
Menurutnya, itikad baik sudah ditunjukkan sejak awal, namun mediasi yang dilakukan tidak menemukan jalan tengah lantaran tuntutan yang dinilai terlalu sepihak.
“Angka Rp 306 juta yang dipatok begitu saja tanpa pembicaraan dua arah membuat kami sulit menyanggupi. Kami tidak pernah menutup pintu damai, tapi harus ada kejelasan dan keadilan bagi semua pihak,” tegas dr. A. (*)