Konferensi pers terkait penyitaan Rp 11, 8 Triliun (17/6) oleh Kejaksaan Agung RI seperti diberitakan sebelumnya Inserteakyat.com. (Foto: Kapuspenkum Dr Harli Siregar).
Jakarta, Insertrakyat.com – Budak – Budak Wilmar Group masih membual di ruang publik terkait klaim Wilmar Group dalam kasus raksasa minyak goreng. Puluhan Triliun’ disebut uang titipan, pesan berantai itu kian melebar dan meluas, hingga, Senin, (23/6/2025) masih dilihat, Insertrakyat.com. Mahasiswa lalu menduga itu merupakan bentuk pembodohan publik yang sengaja dilakukan oleh budak Korporasi. “Ini pembodohan publik, makanya Indonesia perlu memperkuat sistem Cyber, agar kejahatan Cyber dapat diatasi, ini juga perlu dipikirkan oleh Presiden Prabowo supaya menyongsong Indonesia Emas bebas dari kejahatan Cyber, kami mulai khawatir,” bunyi pernyataan N, inisial wanita kelahiran 2000 itu.
Kendati sebelumnya. Mengutip Insertrakyat.com dari keterangan Kejaksaan Agung. [Kapuspenkum] Dr Harli Siregar, membantah klaim Wilmar International Limited terkait penyitaan dana Rp11,8 triliun. Uang tersebut disebut Wilmar sebagai “dana jaminan”, namun Kejagung menyatakan tak ada istilah itu dalam penanganan perkara pidana korupsi.
“Itu uang sitaan, bukan dana jaminan,” tegas Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung, Sabtu, 21 Juni 2025.
Pernyataan ini disampaikan Harli usai Wilmar mengumumkan bahwa uang tersebut mewakili sebagian dugaan kerugian negara dan keuntungan ilegal.
Harli menjelaskan, penyitaan telah mendapatkan izin pengadilan. Dana itu juga sudah masuk dalam memori tambahan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum.
“Perkaranya masih berjalan. Dana itu akan jadi bahan pertimbangan majelis hakim,” kata Harli.
Kejagung optimistis, dana yang kini disita akan dirampas untuk negara berdasarkan putusan final pengadilan.
Dalam keterangan resmi Wilmar International Limited, Rp11,8 triliun disebut sebagai bentuk “dana jaminan.” Dana tersebut akan dikembalikan jika Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang sebelumnya membebaskan lima entitas Wilmar Group.
Kelima perusahaan yang dimaksud yakni:
PT Multimas Nabati Asahan
PT Multi Nabati Sulawesi
PT Sinar Alam Permai
PT Wilmar Bioenergi Indonesia
PT Wilmar Nabati Indonesia
Publik luas dan Kejagung menilai, narasi “jaminan” berpotensi membingungkan publik dan mengaburkan proses hukum.
Dalam hukum pidana, tidak dikenal istilah jaminan dalam konteks kerugian keuangan negara.
Desakan publik agar uang sitaan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat terus bermunculan. Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mendorong Kejagung dan Mahkamah Agung memastikan dana itu benar-benar dirampas dan dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat.
“Uang sebesar itu jangan hanya jadi angka di meja sidang. Harus kembali ke rakyat,” tegasnya.
Namun, penetapan final masih menunggu putusan Mahkamah Agung.
Kendati demikian, tarik-ulur antara Kejagung dan Wilmar adalah dua sisi mata pedang pada narasi publik dalam perkara besar. Istilah “dana jaminan” dikhawatirkan menggeser pemahaman masyarakat, seolah-olah kasus sudah ada kesepakatan administratif.
Kejagung menegaskan proses penyitaan bersifat hukum murni, dengan dasar putusan pengadilan dan prosedur perampasan aset. Sebelumnya Kejaksaan Agung telah menggelar konferensi pers terkait penyitaan uang Rp 11 , 8 Triliun rupiah tersebut.(*/Mft).