Sinjai, InsertRakyat.com –Tugas mulai kembali ditunjukkan dan dilaksanakan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sinjai dalam menjaga akurasi data ekonomi dan merespons dinamika harga di tingkat produsen. Pada bulan Juni 2025, BPS Sinjai melaksanakan kegiatan Survei Harga Produsen (SHP), yang menyasar 50 sampel usaha dari berbagai sektor strategis. Survei ini dilakukan secara rutin setiap bulan, dan mencakup tujuh kecamatan yang tersebar di seluruh wilayah administratif Kabupaten Sinjai.
Kecamatan yang menjadi wilayah kerja dalam survei ini meliputi: Sinjai Utara, Sinjai Timur, Sinjai Tengah, Sinjai Barat, Sinjai Borong, Sinjai Selatan, dan Tellulimpoe. Masing-masing wilayah dipetakan berdasarkan potensi sektoral yang relevan untuk mencerminkan variasi harga di lapangan secara representatif.
Menurut Kepala BPS Kabupaten Sinjai, Syamsuddin, Survei Harga Produsen bertujuan untuk memantau perubahan harga pada level produsen, yakni pelaku usaha yang memproduksi barang atau jasa sebelum barang tersebut sampai ke konsumen akhir. Hasil dari kegiatan ini menjadi dasar dalam menyusun Indeks Harga Produsen (IHP) yang disajikan secara triwulanan.
“SHP penting sebagai sistem peringatan dini untuk mendeteksi potensi gejolak harga di tingkat konsumen. Selain itu, data ini juga dipakai dalam menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) dan laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional,” kata Syamsuddin dalam keterangannya kepada Insertrakyat.com, Selasa (24/6/2025).
Dalam pelaksanaannya, BPS menurunkan empat petugas lapangan yang telah mendapatkan pelatihan teknis dan metodologis. Petugas ini bertugas melakukan wawancara langsung dengan responden usaha, menggunakan kuesioner yang telah disusun berdasarkan standar nasional oleh BPS RI. Setiap petugas dibekali perangkat elektronik untuk mendukung akurasi pencacahan, termasuk sistem entri langsung berbasis jaringan nasional.
Untuk memastikan mutu data, para petugas di lapangan juga didampingi oleh tiga orang pengawas. Peran pengawas sangat krusial, karena bertugas mengawasi jalannya proses wawancara, memeriksa kelengkapan data, serta melakukan validasi jika ditemukan anomali atau inkonsistensi data dari responden. Pengawasan langsung ini bagian dari upaya menjamin validitas dan reliabilitas statistik yang dihasilkan.
Berbeda dengan survei harga pada tingkat konsumen (IHK), Survei Harga Produsen mencakup sektor yang lebih luas dan mendalam. Di Kabupaten Sinjai, sektor yang disurvei antara lain: industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, jasa pengelolaan air, jasa pendidikan swasta, jasa komunikasi, jasa transportasi darat penumpang, serta sektor pertanian.
Setiap sektor memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal penentuan harga. Oleh karena itu, responden yang dipilih pun disesuaikan dengan klasifikasi usaha dalam masing-masing kategori. Data dikumpulkan dari produsen atau pelaku usaha yang secara langsung menetapkan harga dasar produk atau jasanya, bukan dari pengecer.
Survei ini menjadi sangat penting karena memberi gambaran riil terkait perubahan harga bahan baku, harga jual produk, dan tren biaya produksi. “Dengan mengetahui data di tingkat produsen, pemerintah daerah bisa menyusun strategi stabilisasi harga yang lebih tepat sasaran,” jelas Syamsuddin.
SHP adalah bagian dari kegiatan statistik resmi negara, yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Karena itu, seluruh proses survei dilaksanakan secara profesional dan tidak dipungut biaya dari responden.
BPS juga menegaskan bahwa data yang dikumpulkan tidak terkait dengan program bantuan sosial, insentif usaha, atau kewajiban perpajakan. Tujuan murninya adalah menghasilkan statistik ekonomi yang akurat, objektif, dan tidak berpihak.
Syamsuddin mengajak masyarakat, khususnya para responden usaha, untuk tidak khawatir dalam menyampaikan data secara terbuka. “Identitas dan informasi usaha para responden dijamin kerahasiaannya oleh undang-undang. Tidak akan digunakan untuk tujuan di luar kegiatan statistik,” tegasnya.
Karena itulah, lanjut Syamsuddin, responden berkewajiban memberikan data sesuai kondisi sebenarnya. Kejujuran dan ketepatan responden dalam menyampaikan informasi akan sangat menentukan kualitas output data statistik nasional.
Data yang dikumpulkan dari SHP ini digunakan untuk menyusun Indeks Harga Produsen (IHP), yang berperan penting dalam pemetaan tren ekonomi.
IHP membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan fiskal dan moneter, terutama dalam menghadapi tekanan inflasi. Ketika harga di tingkat produsen mulai menunjukkan gejolak, pemerintah dapat melakukan intervensi sebelum dampaknya meluas ke tingkat konsumen.
Lebih dari itu, IHP juga digunakan dalam penyusunan PDB dari sisi produksi. Artinya, data harga produsen secara langsung memengaruhi hitungan nilai tambah bruto suatu sektor usaha. Maka tak heran, BPS menaruh perhatian serius terhadap kegiatan ini.
Dalam konteks Sinjai, survei ini diharapkan memberi gambaran kondisi nyata sektor ekonomi daerah. Kabupaten yang terkenal dengan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan ini sangat membutuhkan indikator harga yang mencerminkan kenyataan di lapangan.
Melalui pelaksanaan SHP yang berkelanjutan, BPS Sinjai ingin berkontribusi terhadap pengambilan kebijakan daerah yang berbasis data. Terutama di tengah dinamika harga pangan, energi, dan biaya transportasi yang sering memengaruhi daya beli masyarakat.
“Data statistik yang valid sangat menentukan ketepatan kebijakan. Kami berharap pemerintah daerah bisa memanfaatkan hasil survei ini sebagai pijakan dalam menentukan arah pembangunan ekonomi,” pungkas Syamsuddin.
Ke depan, BPS juga mendorong kolaborasi dengan OPD teknis seperti Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian, dan Dinas Perindustrian dalam memanfaatkan data SHP.
Kegiatan seperti SHP menunjukkan budaya kolaboratif statistik atau BPS Sinjai dalam mendukung pemerintahan yang transparan dan berbasis bukti (evidence-based policy). Ketika kebijakan dibuat berdasarkan data riil, maka hasilnya akan lebih terarah dan efektif.
Masyarakat luas pun diharapkan mendukung sepenuhnya kegiatan BPS dengan menjadi responden yang kooperatif. Partisipasi aktif pelaku usaha akan memperkaya kualitas data yang dihasilkan.
Di sisi lain, penguatan literasi statistik di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga menjadi tantangan ke depan. Banyak pelaku usaha belum memahami manfaat data statistik bagi pengembangan usahanya.
Melalui edukasi dan pendekatan partisipatif, BPS ingin membangun ekosistem statistik yang lebih inklusif dan relevan bagi masyarakat luas.
(Berkontribusi dalam artikel ini adalah Amrullah/Insertrakyat.com-red)