Ketapang, Insertrakyat.com,– Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kayong Utara menyilang sisi gelap PT. Kalimantan Agro Pusaka (KAP), dalam polemik BPJS ketenagakerjaan bagi karyawan dan Buruh perusahaan tersebut. Sabtu, (8/3/2025).

Syaeful Hartadin, anggota DPRD Kayong Utara, mengungkapkan bahwa Pemkab Kayong Utara berpotensi mengalami kerugian akibat kebocoran dana BPJS Kesehatan yang digunakan untuk membiayai sebagian karyawan PT. KAP.

Menurutnya, sejumlah karyawan tidak mendapatkan jaminan kesehatan maupun keselamatan kerja dari perusahaan, meskipun mereka bekerja di salah satu perusahaan perkebunan besar di wilayah tersebut.

“Saat reses di Kecamatan Seponti dan Teluk Batang, kami menemukan fakta bahwa banyak pekerja PT. KAP yang menggunakan BPJS yang dibiayai Pemda, bukan BPJS Ketenagakerjaan dari perusahaan,” ungkapnya.

Selain itu, kondisi fasilitas kesehatan di perkebunan dinilai tidak memadai. Klinik yang tersedia tidak memiliki dokter tetap, sehingga pekerja sulit mendapatkan layanan kesehatan yang layak.

Syaeful menegaskan bahwa pemerintah harus segera menertibkan PT. KAP agar tidak terus merugikan daerah serta melanggar hak-hak pekerja.

“Perusahaan sebesar PT. KAP harus patuh pada aturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Jika ada pelanggaran, pemerintah wajib bertindak tegas,” ujarnya.

Di sisi lain, Federasi Serikat Buruh Kalimantan Barat (SERBUK Kalbar) juga mengecam dugaan pelanggaran yang dilakukan PT. KAP.

BACA JUGA :  Begal Payudara di Sinjai Divonis 18 Bulan Penjara

Menurut Verry Liem, perwakilan SERBUK Kalbar, sistem K3 adalah hak normatif pekerja yang wajib dipenuhi perusahaan sesuai regulasi yang berlaku. Jika benar PT. KAP tidak memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja yang layak, maka hal tersebut termasuk dalam kategori pelanggaran hukum.

“Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah jelas mengatur kewajiban perusahaan dalam menjamin keselamatan pekerja. Jika perusahaan abai, maka harus ada tindakan hukum,” tegasnya.

Lebih lanjut, Verry meminta pemerintah daerah lebih aktif dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan besar yang beroperasi di wilayahnya. Ia juga mengusulkan adanya peraturan daerah (Perda) yang mengatur kepatuhan perusahaan terhadap hak-hak pekerja.

“Jika terbukti BPJS pekerja dibebankan pada anggaran pemerintah, ini adalah masalah serius yang harus diselidiki. Dinas Pengawas Ketenagakerjaan harus segera bertindak,” ujarnya.

Ia juga mengimbau para pekerja untuk berani melapor jika hak mereka tidak dipenuhi, serta tidak takut menghadapi intimidasi dalam memperjuangkan kesejahteraan mereka.

Kasus ini berpotensi dibahas lebih lanjut dalam audiensi yang melibatkan DPRD, Pemda, serta perwakilan PT. KAP guna mencari solusi yang adil bagi seluruh pihak. Dikutip laporan Berita Investigasi, pada Sabtu, (8/3/2025).

BACA JUGA :  Terkait Base Camp Proyek D.I Borong Pao Sontak Dijawab, BPJS Ketenagakerjaan Belum!

Vonis Hakim PN Ketapang Terhadap Terdakwa Wahid (Rakyat).

Tak kalah hangat, terkait Perkara dugaan perusakan aset milik PT. Kalimantan Agro Pusaka (KAP) terus menarik perhatian publik.

Kasus ini menyeret seorang buruh perkebunan bernama Abdul Wahid alias Wahid bin (Alm) Sodikin ke meja hijau, setelah ia didakwa merusak fasilitas perusahaan tempatnya bekerja.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Ketapang pada Senin, 24 Februari 2025, Wahid dijatuhi hukuman satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan.

“Menjatuhkan pidana selama satu bulan, dengan ketentuan pidana tidak dijalani jika dalam tiga bulan masa percobaan terdakwa tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Ketua Majelis Hakim, Josua Natanael, didampingi hakim anggota Aldilla Ananta dan Kunti Kalma Syita.

Putusan ini merupakan hasil kesepakatan damai antara Wahid dan pihak perusahaan, sebagaimana tertuang dalam Surat Pernyataan Bersama yang ditandatangani pada 12 Januari 2025. Dalam surat tersebut, Wahid menyampaikan permintaan maaf, sementara perusahaan menyatakan tidak akan menuntut ganti rugi atas insiden yang terjadi. Meski begitu kasus ini sempat bergulir begitu lama dari 2024.

Peristiwa ini bermula pada 29 Juni 2024, ketika PT. KAP mengalihkan tenaga kerja dari Divisi 8 ke Divisi 7 untuk membantu proses panen. Keputusan tersebut memicu kekhawatiran Wahid yang merasa kebijakan itu akan berdampak pada pengurangan premi atau pendapatan buruh pemanen di Divisi 7.

BACA JUGA :  Pemerintah Perpanjang Keringanan Iuran JKK Lewat Revisi PP 7/2025, Industri Padat Karya Dapat Nafas Tambahan

Tak mampu menahan emosinya, Wahid diduga menendang kaca nako hingga pecah dan merusak perangkat fingerprint perusahaan. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 06.30 WIB di kantor Divisi 7 Estate Sei Sepeti PT. KAP dan langsung mendapat perhatian pihak manajemen.

Setelah peristiwa itu, Wahid mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum akhirnya kasus ini bergulir ke ranah hukum.

Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa vonis pidana bersyarat ini sesuai dengan Pasal 14a ayat (1) KUHP dan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2024.

Atas putusan tersebut, Wahid yang didampingi penasihat hukumnya, Handiman Nainggolan, menyatakan menerima keputusan majelis hakim. Sementara Jaksa Penuntut Umum memilih untuk menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.

Kasus ini telah bergulir sejak Juli 2024, dan berbagai upaya penyelesaian melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) yang melibatkan institusi kepolisian serta kejaksaan tidak membuahkan hasil hingga ke meja hijau dengan vonis  percobaan satu bulan pidana penjara yang tidak dijalani oleh Terdakwa.

TERBARU

PILIHAN