INSERTRAKYAT.COM ,ACEH SELATAN — Hari itu, suasana Gampong Fajar Harapan di Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, masih seperti biasa. Aktivitas masyarakat setempat berjalan dengan baik, seolah tak terjadi apa-apa.
Namun saja, tak ada yang menyangka, di sebuah rumah sederhana, Halimi, warga kampung itu, ketika ia masuk ke ruang tamu, pandangannya langsung tertuju pada sesuatu yang tidak wajar. Pintu rumahnya terbuka lebih lebar dari biasanya, engselnya rusak. Laci berantakan, barang-barang berharga hilang. Seolah rumah yang selalu ia rawat dengan penuh cinta telah dinodai oleh tangan asing. “Maling”, teriak dia 99 kali.
Hatinya bergetar. Ia berdiri sambil tercengang. Dalam sekejap, tempat tinggal yang selama ini ia anggap benteng perlindungan berubah menjadi tempat yang menakutkan. Bayangan pencuri yang masuk di malam hari menari di kepalanya. Nafasnya sesak setelah mencukupi teriakan 150 kali.
Sekitar 40 menit kemudian, Halimi lalu menguatkan hati. Dalam benaknya tidak boleh diam begitu saja. Dengan langkah cepat, ia lalu menuju kantor polisi. Untungnya kantor tidak kosong melompong.
Di Mapolres Aceh Selatan, laporan Halimi langsung dicatat resmi. Ia menuturkan dengan detail apa yang ia temukan di rumahnya. Suaranya kadang bergetar, matanya sesekali berkaca-kaca. Baginya, kehilangan barang memang menyakitkan, tetapi yang lebih menakutkan adalah rasa aman yang dirampas.
“Rumah saya dibobol, Pak. Tolong tangkap pelakunya,” ucap Halimi. Polisi pun mengangguk – nganguk sambil menenangkan pelapor.
“Tolong tangkap pelakunya” kalimat korban, itu menjadi awal dari perburuan. Polisi tahu betul, laporan seperti ini tidak bisa menunggu. Waktu adalah kunci. Dan POLRI UNTUK MASYARAKAT.
Tak berselang lama, Tim Opsnal Satreskrim Polres Aceh Selatan langsung bergerak. Waktu itu juga mereka menggelar rapat singkat. Nama-nama kemungkinan pelaku dicatat, jalur informasi dibuka, saksi dipanggil. Hidung tajam penyidik bekerja menelusuri jejak samar di kampung yang sunyi. Kordinasi diperkuat (apik).
Penyelidikan yang intensif akhirnya memberi titik terang. Dari pengakuan saksi dan informasi yang terkumpul, polisi mendapati satu nama terparkir di catatan keterangan saksi. Dia adalah inisial YA, usia 28 tahun, warga Gampong Paya Laba, Kecamatan Kluet Timur.
YA bukan nama asing. Ia dikenal lincah, gesit, dan sering berpindah tempat. Begitu mendengar dirinya dicari polisi, ia melarikan diri. Tujuan pelariannya adalah Banda Aceh. Mungkin ia merasa kota besar bisa menyembunyikannya. Mungkin ia mengira aparat akan sulit melacak.
Namun yang ia lupa, setiap langkah meninggalkan jejak. Dan polisi tahu cara membacanya.
Selasa, 29 April 2025. Pagi baru merekah ketika Tim Opsnal Satreskrim memulai perjalanan jauh menuju Aceh Besar. Tujuan mereka adalah Gampong Tungkop, Kecamatan Darussalam. Informasi terakhir menunjukkan YA berada di sana.
Mobil patroli melaju menembus jalan lintas Sumatra. Angin kencang berhembus di luar jendela, mata para penyidik fokus. Setiap kilometer terasa berarti. Di pikiran mereka, wajah Halimi yang cemas terus terbayang. Mereka tidak ingin mengecewakan korban.
Tiba di Gampong Tungkop, suasana begitu ramai. Mahasiswa hilir-mudik, warung kopi dipenuhi obrolan, dan aktivitas sehari-hari berjalan normal. Namun di balik keramaian itu, ada operasi diam-diam. Tim menyebar, menyusuri gang, mengamati rumah-rumah kontrakan, mencari tanda keberadaan YA.
Hingga akhirnya, sosok itu terlihat. YA. Tubuhnya tampak biasa saja, namun langkahnya gelisah. Seperti seseorang yang selalu menoleh ke belakang, takut dikejar bayangan.
Tim opsnal bergerak serentak. YA kaget, matanya melebar. Ia sempat mencoba bertanya, tetapi tidak ada waktu. Tangan kokoh polisi langsung memborgolnya.
“Sudah cukup. Kamu ikut kami,” ujar seorang petugas.
Wajah YA pucat pasi. Seolah tak percaya, pelariannya berakhir di sebuah kampung mahasiswa. Tidak ada drama panjang, tidak ada perlawanan YA. Hanya keheningan yang sesekali pecah oleh suara borgol mengunci pergelangan tangannya.
Sore harinya, berita penangkapan menyebar. Warga Aceh Selatan merasa lega. Polisi berhasil membuktikan komitmennya.
Kapolres Aceh Selatan, AKBP T. Ricki Fadlianshah, melalui Kasat Reskrim Iptu Narsyah Agustian, memberikan keterangan resmi. Dia menegaskan polri serius menangani kasus dan melayani masyarakat.
“Penangkapan ini bukti komitmen kami memberikan rasa aman kepada masyarakat. Meski barang bukti tidak ditemukan, saksi dan alat bukti lain cukup kuat. YA resmi tersangka. Penyidikan akan terus kami dalami,” tegasnya dihadapan publik.
Kabar penangkapan YA sampai ke telinga Halimi. Ia duduk di kursi ruang tamunya, kali ini tanpa rasa cemas. Ada kelegaan di wajahnya. Ia tahu barang-barangnya mungkin belum kembali, tapi rasa aman yang hilang mulai pulih.
“Alhamdulillah, cepat sekali ditangkap. Terima kasih kepada polisi,” ucapnya.
Bagi Halimi, yang terpenting bukan hanya ganti rugi, tapi kepastian bahwa rumahnya tak lagi dihantui bayangan pencuri.
Peristiwa ini menjadi bahan obrolan warga. Di warung kopi, orang-orang membicarakan betapa cepat polisi bergerak. Ada yang kagum, ada yang mengingatkan agar tetap menjaga rumah, ada juga yang mengaitkan dengan kondisi sosial.
“Anak muda sekarang banyak yang terseret jalan salah,” kata seorang Nd, warga. “Seharusnya cari kerja, bukan cari masalah,”sindirnya.
Sementara pelaku, YA kini duduk di ruang penyidikan Polres Aceh Selatan. Ia dijerat Pasal 362 KUHP tentang pencurian, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Hukuman penjara sudah menunggu.
Bagi YA, satu malam kelam di Gampong Fajar Harapan kini harus dibayar dengan tahun-tahun panjang di balik jeruji.
Kejadian ini berlangsung pada 29 April 2025. Dan tercatat di Aceh Selatan sebagai Hari [masa] ketika sebuah kasus pencurian terungkap cepat, bahkan kurang dari sehari. Hari ketika aparat menunjukkan taring hukum. Dan hari ketika warga kembali bisa tidur dengan nyenyak.
Bagi masyarakat, peristiwa ini adalah pukulan keras. Bahwa kejahatan mungkin bisa mengusik, tetapi tidak akan bertahan lama. Hukum selalu mencari, menemukan, dan mengakhiri. Karena Polisi serius kasus ini terungkap.
Berkontribusi dalam penulisan artikel ini adalah Miftahul Jannah |Editor: Isma. (Liputan:Zam).