KAMPAR, INSERTRAKYAT.com —
Insiden pembongkaran fasilitas milik Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, memantik sorotan publik.
Kamis siang, 3 Juli 2025, pos keamanan, portal, lampu jalan, hingga CCTV milik koperasi dibongkar paksa. Aksi dilakukan sekelompok orang yang dikawal oknum berseragam lengkap.
“Itu tanah bersertifikat. Milik sah koperasi, bukan lahan sengketa,” kata Nusirwan, Ketua KOPPSA-M kepada Insertrakyat.com, Sabtu, (5/7/2025).
Tiga tokoh adat setempat turut angkat bicara. Mereka menegaskan, fasilitas yang dibongkar berdiri di atas tanah milik koperasi. Tidak tumpang tindih dengan tanah masyarakat sebagaimana diklaim oleh oknum.
Klaim sengketa oleh Kepala Desa Pangkalan Baru pun dibantah. Menurut pengurus koperasi, tidak ada proses hukum yang tengah berlangsung di lahan tersebut.
Aksi pembongkaran terjadi sekitar pukul 12.56 WIB. Satu unit Dump Truck bernomor polisi BM 8662 AO terlihat mengangkut barang hasil pembongkaran menuju halaman Polsek Siak Hulu.
Tidak ada pemberitahuan resmi sebelumnya. Koperasi merasa tak diberi ruang klarifikasi. Sebab itu, Koperasi melapor ke Polda Riau dengan Nomor: STTLP/B/294/VII/2025/SPKT/POLDARIAU. Mereka menuding adanya pelanggaran Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan.
Terlapor utama dalam laporan tersebut adalah Yusry Erwin. Ia disebut berperan bersama dua mantan pengurus, Mustakim dan Aprinus, dalam upaya penjualan ilegal lahan koperasi kepada seseorang bernama Suratno.
“Transaksi itu tidak sah. Sertifikat atas nama koperasi. Tak bisa dijual seenaknya,” ujar Nusirwan.
Kuasa hukum koperasi, Herry Supriyadi, SH, MH, menyebut tindakan ini sebagai bentuk penyimpangan prosedural. Sementara itu, rekan kuasa hukum, Ryand Armilis, SH, MH, menyebut ada dugaan pelanggaran etika dan kewenangan aparat.
“Fasilitas dibongkar tanpa dasar hukum dan prosedur yang benar,” kata Ryand.
Laporan ke Divisi Propam Mabes Polri segera diajukan. Koperasi mendesak pengusutan tuntas terhadap oknum berseragam yang diduga menyalahgunakan kewenangan.
Reaksi keras juga datang dari politisi PDIP, Roland Aritonang. Ia menyesalkan keterlibatan personel Tim RAGA Polda Riau dalam aksi tersebut.
“Jika Tim RAGA justru melakukan tindakan premanisme, ini bahaya,” ujar Roland.
Menurutnya, unit khusus seperti Tim RAGA harus netral dan profesional. Keterlibatan mereka justru mencederai institusi dan menambah kecurigaan publik.
Ketua KOPPSA-M, Nusirwan, menyebut insiden ini sebagai bentuk perampasan hak rakyat. Ia menegaskan bahwa koperasi berdiri atas badan hukum yang sah, dan seluruh fasilitas memiliki dokumen legal.
“Kami ini koperasi sah. Kalau fasilitas resmi bisa dihancurkan seenaknya, di mana keadilan bagi rakyat?”
Ia menegaskan bahwa perjuangan koperasi belum selesai. Jalur hukum akan ditempuh hingga ke tingkat pusat demi menegakkan keadilan bagi petani sawit anggota koperasi.
Menurut keterangan pengurus, pembongkaran dilakukan tanpa surat tugas, tanpa berita acara, dan tanpa pendampingan dari pihak koperasi. Dump truck langsung mengangkut seluruh fasilitas ke Polda Riau.
“Kami tidak diajak bicara. Tak ada surat. Tiba-tiba semua dihancurkan dan diambil,” keluh pengurus koperasi.
Kisruh bermula dari klaim seorang warga bernama Suratno. Ia mengaku membeli sebagian lahan koperasi dari Mustakim dan Aprinus. Namun, koperasi menolak transaksi itu karena tak melalui rapat anggota dan tidak sah menurut anggaran dasar.
Pengurus koperasi menduga, pembongkaran adalah langkah paksa untuk menguasai lahan secara sepihak, sekalipun proses hukum jual beli itu masih berlangsung.
Yang membuat publik geram, pembongkaran dikawal sekitar 25 orang berseragam polisi. Mereka mengaku bagian dari Tim RAGA, unit khusus Polda Riau yang semestinya bertugas memberantas premanisme.
Namun kali ini, dugaan premanisme justru datang dari arah aparat sendiri.
“Kami yang punya lahan, tapi kami yang diintimidasi,” ucap pengurus koperasi.
Koperasi mendesak Kapolda Riau turun tangan langsung. Mereka ingin ada evaluasi total terhadap unit khusus, serta penyelidikan internal terhadap dugaan pelanggaran etik oleh oknum polisi.
“Kami bukan penjahat. Kami pemilik sah. Tapi kami diperlakukan seolah pelaku,” kata salah satu pengurus.
Insiden ini menjadi potret buram penegakan hukum agraria di tingkat lokal. Ketika hukum berpihak pada yang kuat dan bersenjata, maka keadilan rakyat bisa runtuh seketika.
Koperasi KOPPSA-M bertekad melanjutkan perjuangan lewat jalur konstitusional. Mereka menegaskan bahwa hak-hak petani tak boleh dikorbankan oleh permainan kuasa dan kepentingan pribadi.
“Kami percaya hukum masih ada. Kami akan lawan semua penyimpangan dengan cara yang sah,” tutup Nusirwan.
(PEWARTA : ROM |EDITOR : SUP/Insertrakyat.com).