INSERTRAKYAT.COM, Buleleng –
Masih ingatkah Kasus korupsi dalam tata kelola perizinan bangunan di Kabupaten Buleleng. Ajang gemuk itu menjadi potret suram perjalanan birokrasi daerah. Kabar ini pun kembali hangat ditengah masyarakat luas. (21/7/2025).
Skandal ini mencuat pada April 2025, ketika Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan dua pejabat sebagai tersangka. Mereka adalah I Made Kuta, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta Ngakan Anom Diana Kesuma Negara, pejabat fungsional di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Keduanya diduga memeras para pengembang dalam pengurusan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
Praktik pemerasan ini berlangsung sistematis. Sejumlah pelaku usaha perumahan bersubsidi dan non-subsidi menjadi korban. Mereka dipaksa menyerahkan uang tambahan agar proses perizinan dipercepat atau tidak dipersulit.
Dana tersebut tak masuk kas daerah, tetapi diduga mengalir ke kantong pribadi oknum-oknum birokrasi.
Penyidikan dimulai intensif sejak pertengahan April 2025. Hampir 50 saksi diperiksa, termasuk pejabat aktif Pemkab Buleleng. Sebagian pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejari Jembrana.
Penyidik juga menyita uang tunai sebesar Rp1 miliar, yang diduga hasil pemerasan.
Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, menyebut kasus ini berpotensi melibatkan lebih dari dua tersangka. “Kemungkinan tersangka baru sangat mungkin. Lebih dari dua? Sangat mungkin,” ujarnya saat kunjungan kerja ke Buleleng, Jumat, 18 April 2025.
Sebanyak 12 penyidik dari Bidang Pidana Khusus Kejati Bali diturunkan untuk mendalami aliran dana, praktik gratifikasi, dan maladministrasi perizinan.
Modus utama terungkap berupa permintaan uang pelicin. Permintaan itu terjadi meski pemohon telah memenuhi seluruh dokumen yang disyaratkan oleh aturan perizinan bangunan.
Tidak hanya pemerasan, penyidik juga menemukan pelanggaran serius dalam penerbitan izin. Sejumlah izin PBG dikeluarkan tanpa dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas), dan tanpa kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah.
Atas penetapan tersangka, Bupati Buleleng segera menunjuk Asisten III sebagai Plh Kepala DPMPTSP, guna menjamin pelayanan publik tetap berjalan.
Skandal ini turut menimbulkan kekhawatiran luas. Pelaku usaha kehilangan kepercayaan terhadap sistem pelayanan perizinan.
Pihak Kejaksaan menegaskan bahwa praktik pemerasan tersebut jelas melanggar peraturan perundang-undangan, di antaranya:
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
PP No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung
Permen ATR/BPN No. 13 Tahun 2021 tentang KKPR
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa bisnis dalam perizinan adalah bentuk korupsi struktural yang merusak keadilan tata ruang dan iklim investasi daerah.
Kejati Bali berkomitmen menuntaskan perkara ini. Kepala Kejati Ketut Sumedana menegaskan, “Kami ingin beri efek jera. Jangan ada lagi izin dibisniskan,”kunci Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung RI. (Lft).