InsertRakyat.com, Jakarta – Sebanyak 15 pegawai PT Harita Group yang bekerja di Site Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan dan peredaran narkotika.

Kasus ini makin menarik ke publik setelah aparat berwenang melakukan pemeriksaan terhadap puluhan karyawan perusahaan tersebut pada 21 Mei 2025 menyusul Penetapan 15 Tersangka tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang dilakukan petugas di Mess Manado, sebanyak 60 karyawan dinyatakan positif menggunakan narkoba.

Sebagian dari mereka diduga memiliki keterkaitan langsung dengan barang bukti yang ditemukan. Mereka kini menjalani pemeriksaan lanjutan oleh aparat penegak hukum.

Menanggapi perkembangan kasus tersebut, sejumlah aktivis dari Konsorsium Aktivis Jakarta Indonesia (KAJI) dan Lintas Aktivis Nusantara (LIVISTARA), yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Aktivis Nusantara, mendesak Mabes Polri untuk memperluas penyelidikan hingga ke jajaran manajemen dan BOS PT . Harita Group.

Keterangan Gambar: Akbar Rasyid saat berada di Mabes Polri terkait dengan kasus lain yang mereka suarakan di Mabes Polri beberapa waktu lalu, (Foto Insert/S).

Presidium KAJI, Akbar Rasyid, menyatakan keprihatinannya dan menilai tidak mungkin aktivitas peredaran narkoba dalam skala besar di kawasan industri tambang berlangsung tanpa diketahui oleh pihak manajemen.

“KAJI mendorong Mabes Polri melakukan penyelidikan secara menyeluruh, termasuk terhadap unsur pimpinan perusahaan.

Perlu ditelusuri apakah ada kelalaian atau bahkan pembiaran dalam kasus ini,” kata Akbar kepada InsertRakyat.com, (1/6/2025).

Ia juga membenarkan terkait adanya kasus lain yang mereka kawal di Mabes Polri. Termasuk menanyakan kabar kasus Ceklok Disdik Sinjai.

Hasil investigasi dari jaringan aktivis merangkum informasi yang bermuara pada dugaan peredaran narkoba di lingkungan kerja PT Harita Group telah berlangsung cukup lama.

Sementara itu, Ketua Umum DPP LIVISTARA, Salfin Tebara, menyatakan bahwa pihaknya akan melaporkan temuan ini secara resmi ke Bareskrim Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ia menghubungkan hal ihwal masyarakat terkait dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu.

“Pemilik perusahaan itu sendiri figur konglomerat tidak seharusnya menjadi penghalang proses hukum. Pemeriksaan harus menjangkau seluruh tingkatan struktural perusahaan demi penegakan hukum yang berkeadilan,” tegas Salfin.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, penyalahgunaan dan peredaran narkotika tergolong tindak pidana berat. Pasal 112 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa kepemilikan narkotika golongan I tanpa hak diancam hukuman penjara antara 4 hingga 12 tahun, serta denda antara Rp800 juta hingga Rp8 miliar.

Aktivis berharap agar kasus ini tidak berhenti pada pemrosesan para pegawai/karyawan, tetapi juga ditindaklanjuti lebih menyeluruh untuk mengungkap akar masalah.

Sementara itu, tanggapan konfirmasi Ketua Komisi III DPR-RI Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman masih ditunggu Redaksi InsertRakyat.com. Demikian pula sejumlah pihak terkait belum mengeluarkan Keterangan resminya.

(*/S).