Kejari Baubau menetapkan dua tersangka (Tengah), Foto: Kejari.
INSERTRAKYAT.COM Baubau,– Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau menetapkan dua orang tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Senin, 14 Juli 2025. Dua tersangka berinisial AA, Kepala Inspektorat Daerah Kota Baubau, dan LM, pejabat pengadaan di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Baubau. Penetapan tersangka dilakukan setelah keduanya menjalani pemeriksaan selama kurang lebih delapan jam di Kantor Kejaksaan Negeri Baubau.
Selasa, 15 Juli 2025, kedua tersangka langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Baubau untuk masa penahanan sementara selama 20 hari. Kepala Kejari Baubau, Fatkhuri, S.H., menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan belanja modal aset tidak berwujud atau software peralatan jaringan aplikasi pada Inspektorat Daerah Kota Baubau Tahun Anggaran 2025.
Kajari Fatkhuri mengungkapkan bahwa OTT dilaksanakan di Jalan Betoambari, Lorong Artum, Kelurahan Katobengke, Kecamatan Murhum, Kota Baubau. Operasi itu dilakukan oleh Jaksa Penyidik yang dipimpin oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) antara pukul 14.00 hingga 16.30 WITA. Dalam OTT tersebut, lima orang diamankan oleh tim kejaksaan.
Kelima orang yang diamankan yaitu LM selaku pejabat pengadaan ULP Kota Baubau, ARK selaku penyedia dari PT MKF, AA selaku Kepala Inspektorat sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), EK selaku perencana ahli muda Inspektorat Daerah Kota Baubau, dan WN selaku bendahara Inspektorat. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pendalaman, hanya dua orang yang dinyatakan sebagai tersangka.
Fatkhuri menegaskan, LM ditetapkan sebagai tersangka karena menerima uang dari penyedia atas perintah dari AA. Tiga orang lainnya, yaitu ARK, EK, dan WN, tidak cukup bukti untuk ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya disebut hanya sebagai perantara dalam proses transaksi yang melibatkan AA dan LM.
“Dua tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 serta Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. Pasal-pasal tersebut mengatur hukuman berat atas penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara,” ungkap Kajari.
Diketahui, proyek pengadaan software ini berada di bawah satuan kerja Inspektorat Daerah Kota Baubau dengan pagu anggaran sebesar Rp150 juta. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ditetapkan sebesar Rp149.968.000. Nilai kontrak tercatat sebesar Rp148.960.000, dengan nilai Produk Dalam Negeri (PDN) dan Usaha Mikro Kecil (UMK) senilai yang sama. Proyek ini dimenangkan oleh PT MKF sebagai penyedia.
Kajari Fatkhuri menjelaskan bahwa OTT ini merupakan bagian dari pelaksanaan perintah Jaksa Agung agar setiap jajaran Adhyaksa memperketat pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan daerah. OTT ini menunjukkan bahwa bahkan dalam proyek berskala kecil, potensi korupsi tetap ada dan harus ditindak.
Penangkapan Kepala Inspektorat sebagai aktor utama dalam kasus ini menunjukkan ironi. Seorang pejabat yang seharusnya bertugas mengawasi jalannya program justru diduga menjadi dalang korupsi. Ia dituding memerintahkan bawahannya untuk menerima uang dari penyedia, sebuah tindakan yang jelas melanggar prinsip integritas dan etika jabatan.
Kejari Baubau menegaskan akan mendalami aliran dana lebih lanjut dan membuka peluang adanya pengembangan penyidikan jika ditemukan indikasi keterlibatan pihak lain. Penyidikan tidak berhenti pada dua tersangka saat ini. “Proses hukum akan terus berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku,” kunci Kajari. (*/Mtkl).