PEKANBARU, INSERTRAKYAT.COM,-– Wartawan Senior, yang juga Direktur Utama, Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., kembali mengulik rentetan realita seputar dimensi gelap Pekanbaru, Riau.

Dia mengatakan, persoalan mendasar di Riau seperempat abad terakhir masih berkutat pada masalah korupsi. Budaya korup ini cenderung berkembang karena hedonisme sebagai akarnya dibiarkan tumbuh.

Untuk itu kata, pendiri Insertrakyat.com, ini, wartawan sebaiknya, lebih fokus pada upaya pengawasan dan pencegahan berkembangnya prilaku hedonisme (hidup ber mewah-mewah) di kalangan pejabat daerah.

“Masalahnya, prilaku hedonis inilah yang menjadi langkah awal tindakan korupsi yang yang merusak keuangan Riau serta mendistorsi pembangunan 25 tahun terakhir,” kata Wahyudi kepada para Pemimpin Redaksi Media, baik di Pekanbaru, Ahad baru – baru ini, dan InsertrRakyat.com, Senin, (5/5/2025) melalui sambungan daring.

Menurut Wahyudi, Pers melalui prosesi kinerja Wartawan / jurnalistik yang “beretika” memiliki kewenangan penuh melakukan pengawasan dan kritik serta menyampaikan saran yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Khusus Riau menurut Wahyudi, dengan kuantitas institusi penerbitan media terbanyak di tanah air sebaiknya menjadi potensi besar dalam mendorong penegakan supremasi hukum.

Wahyudi mengutip data Dinas Kominfo Riau tahun 2023, ternyata ada enam ribu institusi media berita terbit di Riau.

Bayangkan, kata dia, jika satu persen saja dari jumlah itu, eksis melakukan fungsi kontrol-nya, mencegah perkembangan gejala hedonis.

“Tentu saja peran kontrol itu lewat aktivitas pemberitaan konstruktif yang menghomati kaedah etika jurnalisme,” tegas Wahyudi yang juga mantan Redaktur Majalah Forum Keadilan pada era Karni Ilyas Pimpinan Redaksinya. [Kini di tvOne,red-Karni].

Wahyudi menyebut, puluhan tahun silam ada berbagai kasus besar. Baik yang telah terungkap secara tuntas dan yamg masih terkatung-katung.

Bahkan, dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Pekanbaru dan Pemprov Riau yang dilaporkan pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke Kejati Riau, Polda Riau dan juga ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

BACA JUGA :  Intel Kejaksaan Tangkap Terpidana Pemalsuan Surat, Kerugian Rp15 Miliar

Kasus tersebut, perlu adanya pers melakukan konfirmasi dan menelusuri lagi semua laporan itu. Pers mesti mempertanyakan kelanjutan laporan-laporan itu, ke pihak Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai penerima laporan.

“LSM telah menunjukkan tanggung jawab, mereka melaporkan kasus-kasus korupsi di Riau”.

“Wartawanlah kemudian yang berkewajiban mendorong APH memproses laporan LSM itu dan memberi masyarakat informasi tentang perkembangan pengusutan laporan tersebut,” pungkas Wahyudi.

Menoleh Korupsi, Rp 60,8 Miliar

Pada 2018, Komisi pemberantasan Korupsi (KPK -RI) mengumumkan penetapan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan fly over Simpang Jalan Tuanku Tambusai–Jalan Soekarno Hatta di Riau, yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2018.

Penetapan tersangka dilakukan di gedung KPK RI, Kuningan Jakarta Selatan.

Kelima tersangka adalah YN (Kepala Bidang Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau/KPA/PPK), GR (konsultan perencana), TC (Dirut PT Semangat Hasrat Jaya), ES (Direktur PT Sumbersari Ciptamarga), dan NR (Kepala PT Yodya Karya Cabang Pekanbaru).

Dalam keterangan resminya, yang dikutip Insertrakyat.com yang juga merupakan jaringan PJC, melalui Internal KPK RI, Senin, (5/5/2025), dia menjelaskan bahwa, modus operandi dalam kasus tersebut adalah penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dalam proyek ini dilakukan tanpa dukungan perhitungan detail, data ukur, maupun desain yang memadai.

Dia bilang, Dokumen kontrak juga dipalsukan melalui manipulasi tanda tangan dan data, sedangkan sebagian pekerjaan disubkontrakkan secara ilegal dengan nilai yang jauh melebihi hasil analisis harga satuan.

“Dugaan kerugian keuangan negara mencapai Rp60,8 miliar dari total nilai kontrak sebesar Rp159,3 miliar,” tegasnya.

Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA :  Sat Reskrim Tahan W - Setda : 6 Tersangka Korupsi!

OTT Oknum Wali Kota dan Sekda

Pada Desember 2024 dini hari, dihubungi melalui sambungan daring, Jubir KPK RI, Tessa Mahardika Sugiarto membenarkan bahwa, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pekanbaru. Sejumlah pejabat publik terjaring.

Tak lama kemudian, KPK menetapkan tiga pejabat Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran daerah tahun 2024–2025. Ketiganya ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu dini hari.

“Seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Ketiganya terjaring OTT,” tegas Tessa kepada Supriadi Buraerah, (Insertrakyat.com,-red).

KPK mengatakan, tiga tersangka masing-masing adalah berinisial RM (Penjabat Wali Kota Pekanbaru), IPN (Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru), dan NK (Plt. Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru).

Penetapan tersangka lebih lanjut diumumkan langsung oleh KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK RI, pada 4 Desember.

Menurut Ghufron, kasus ini bermula dari dugaan pemotongan anggaran atas uang ganti uang (GU) yang terjadi sejak Juli 2024.

Uang tersebut, diduga dikumpulkan oleh NK bersama dua stafnya, MU dan TS, untuk diserahkan kepada RM dan IPN melalui ajudan Wali Kota. Dalam prosesnya, uang tersebut dicatat sebagai pengeluaran GU, namun digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat.

“Diduga RM selaku PJ Wali Kota menerima uang sebesar Rp2,5 miliar. Saat OTT, tim KPK mengamankan uang tunai sekitar Rp1,39 miliar di rumah dinas Wali Kota yang diberikan oleh NK kepada RM,” ungkap Ghufron.

Sementara itu, IPN ditangkap di kediaman pribadinya dengan barang bukti uang tunai senilai Rp830 juta. Berdasarkan pengakuannya, IPN menerima total Rp1 miliar dari NK, yang sebagian telah diberikan kepada Kepala Dinas Perhubungan sebesar Rp150 juta dan kepada oknum wartawan sebesar Rp20 juta.

NK sendiri diamankan di kediamannya di Pekanbaru. KPK menyita uang tunai sebesar Rp1 miliar yang disimpan dalam tas ransel.

BACA JUGA :  Polres Parepare Nyatakan "Basmi Aksi Premanisme" Berkedok.......

Hingga Mei 2025, Kasus ini terus terpantau tim Insertrakyat.com dan telah memasuki babak baru. Dimana, tiga tersangka menjalani proses hukum yang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru Riau.

Kasus SPPD di Sekretariat DPRD Riau.

Mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun, kembali diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau terkait dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif. Pemeriksaan dilakukan pada 23–24 April dan 2 Mei 2025.

Direktur Ditreskrimsus, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, mengatakan pemeriksaan bertujuan memperdalam penyidikan. Hasilnya masih menunggu gelar perkara di Mabes Polri dan audit resmi dari BPKP Riau sebagai dasar penetapan tersangka.

Dugaan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp162 miliar. Hingga kini, lebih dari 100 saksi telah diperiksa, dan penyidik menyita berbagai aset, termasuk rumah, tanah, homestay, tas mewah, serta motor Harley Davidson.

Artis Hana Hanifa juga diperiksa karena diduga menerima aliran dana dari kasus ini.

“Penyidik, terus meyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain dan melacak aset yang diduga berasal dari korupsi,” tegas Kombes Ade kepada Wartawan. Dia menegaskan bahwa pihaknya masih mendalami kasus ini. BACA SELENGKAPNYA: Mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Dikaitkan, Publik Cemas : Kasus SPPD Fiktif Masuk Angin!

BERITA TERKAIT: Advokat Desak Ambil Alih Penyidikan, KPK Masih Malu-Malu Bicara dan Inilah Penjelasan Polda Riau Terkait Kasus SPPD Fiktif Sekretariat DPRD

BACA RENTETAN REALITA: Didemo Ratusan Massa, BPK Kembali Janji Tuntaskan Audit SPPD Sekretariat DPRD Riau pada Mei 2025

PILIHAN UTAMA: Eks Pj Walikota dan Sekdako Pekanbaru Disidang Perdana PN Tipikor Terkait Kasus Miliaran Rupiah

Berkontribusi dalam artikel ini adalah Romi & Samudra – PJC).