MASYARAKAT adat Luat Unterudang bersama warga enam desa dan mahasiswa menggelar aksi damai di Pos PT Barapala, Desa Unterudang, Kecamatan Barumun Tengah. Senin, (17/11/2025). Massa menuntut perusahaan segera meninggalkan kawasan Unterudang.

Sekretaris Badan Pemangku Adat (BPA) Luat Unterudang, Rahman Hasibuan, mengatakan masyarakat enam desa—Unterudang, Pasar Binanga, Siboris Dolok, Padang Matinggi, Tandihat, dan Aek Buaton—menuntut PT Barapala meninggalkan lokasi. Menurut dia, keberadaan perusahaan dinilai tidak sesuai hukum.

“Perusahaan telah wanprestasi dan mengabaikan perjanjian tahun 1996. Dalam perjanjian, jelas hak masyarakat di enam desa seluas 3.000 Ha, yang kini sudah ditanami sawit,” ungkap Rahman Hasibuan.

Rahman juga meminta Kapolri, Kapoldasu, dan Polres Padang Lawas menarik seluruh personel yang membackup perusahaan. Begitu pula oknum preman yang diduga disewa perusahaan berkedok sekuriti agar dibersihkan.

BACA JUGA :  Polres Aceh Selatan Raih dua Penghargaan atas Keaktifan Aplikasi dan Pencegahan Karhutla

Dijelaskan Rahman, lahan seluas 10.300 hektare diserahkan ke PT Barapala melalui pola PIR. Dengan membangun pola plasma seluas 3.000 Ha, lahan diserahkan oleh Hatobangun (Ketua Adat), alim ulama, dan tokoh masyarakat, serta diketahui kepala desa. “Kami berharap pemerintah memperhatikan kami agar segera memperoleh hak yang diabaikan perusahaan,” tambahnya.

Mewakili Forum Diskusi Mahasiswa Anti Korupsi Sumatera Utara (FDMAKSU), Arsa Rizki Pratama Siregar, menegaskan mahasiswa turun ke lapangan karena aduan masyarakat di enam desa terkait masalah dengan PT Barapala. Menurut Rizki, lahan tersebut awalnya diserahkan oleh Hatobangun, alim ulama, dan tokoh masyarakat dengan perjanjian 20 persen hasil dibagikan ke warga. Namun hingga kini masyarakat belum menerima apapun.

BACA JUGA :  Mualem Hadiri Pelantikan Pengurus IKA Unimal

“Masyarakat adat menyerahkan tanah ini kepada Hamonangan yang dialihwariskan ke Roni. Hasil investigasi kami, PT Barapala telah berpindah tangan tanpa sepengetahuan masyarakat. Kami ingin mengetahui siapa pemilik perusahaan dan minta ditunjukkan HGU mereka,” tegas Rizki.

Ia juga mendesak PT Barapala menutup operasional, karena perusahaan diduga tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.

Pantauan wartawan, massa yang awalnya hanya diperbolehkan menyampaikan aspirasi di depan pos PT Barapala sempat bersitegang dengan aparat kepolisian karena ingin masuk ke kawasan kantor. Namun akhirnya massa berhasil merangsek masuk ke lokasi perkantoran perusahaan.

Kapolsek Barumun Tengah, AKP PS Nainggolan, yang mencoba meredakan emosi massa, mengatakan aparat berada di tengah-tengah aksi untuk menjaga Kamtibmas, bukan melindungi perusahaan. “Kami tidak berpihak. Tugas kami menjembatani aspirasi massa ke pihak perusahaan,” jelasnya.

BACA JUGA :  Santri Darus-Sunnah Diwisuda, Kepala BNN RI: Jadilah Da’i dan Pelopor Indonesia Bersinar!

Sebelumnya, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah melakukan eksekusi lahan PT Barapala seluas 25.535 Ha pada 17 Juni 2025. Satgas juga memasang plang yang bertuliskan bahwa lahan tersebut berada dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia sesuai Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Plang tersebut mengingatkan bahwa dilarang memasuki, merusak, menanam, mencuri, memperjualbelikan, atau menguasai lahan tanpa izin pihak berwenang.

Namun, praktiknya keputusan tersebut diabaikan PT Barapala yang terus melakukan panen dan produksi di areal tersebut, bahkan diduga mendapat dukungan dari pihak Polres Padang Lawas. (R).

Ikuti Saluran WhatsApp Insertrakyat.com dan temukan berita menarik lainnya.