INSERTRAKYAT.com, Aceh Timur – Sudah empat hari masyarakat Gampong Panton Rayeuk T, Kecamatan Banda Alam, enggan pulang ke rumah. Mereka memilih bertahan di kantor camat sejak Minggu (24/8/2025), meski kualitas udara dinyatakan aman oleh pemerintah.

Puluhan kepala keluarga terdiri orang dewasa dan anak-anak masih mengungsi. Kamis, (28/8). Warga mengaku udara di desanya tercemar bau menyengat yang memicu sakit tenggorokan, hidung, sesak napas hingga muntah-muntah.

Sumber bau, menurut warga, berasal dari salah satu sumur migas PT Medco yang berjarak 1,2 kilometer dari pemukiman. Perusahaan diketahui melakukan perawatan sumur sejak 2 Agustus 2025 lalu dan menyatakan proses selesai pada 24 Agustus.

Kasus serupa pernah terjadi September 2023. Saat itu, sebanyak 80 KK Dusun Buket Mamplam juga mengungsi akibat bau gas dari aktivitas migas. Trauma itu masih membekas di ingatan masyarakat.

Polisi Pastikan Udara Aman

Satuan Brimob Polda Aceh melalui Unit KBRN Detasemen Gegana telah melakukan pengecekan udara di lokasi. Hasil pemeriksaan dinyatakan aman, tidak ditemukan gas berbahaya.

Kapolres Aceh Timur, AKBP Irwan Kurniadi, meminta warga tetap tenang. Ia menegaskan personel Gegana memeriksa tiga titik di desa dengan didampingi warga, hasilnya aman.

Namun, investigasi Persatuan Wartawan Aceh Timur (PESAWAT) mencatat, aktivitas warga berangsur normal di gampong, meski sebagian besar tetap bertahan di kantor camat.

Tokoh masyarakat mengaku kurang puas dengan hasil pengecekan. Menurut mereka, bau gas memang ada meski hasil laboratorium menyatakan sebaliknya.

Sejumlah warga mengaku bau muncul pada waktu subuh. Padahal, tim detektor bekerja mulai pukul 08.00 WIB. Kondisi ini membuat temuan lapangan berbeda dengan hasil resmi pemeriksaan.

“Bau itu tidak setiap waktu. Kadang subuh terasa, lalu hilang,” ungkap seorang tokoh desa. Dibanding 2023, bau kali ini lebih ringan, tetapi tetap menimbulkan keresahan.

Masyarakat berharap pemerintah dan perusahaan serius menindaklanjuti keluhan. Mereka meminta dua syarat utama: limbah dari pencucian sumur segera dipindahkan, serta adanya kepastian kompensasi kerugian.

Dalam rapat awal, PT Medco pernah menawarkan kompensasi Rp1 juta per KK. Warga menilai tawaran itu tidak adil karena dianggap sebagai pemaksaan. Mereka menuntut Rp300 ribu per hari sejak perawatan dimulai, dan Rp500 ribu per hari bagi keluarga yang mengungsi.

“Warga butuh kepastian, bukan janji. Limbah harus dipindahkan, udara dipastikan steril, kompensasi diberikan. Kalau syarat ini terpenuhi, baru kami pulang,” tegas tokoh masyarakat.

Posko Pengaduan

Menanggapi keresahan, Pemkab Aceh Timur bersama aparat membentuk posko pengaduan. Kabag Ops Polres, Kadis Lingkungan Hidup, dan Kepala Dinas Kesehatan turun langsung ke lokasi untuk menampung keluhan.

Polisi menegaskan, pemeriksaan udara di tiga titik rawan tetap menunjukkan kondisi aman. Namun, trauma masyarakat membuat kepastian keamanan lingkungan menjadi kunci utama agar mereka mau kembali ke kampung halaman. (Mhd Iqbal).

Terbaru