BUMI PANRITA KITTA,demikian sebutan Daerah Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Sinjai adalah kota dengan sejarah panjang, tradisi kuat, dan potensi besar. Sebagai daerah otonom, Sinjai memiliki peluang untuk berkembang pesat, bahkan tak jarang dilirik oleh Investor besar, tetapi arah pembangunan tampak menarik perhatian Publik untuk bertanya-tanya, apakah ada pedoman jelas yang menuntun tata ruang dan pembangunan kota.

Jika ditarik jauh dari belakang, Pasca Negara Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Sinjai resmi menjadi kabupaten pada 20 Oktober 1959 melalui Undang-Undang No. 29 Tahun 1959, menyusul motto “Sinjai Bersatu”.

Sekarang ini, harapan pun tertuju pada Presiden RI, Prabowo Subianto, karena Pemerintah Daerah Sinjai telah ditanya melalui Dinas Perumahan dan Permukiman, namun jawaban profesional tak kunjung adanya terkait master plan kota.

Pada era Kabinet Merah Putih, selama sembilan bulan terakhir, suara Pemda terkait master plan penataan ruang kota tetap senyap. Wujud fisik Master plan itu masih misterius.

Tatkala posisi strategis kebijakan nasional berada dalam genggaman Prabowo, masyarakat berharap orang nomor satu di NKRI memberikan penjelasan. Warga ingin melihat bukti terbaik, agar Sinjai dapat berkembang tanpa meninggalkan aspek penting tata kota. Mendagri Tito Karnavian, di suatu kegiatan formal di Jakarta pernah bilang, Kemendagri adalah poros pengawasan pemerintah daerah.

Lantas publik dan masyarakat sering menyaksikan pembangunan yang bergerak cepat, mulai bangun gedung baru, jalan, dan drainase diperbaiki, perumahan terus berkembang, namun kesatuan perencanaan perlu diuji secara tuntas oleh pemerintah.

BACA JUGA :  Masyarakat Dipangkuan POLRI, Era Kapolres Sinjai Harry Azhar: Desa Duampanuae, Titik Penanaman Jagung Nasional

Kota tanpa master plan ibarat tubuh tanpa tulang punggung. Memang bisa bergerak, berjalan, meloncat, namun tidak pernah kokoh. Pembangunan tampak ramai, namun rapuh karena tidak berpijak pada rancangan menyeluruh.

Master plan menentukan wajah kota di masa depan. Dokumen ini memberi kepastian tentang penataan ruang, zonasi perumahan, lokasi ruang terbuka hijau, jaringan transportasi, pusat layanan publik, hingga mitigasi bencana. Tanpa pedoman itu, pembangunan kota mengandalkan intuisi pejabat, yang sifatnya musiman dan kadang emosional. Biasa juga baper.

Jika master plan tidak jelas, kebijakan menjadi tambal sulam.

Ironisnya Sinjai tercatat telah dipimpin oleh pejabat utusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2023 namu ia hanya berhasil mencetak gagasan Master plan Penataan Drenase, dan  tranformasi dari Sinjai Bersatu (Bersih, Elok, Rapi, Sehat, Aman, Tekun, dan Unggul) melesat ke Sinjai Ehao ditandai dengan pemindahan patung kuda dari batas Wilayah Sinjai dengan Bone ke Alun – Alun Kota Sinjai, Jln Tondong, Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara.

Kini 2025, Masyarakat mulai meraba-raba dan bersuara. Mereka menanyakan kepada pemerintah daerah, terutama Dinas Perumahan dan Permukiman, tentang dokumen master plan. Pertanyaan sederhana, Master Plan sudah disusun, di mana wujudnya. Jika ada, kenapa tidak ditunjukkan kepada publik. Transparansi menjadi pedoman sederhana, agar warga percaya.

Jika belum ada kenapa dibiarkan berlarut-larut.

Master plan sederhananya disebut bagian dari dokumen teknis, sekaligus  diumumkan secara terbuka, publik bisa ikut mengawasi pelaksanaannya. Warga menilai apakah pembangunan jalan sesuai rencana, taman kota dibangun sesuai peta, dan fasilitas publik tidak dialihkan ke lokasi keliru.

BACA JUGA :  Menko Polkam - RI1 Sampaikan Belasungkawa, Investigasi Akan Dikawal Transparan

Tanpa keterbukaan, publik merasa ditinggalkan, padahal Pembangunan muncul di mana-mana, namun tanpa logika dan dukungan regulasi yang jelas. Ketidakpercayaan pun muncul. Warga menilai pemerintah membangun tanpa arah, dasar, dan peta kota.

Sudut pandang penulis [Supriadi Buraerah] dan publik menegaskan sikap agar Master plan disusun melalui diskusi publik yang melibatkan Masyarakat, konsultasi, dan sosialisasi. Warga bisa memberi masukan sesuai kebutuhan senyatanya. Masyarakat pesisir tahu titik rawan abrasi. Masyarakat pegunungan paham lokasi tanah longsor. Pengetahuan lokal ini vital untuk menyusun master plan realistis.

Sayangnya, Sinjai jauh dari hal ini. Padahal [Wacana] rencana besar sering terdengar, namun hasil nyata jarang muncul. Tidak ada peta jalan yang bisa dibaca bersama. Tidak ada rancangan komprehensif yang bisa diuji publik.

Banyak daerah lain membuktikan pentingnya master plan. Kota Makassar memiliki rancangan yang menata kawasan bisnis, ruang hijau, transportasi, hingga jaringan drainase terpadu. Kota Parepare menyusun rencana pengembangan berbasis pariwisata laut dalam dokumen tata ruang. Sinjai masih berkutat dalam kebingungan arah pembangunan.

Dampak ketiadaan master plan akan terasa di masa depan. Pertumbuhan penduduk tidak bisa dihentikan. Kebutuhan perumahan meningkat. Kendaraan semakin padat. Tanpa arah jelas, Sinjai menghadapi kemacetan, banjir, penyempitan ruang hijau, dan hilangnya identitas kota.

Master plan adalah salah satu panduan suatu daerah otonom, tanpa itu, wajah kota dibentuk oleh kebetulan. Anak-anak Sinjai kelak akan hidup di kota semrawut bila pemerintah hari ini abai. Mereka akan bertanya, mengapa kota dibiarkan tumbuh tanpa arah. Mengapa rancangan menyeluruh tidak dibuat. Pertanyaan ini akan menjadi beban sejarah.

BACA JUGA :  KPP Bulukumba dan KP2KP Sinjai Perkuat Sinergi dengan UMSi melalui Tax Center

Pemerintah Sinjai harus tegas. Pertama, akui posisi saat ini, kalau master plan sudah disusun atau belum. Kedua, jika ada, publikasikan dan libatkan masyarakat dalam mengawal pelaksanaan. Ketiga, jika belum ada, susun bersama para ahli, akademisi, praktisi, dan masyarakat. Jangan menunda lagi.

Transparansi bukan pilihan, dimana keterlibatan masyarakat dapat memperkuat pembangunan Sinjai.

Sinjai tidak kekurangan potensi. Laut, gunung, sejarah, budaya, semuanya ada. Yang kurang adalah arah untuk mengelola potensi itu. Master plan kota adalah salah satu jawabannya. Tanpa itu, Sinjai terus dilanda was – was atas kebijakan pembangunan proyek strategis termasuk Investasi – SDA dan SDM.

Publik dan Rakyat tidak meminta hal muluk. Mereka ingin pemerintah menunjukkan keseriusan dengan menunjukkan wujud master plan kota [yang jelas], terbuka, dan bisa dijalankan. Selama itu tidak ada, pembangunan Sinjai akan terus diragukan.

Keraguan publik adalah tanda bahaya. Ketika warga tidak percaya, legitimasi pemerintah terancam. Sinjai membutuhkan kepercayaan publik, lahir dari keterbukaan, arah jelas, dan bukti terbaik.

Satu hal pasti, waktu terus berjalan. Kota tumbuh dengan atau tanpa perencanaan. Sejarah akan mencatat, apakah pemerintah membiarkan kota berkembang tanpa peta, atau berani menyusun master plan sebagai warisan bagi generasi mendatang. Kendati pun, Prabowo Subianto adalah pemimpin yang dikenal visioner.

Oleh :Supriadi Buraerah

Sinjai 12 September.

TERBARU

PILIHAN