PONTIANAK, INSERT RAKYAT. – Mantan Gubernur Kalimantan Barat, H. Sutarmidji memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar). Pemeriksaan berlangsung pada Kamis, 26 Juni 2025, siang hari.
Pemeriksaan ini terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana hibah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kepada Yayasan Mujahidin Pontianak.
Dalam kasus ini, tim penyidik telah mengarahkan fokus pada tiga pihak, yakni SK, selaku Ketua Yayasan Mujahidin Pontianak, H, selaku Sekretaris Daerah Kalbar Tahun 2022,.dan S, yaitu Sutarmidji, selaku Gubernur Kalbar Periode 2019–2023.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, membenarkan kehadiran Sutarmidji.
“Benar, hari ini Bapak Sutarmidji hadir sebagai saksi dalam penyidikan. Pemeriksaan berjalan sesuai jadwal,” ujar Wayan di Kantor Kejati Kalbar.
Ia menjelaskan bahwa kehadiran Sutarmidji merupakan bentuk sikap kooperatif yang diapresiasi oleh pihak kejaksaan.
“Pemeriksaan terhadap saksi merupakan bagian dari proses penyidikan yang sedang berlangsung. Kehadiran saksi hari ini menunjukkan sikap kooperatif yang kami apresiasi,” Imbuhnya.
Penyidikan kasus ini terus berlanjut. Fokusnya mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengalokasian dan penyaluran dana hibah.
Sebelumnya diberitakan Insertrakyat.com Kasi Penkum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, membenarkan bahwa penyidikan tengah berlangsung atas dugaan korupsi tersebut. Namun, ia menegaskan belum ada tindakan jemput paksa. “Ada tiga saksi. Pada Selasa, 24 Juni 2025 (kemarin), Ketua Yayasan, inisial SK, hadir untuk diperiksa. Kemudian Sekda Kalbar dan Mantan Gubernur,” ujar I Wayan dalam pernyataan visual yang diterima InsertRakyat.com, Rabu (25/6/2025).
Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri aliran dan penggunaan dana hibah. Sekda Kalbar, inisial H, serta mantan gubernur, dijadwalkan hadir terpisah pada Rabu dan Kamis, 25–26 Juni 2025.
I Wayan menyebut mantan gubernur telah dua kali dipanggil namun tidak hadir, hanya mengajukan penjadwalan ulang. Hal ini dinilai sebagai bentuk penghindaran terhadap proses hukum.
“Kami berharap [beliau] kooperatif dan hadir, sebagai wujud ketaatan terhadap hukum,” tandas Wayan. (Asw/Irk).