SINJAI, INSERTRAKYAT.COM – Riwayat panjang iuran pembangunan gedung Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, masih menyisakan tanda tanya besar. Sabtu, (23/8/2025). Dana ratusan juta rupiah yang dikumpulkan dari guru, hingga kini belum mewujudkan gedung yang dijanjikan.
Sejumlah pihak menegaskan, masalah ini tak boleh dibiarkan menjadi misteri berkepanjangan. Aparat penegak hukum (APH) diminta turun tangan menelusuri jejak aliran dana yang selama bertahun-tahun dihimpun dari para tenaga pengajar.
“Merupakan tanggung jawab bersama untuk menyelamatkan iuran PGRI. Saya mengajak pihak APH menelusuri agar dana ini tidak misterius,” tutur seorang berkompeten namun enggan disebut namanya. Iuran pembangunan PGRI disebut sudah berjalan sejak masa kepemimpinan A. Muhktar Mappatoba, yang kala itu menjabat Ketua PGRI Sinjai.
Namun, meski pungutan berjalan bertahun-tahun, realisasi pembangunan tak pernah terwujud. Bahkan, lahan untuk lokasi gedung pun tak ada.
Tahun 2018 menjadi salah satu periode jelas pengumpulan iuran. Setiap guru dibebankan Rp120 ribu per tahun, disetor melalui kepala sekolah lalu diteruskan ke bendahara PGRI tingkat kecamatan.
Dengan asumsi minimal 10 guru per sekolah, maka dari 243 SD dan 44 SMP terkumpul sekitar Rp287 juta hanya dalam setahun. Angka ini belum termasuk iuran dari SMA dan sederajat.
Sebelumnya, pemotongan iuran PGRI bahkan pernah dilakukan langsung melalui gaji guru di Bank BPD Sinjai, berkisar Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per bulan. Namun cara itu menuai protes keras hingga akhirnya dihentikan.
Pemungutan iuran kabarnya berhenti di masa kepemimpinan Andi Jefriyanto, yang kala itu menjabat Ketua PGRI Sinjai sekaligus Kepala Dinas Pendidikan Sinjai (2020–2022). Periode ketua PGRI Sinjai pun berlanjut dipimpin oleh Andi Jefrianto Asapa sampai saat ini 2025 atau masa jabatan periode kedua.
Andi Jefriyanto secara terbuka mengakui penghentian iuran tersebut. Alasan utamanya, dana yang terkumpul belum cukup untuk merealisasikan pengadaan lahan maupun pembangunan gedung.
“Dananya ada di BRI sekitar Rp300 juta. Ini belum cukup untuk pengadaan lahan,” ujar Jefriyanto dalam perbincangan santai dengan wartawan di ruang kerjanya saat itu.
Kisah iuran PGRI Sinjai menjadi potret bagaimana pungutan yang digagas dengan dalih pembangunan fasilitas bersama berujung pada kebuntuan. Benang kusut ini kini menjadi bagian sejarah organisasi guru di Sinjai, yang menyisakan pertanyaan besar tentang transparansi dan akuntabilitas.
Banyak pihak berharap, persoalan ini tidak sekadar dibiarkan sebagai cerita lama. Dengan jejak pungutan yang jelas, APH didesak turun tangan agar kepastian penggunaan dana segera terungkap.
Jika tidak, iuran PGRI Sinjai akan selamanya tercatat sebagai “misteri berkepanjangan” yang menyandera kepercayaan ribuan guru di daerah tersebut.
Kasus ini juga dikabarkan sempat bergulir di Mapolres Sinjai. Hal ini diungkapkan oleh seorang sumber terpercaya. “Itu infonya sempat bergulir di Mapolres Sinjai, namun sampai saat ini belum jelas statusnya apa masih Penyelidikan atau bagaimana,” tuturnya, pada 14 Agustus 2025. Dia berharap agar Polres dan Ketua PGRI Sinjai serta Pusat dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat luas. (A/S).