Caption Foto: Ketua Muda Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H., saat memberikan pembinaan kepada hakim PTUN se-Indonesia melalui zoom dari PTTUN Medan, Jumat pekan lalu.

INSERTRAKYAT.com, Jakarta — Ketua Muda Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H., kembali menegaskan dasar hukum acara TUN, khususnya pemeriksaan persiapan dan pemanfaatan putusan sela adalah bagian unsur penting dalam persidangan.

“Kunci persidangan itu ada pada pemeriksaan persiapan. Kalau pemeriksaannya bagus, perkara akan mudah disidangkan sampai akhir,” bunyi keterangan resmi yang diterima Insertrakyat.com, Rabu, (3/9/2025).

Lebih lengkapnya, pesan tersebut telah disampaikan Prof. Dr. H. Yulius dalam acara pembinaan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) se-Indonesia yang digelar secara daring dari PTTUN Medan, Jumat, baru – baru ini.

BACA JUGA :  Kuasa Hukum Jurnalis CMN Ajukan Eksepsi 

Prof Yulius menjelaskan, hakim wajib memberi petunjuk perbaikan gugatan secara jelas. Meski undang-undang tidak mengatur secara eksplisit, konsekuensi hukum tetap berlaku. Jika penggugat tidak memperbaiki gugatan dalam tenggang 30 hari, gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (NO).

Lebih lanjut, ia berharap agar hakim tidak masuk terlalu jauh ke substansi perkara saat memberi petunjuk. Menurutnya, penyempurnaan gugatan bertumpu pada titik temu antara penggugat dan tergugat.

Hakim, lanjutnya, perlu menanyakan dasar hukum keputusan atau tindakan yang digugat. Dengan fokus pada inti persoalan, proses persidangan dapat berlangsung efektif dan tidak melebar.

BACA JUGA :  Ternyata Mahkamah Agung Tolak PK, Berujung Eksekusi Tanah dan Bangunan di Balangnipa, Ini Kata PN Sinjai

Selain pemeriksaan persiapan, Prof. Yulius menekankan pentingnya penggunaan putusan sela. Hakim PTUN, kata dia, jangan ragu menghentikan perkara yang jelas bukan kewenangan absolut peradilan TUN.

Yang mulia mencontohkan sengketa perdata yang diajukan ke PTUN. Meski tidak diatur limitatif dalam hukum acara, praktik ini diperbolehkan berdasar yurisprudensi.

“Tahun 1987–1988 Mahkamah Agung mengeluarkan buku tebal merah tentang sistem pemeriksaan dengan putusan sela,” kenangnya.

Putusan sela, menurutnya, dapat menghemat waktu dan energi. Jika eksepsi absolut diterima karena sengketa masuk ranah perdata dan telah ada putusan perdata yang menentukan pemilik sah, hakim tidak perlu lagi memeriksa saksi maupun bukti.

BACA JUGA :  Hakim Tinggi PT Sulteng Muhammad Yusuf Wafat Saat Berbagi di Pesantren

“Keluarkan saja putusan sela,” tegasnya.

Sebelum menutup arahnya, Prof. Yulius menegaskan bahwa hakim TUN harus mengutamakan substansi dibanding formalitas. Hal ini sejalan dengan hasil pleno Mahkamah Agung yang menegaskan pentingnya menjaga kepastian hukum melalui perbuatan hukum lain yang sudah jelas.

“Tugas mengadili sebenarnya tidak berat kalau Saudara tahu kiat-kiatnya,” ujarnya. “Kecerdasan dan pemahaman mendalam dibutuhkan untuk menyelesaikan perkara secara efektif,” kuncinya.


Berkontribusi dalam artikel ini adalah Theo Yonathan Simon Laturiuw/
Syamsul FORSIMEMA RI).

TERBARU

PILIHAN