MAKASSAR, INSERTRAKYAT.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tekad menjadikan Sulawesi Selatan sebagai daerah percontohan dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Sinergi antara eksekutif dan legislatif menjadi bagian utama dalam upaya memperkuat sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi.
Pesan itu mengemuka pada Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi yang digelar di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (16/10). Hadir dalam kegiatan tersebut jajaran Pemerintah Provinsi Sulsel, DPRD, serta perwakilan dari seluruh kabupaten dan kota.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan, integritas bukan sekadar jargon moral, melainkan pondasi penyelenggaraan pemerintahan yang sehat. Ia menegaskan pentingnya transparansi anggaran, efisiensi belanja, dan pengawasan publik yang konsisten.
“Sinergi eksekutif-legislatif harus dijaga dengan semangat pembenahan berkelanjutan. Tidak ada sistem yang sempurna, namun komitmen memperbaiki diri harus menjadi budaya,” ujar Tanak.
Tanak menambahkan, KPK ingin menjadikan Sulsel sebagai model tata kelola yang mampu menginspirasi daerah lain di Indonesia timur. Kolaborasi lintas sektor, katanya, menjadi kunci agar reformasi birokrasi tidak berhenti di tataran wacana.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK, Edi Suryanto, mengingatkan masih lemahnya efektivitas pemerintahan daerah di Sulsel. Berdasarkan hasil Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) tahun 2024, capaian rata-rata 25 pemda di Sulsel baru 68,09 persen—kategori merah.
Data itu menunjukkan adanya persoalan serius pada pengelolaan aset, honorarium, perjalanan dinas, dan lemahnya fungsi pengawasan APIP. Edi menegaskan perlunya perbaikan menyeluruh, mulai dari sistem pengadaan barang dan jasa hingga peningkatan kompetensi SDM.
“Manajemen aset bukan sekadar catatan administrasi. Itu menyangkut kesadaran integritas sejak perencanaan hingga penghapusan,” tegasnya.
Ia juga menyinggung peran DPRD dalam memastikan anggaran publik berpihak pada kepentingan rakyat. Pengawasan terhadap pokok-pokok pikiran (pokir) dewan, lanjutnya, harus dilakukan dengan prinsip keterbukaan dan tanggung jawab moral.
Pemda juga diminta mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa menambah beban masyarakat. Berdasarkan data DJPK Kemenkeu, APBD Sulsel tahun 2025 mencapai Rp47,82 triliun, naik dari Rp47,09 triliun pada 2024. Namun, belanja hibah dan bantuan sosial masih berisiko tinggi dengan alokasi Rp1,14 triliun untuk hibah dan Rp22,2 miliar untuk bansos.
“Bantuan sosial harus tepat sasaran, bebas kepentingan politik, dan tidak dijadikan alat balas budi kekuasaan,” ucap Edi menegaskan.
Selain itu, KPK juga hadir dalam acara serah terima Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) perumahan dari pengembang ke Pemkot Makassar. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah potensi penyimpangan dalam pengelolaan aset publik.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, yang mewakili Gubernur, menilai rakor tersebut sebagai ruang kolaboratif antara legislatif dan eksekutif. Ia berharap adanya komitmen bersama dalam memperkuat sistem keuangan dan pengawasan internal daerah.
“Integritas birokrasi harus dimulai dari kesadaran individu. Pencegahan korupsi tidak bisa berjalan tanpa kejujuran dari dalam diri penyelenggara negara,” ujar Jufri.
Menurutnya, pertemuan tersebut menjadi momentum refleksi bagi pejabat daerah untuk memperkuat moral pelayanan publik dan meningkatkan efektivitas pembangunan.
Rakor turut dihadiri Ketua DPRD Sulsel Andi Rachmatika, Ketua DPRD Makassar Supratman, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, para bupati, wali kota se-Sulsel, inspektur daerah, dan jajaran perangkat daerah lainnya.
Kegiatan tersebut menjadi bagian dari upaya KPK mendorong konsistensi penerapan sistem pemerintahan berintegritas. KPK menilai, keberhasilan pencegahan korupsi tidak ditentukan oleh banyaknya regulasi, tetapi oleh kesadaran kolektif untuk menegakkan akuntabilitas.
Langkah KPK menjadikan Sulsel sebagai model integritas di kawasan timur Indonesia menegaskan satu hal penting: tata kelola pemerintahan yang bersih bukan hanya kewajiban hukum, tetapi kehormatan moral penyelenggara negara.
Penulis, Isma