TAKBIR, sebuah panggilan yang begitu agung, kini bergema di seluruh penjuru negeri, menyentuh setiap hati yang mendengarnya dengan kekuatan yang tak terungkapkan. Seolah, suara itu datang dari kedalaman jiwa yang tak mampu lagi menahan haru dan bahagia. Ini adalah hari kemenangan untuk tubuh yang telah meraih kemenangan atas puasa selama sebulan penuh. Kemenangan jiwa yang telah kembali suci setelah menjalani perjalanan panjang selama bulan suci Ramadhan.
Di setiap detik kehidupan, kita telah dihadapkan pada berbagai ujian yang datang silih berganti, menguji kesabaran dan ketulusan hati. Kita disadarkan bahwa kehidupan ini adalah perjalanan yang penuh liku, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan segala kasih sayang-Nya, telah memberi kita kesempatan untuk membersihkan jiwa, agar kembali fitrah di hari yang fitri, ini.
Adakalanya di balik kegembiraan yang memenuhi hati, tersimpan sebuah keheningan yang mendalam. Ada ruang kosong yang terasa begitu dalam, yang mengingatkan kita pada mereka yang telah pergi, (pendahulu). Pada mereka yang seharusnya berdiri di tengah kita, berbagi kebahagiaan, namun kini hanya kenangan dan doa yang bisa kita panjatkan untuk semuanya.
Tak ada kebahagiaan yang lebih indah selain kebahagiaan yang lahir dari kesucian hati, dari ketulusan yang datang dari dalam jiwa. Kebahagiaan ini bukanlah kebahagiaan yang berasal dari dunia yang fana, bukan pula dari kemegahan atau harta benda. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa menghadap Allah dengan hati yang bersih, ketika segala kesalahan dan dosa telah terhapus dengan amal ibadah yang tulus. Hari ini, Senin 31 Maret, atau 1 Syawal 1446 H/2025 M, kita merayakan kemenangan yang lebih besar daripada kemenangan fisik. Ini adalah kemenangan jiwa, kemenangan hati yang kembali kepada fitrahnya.
Namun, apakah kita sudah benar-benar memaknai kemenangan ini?. Apakah kita telah benar-benar mencapai tujuan sejati dari puasa yang telah kita jalani selama sebulan penuh?. Sebab, puasa itu bukan hanya menahan lapar dan dahaga, melainkan juga menahan amarah, hawa nafsu, dan segala macam keinginan duniawi yang dapat mengotori hati. Hari Raya ini adalah saat yang tepat untuk kembali merenung, untuk memohon ampunan, dan memohon agar Allah menerima amal ibadah kita, menjadikan setiap langkah kita lebih dekat kepada-Nya.
Takbir yang bergema hari ini mengingatkan kita bahwa hidup ini tidak pernah lepas dari ujian. Allah memberi kita cobaan bukan untuk menghukum, tetapi untuk mendidik, untuk membersihkan hati kita dari segala khilaf. Setiap ujian, baik suka maupun duka, adalah kesempatan untuk meraih kedekatan dengan-Nya. Pada hari yang fitri ini, kita mengangkat tangan dengan penuh kerendahan hati, memohon agar setiap dosa yang pernah kita lakukan diampuni, agar setiap amal yang kita lakukan diterima oleh-Nya.
Dalam setiap doa yang kita panjatkan, ada harapan agar kedamaian dan kasih sayang-Nya senantiasa menyertai kita. Kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita bisa merasakan kedamaian dalam hati, meski dunia ini penuh dengan cobaan dan godaan. Kebahagiaan itu datang ketika kita belajar untuk menerima takdir dengan lapang dada, ketika kita bisa menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah bagian dari takdir-Nya yang Maha Bijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Hari Raya Idul Fitri adalah bagian infrastruktur spritual untuk kembali ke jalan yang penuh keberkahan, untuk memperbaiki diri dan memulai lembaran baru yang penuh dengan kebaikan. Hari ini adalah saat yang penuh kasih dan ampunan-Nya, di mana kita bisa saling maaf – memaafkan, merefleksikan segala kesalahan dan kekurangan, dan bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Sebuah kesempatan untuk menjadikan hari ini lebih berarti, bagi diri dan orang-orang di sekitar kita, dengan berbagi cinta berbagi kebahagiaan, dan berbagi doa.
