Selalu Setia pada Kebenaran Akan Menemukan Pelabuhan dan Kedamaian Hati . Oleh: Wahyudi El Panggabean Direktur Lembaga Pendidikan Wartawan Journalist Center Pekanbaru PJC & Pendiri Insertrakyat.com.
“Bintang-bintang tidak menghakimi. Mereka hanya bersinar untuk siapa saja yang berani menengadah,”Henry David Thoreau, Filsuf Amerika.
PEKANBARU, INSERT RAKYAT — Dunia kita hari ini, nyaris tak ubahnya pasar yang sesak oleh kritik dan ekspektasi. Media sosial penuh dengan teriakan permintaan validasi, pengakuan, dan tepuk tangan. Ironisnya, bahkan ibadah yang mestinya ruang intim antara hamba dan Sang Pencipta, tak jarang ikut dijadikan panggung pencitraan. Hubungan vertikal dengan Tuhan (ḥablu minallāh) pun kini sering dijadikan komoditas.
Era digital menjadikan segalanya serba instan dan praktis. Hidup disulap menjadi etalase pencapaian. Bahkan, tak sedikit yang menempuh jalan pintas demi mengejar pengakuan. Untuk apa bersusah payah menyelesaikan kuliah, jika obsesinya hanya selembar ijazah yang bisa dicetak sendiri?
Kita terjebak dalam orientasi hasil akhir. Terlalu terburu memimpikan puncak tanpa terlebih dahulu mencintai proses pendakian. Kita memuja faham instan, serba cepat, serba karbitan. Padahal hanya jalan terjal, lembah kelam, dan kesabaran dalam derita yang melahirkan pertumbuhan sejati.
Jika kita sungguh menginginkan kesuksesan yang hakiki, maka proses panjang dan penderitaan adalah konsekuensi logisnya. Itulah harga dari kedewasaan, terutama tanggung jawab sebagai pemimpin.
Haji Agus Salim, perintis bangsa ini, pernah berpesan dengan satire tajam:
“Leiden is Lijden, Memimpin adalah Menderita.”
Lalu dari mana kita harus mulai? Jawabannya telah diajarkan oleh manusia paling mulia, Rasulullah SAW:
“Mulailah dari dirimu, kemudian orang-orang terdekatmu.”
(HR Muslim)
Pesan Nabi bukan sekadar nasihat normatif, melainkan prinsip perubahan yang visioner. “Perbaikilah dirimu, niscaya dunia akan membaik.” Kalimat itu terdengar sederhana, tetapi sesungguhnya menyimpan kedalaman makna.
Kita mesti berani menengadah dan melihat sinar bintang sebagai lambang keberanian untuk bersyukur, melihat karunia Allah dalam segala bentuk, bahkan dalam kekurangan. Kita mesti berani menjadi diri sendiri di tengah derasnya arus kehidupan yang serba materialistik. Langkah kecil yang dilakukan secara konsisten, seperti selalu bersyukur dan berlaku jujur, sesungguhnya adalah amal besar di mata Allah.
Yakinlah bahwa setiap jejak di bumi, sekecil apa pun, pasti dicatat di langit. Maka tidak ada satu pun langkah kebaikan yang sia-sia.
Masih ragu? Dengarkan kata-kata tajam dari Madame de Staël, novelis perempuan asal Prancis:
“Di tengah badai revolusi, hati yang selalu setia pada kebenaran akan selalu menemukan pelabuhan.”
Dalam keadaan sesulit apa pun, orang yang jujur dan setia pada nilai kebenaran akan selalu menemukan ketenangan, keteguhan, dan kedamaian jiwa. Allāhu a‘lam biṣ-ṣawāb. 14 Juli 2025.
Potret Editor Supriadi Buraerah : Sosok diri Wahyudi El Panggabean juga merupakan ayahanda tercinta salah satu hakim mudah yang baru dilantik di Mahkamah Agung RI, 2025.