DUMAI, – “Geli”, terdengar kabar dugaan mark-up dalam kegiatan perpisahan siswa kelas 9 di SMP Negeri 14 Dumai, ungkap sejumlah sumber dari berbagai kalangan.
Menariknya, kegiatan tersebut diduga melibatkan pungutan biaya dari siswa, yang bertentangan dengan regulasi resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan perpisahan yang dilaksanakan Sekolah SMPN 14 Dumai yang dipimpin oleh Kepala Sekolah berinisial R, membebankan biaya sebesar Rp185.000 per siswa kepada total 271 siswa kelas 9 yang terbagi dalam 9 kelas. Total dana yang dikumpulkan pun mencapai Rp50.135.000.
Padahal, regulasi tegas telah ditetapkan melalui Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012, yang secara eksplisit melarang satuan pendidikan dasar menarik pungutan. Selain itu, Pasal 181 huruf d dari PP Nomor 17 Tahun 2010 juga melarang pendidik dan tenaga kependidikan memungut biaya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan informasi yang diterima redaksi, berikut rincian penggunaan dana tersebut:
1. Sewa tenda dan pentas: Rp6 juta
2. Sewa 700 kursi: Rp3,5 juta
3. Dekorasi: Rp1 juta
4. Spanduk & foto both: Masing-masing Rp45 ribu
5. Blower (6 unit): Rp1,5 juta
6. Perlengkapan & dokumentasi: Masing-masing Rp1 juta
7. Sound system: Rp3 juta
8. Kostum MC & make-up tari: Total Rp2,1 juta
9. Listrik (los): Rp500 ribu
10. Pena dan perlengkapan lainnya: Rp150 ribu
11. Konsumsi nasi kotak 700 kotak: Rp21 juta
12. Kue kotak: Rp5,6 juta
13. Konsumsi tambahan (meja tamu, aqua, gladi): Total Rp1,5 juta
14. Lain-lain: Rp250 ribu.
Selain itu, hasil investigasi Insertrakyat.com menemukan sejumlah ketidaksesuaian. Salah satu narasumber berinisial W mengungkap bahwa:
Tenda, pentas, dekorasi, dan kursi hanyalah 500 unit milik guru sendiri, dengan biaya maksimal Rp8 juta
Sound system dan dokumentasi adalah fasilitas sekolah
Foto both merupakan aset lama sekolah
Blower merupakan bantuan siswa, bukan sewa
Konsumsi nasi bungkus hanya seharga Rp25.000 dari Warung Idola, total Rp17,5 juta
Pihak PLN juga membantah klaim biaya los listrik Rp500 ribu, menyatakan bahwa untuk daya di bawah 3500 watt hanya dibutuhkan biaya Rp170 ribu.
Seorang wali murid berinisial S mengaku tidak pernah diberi kesempatan hadir dalam rapat awal dan tidak mengetahui detil penggunaan dana. “Kami baru tahu saat pertemuan kedua, dan saat acara ternyata makanannya bukan nasi kotak, tapi hanya nasi bungkus,” ujarnya.
Sumber lain menyebutkan bahwa seragam panitia guru dalam perpisahan itu juga diduga berasal dari dana kutipan perpisahan siswa.
Ketua LBH Cinta Lingkungan Pencari Keadilan, Sutrisno alias Ongah Sutris, menilai bahwa praktik ini termasuk maladministrasi dan melanggar Permendikbud 44 Tahun 2012.
“Ini jelas pelanggaran administratif. Bahkan bisa masuk ke ranah sanksi pidana, seperti Pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan oleh PNS,” tegas Ongah Sutris.
Ia menambahkan bahwa pihaknya siap melaporkan kasus ini ke Ombudsman RI dan Aparat Penegak Hukum (APH).
Telah diupayakan untuk dikonfirmasi namun, hingga berita ini diturunkan, pihak Kepala Sekolah belum minat memberikan klarifikasi resmi. (*).
Penulis : Devi AS Sihombing
Editor : Redaksi IR