JAKARTA, INSERTRAKYAT.COM,- Kalau dunia birokrasi punya garasi, maka Kementerian Keuangan kini sedang membuka kap mesinnya. Di dalamnya, bukan oli atau piston yang bocor, tapi source code dan sistem pajak bernama Coretax — proyek raksasa yang seharusnya jadi turbo digital bangsa, namun justru tersendat di tanjakan.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa datang bukan sebagai birokrat biasa, tapi seperti montir balap yang frustrasi melihat mesin mewah tersendat.
Dan pada Jumat (24/10), di depan jurnalis, (media berefing). ia menekan gas penuh — tanpa rem basa-basi.
“Begitu mereka dapat source code-nya, dilihat sama orang saya, dia bilang, wah, ini programmer tingkat baru lulusan SMA,” ucapnya datar, tapi efeknya seperti ledakan knalpot di ruang tertutup.
Kalimat itu menyetrum ruangan, jurnalis terdiam sejenak, lalu riuh, sadar bahwa menteri ini baru saja menelanjangi proyek teknologi bernilai miliaran rupiah dengan satu kalimat pendek.
Coretax digadang-gadang sebagai mesin pengelolaan pajak nasional paling canggih yang pernah dibuat. Digarap konsorsium asing LG CNS–Qualysoft, proyek ini sudah berjalan empat tahun. Biayanya fantastis, sistemnya kompleks, tapi performanya, menurut Purbaya, “tidak sepadan dengan harga spare part-nya.”
Ia menemukan banyak bug, tampilan jadul, arsitektur kacau, bahkan security patch yang tertinggal jauh dari standar global. Ibarat mobil mewah tapi masih pakai karburator.
Ketika tim internal Kemenkeu akhirnya berhasil mendapatkan akses penuh terhadap source code, mereka terkejut. Struktur pemrogramannya seperti buatan murid magang — campur aduk, minim dokumentasi, dan rawan eror.
“Yang dikasih ke kita bukan orang jago-jagonya kelihatannya,” sindir Purbaya.
Sindiran itu bukan sekadar kritik, tapi penegasan bahwa proyek digital pemerintah terlalu sering “dibungkus” jargon, padahal isinya masih manual.
Alih-alih menyalahkan, Purbaya memilih strategi “pit stop darurat.” Ia memerintahkan tim internal Kemenkeu memperbaiki sendiri sistem Coretax, tanpa menambah anggaran, tanpa tender baru, tanpa vendor tambahan.
“Yang memperbaiki ya orang kita sendiri. Gajinya udah dianggarkan kok,” katanya tenang, seperti montir yang sudah siap dengan kunci pas di tangan.
Langkah itu sontak bikin publik kagum. Dalam dunia proyek digital, hal semacam ini langka. Biasanya kementerian akan memanggil konsultan atau vendor baru, lalu membayar lagi dengan harga yang tidak masuk akal.
Namun, kali ini berbeda. Coretax diservis di dalam negeri, oleh mekanik sendiri.
Purbaya tidak berhenti di situ. Ia sadar, memperbaiki mesin saja tidak cukup. Harus diuji.
Tapi bukan dengan birokrat, melainkan dengan “hacker papan atas dunia.”
“Anda jangan kira loh, orang Indonesia tuh hackernya jago-jago banget, di dunia juga ditakutin rupanya,” ujarnya dengan senyum percaya diri.
Purbaya memanggil para ethical hacker lokal untuk menggempur Coretax. Bukan untuk merusak, tapi untuk mengetes keamanan sistem dari serangan nyata.
Salah satu di antaranya bahkan disebut punya peringkat keenam dunia dalam kompetisi cybersecurity. Biasanya mereka dibayar Google dan Microsoft untuk mengetes bug. Kini, mereka bekerja untuk negara.
Hasilnya mengejutkan: level keamanan Coretax yang tadinya di “grade D” melonjak ke “A+”. Dalam istilah balap, dari mobil city car langsung jadi supercar digital.
Komentar “lulusan SMA” mungkin terdengar sinis, tapi sebenarnya itu adalah sindiran cerdas terhadap mentalitas proyek digital pemerintah: besar di anggaran, kecil di kualitas.
Purbaya menantang paradigma lama itu. Ia menunjukkan bahwa talenta lokal mampu memperbaiki sistem besar tanpa biaya tambahan, asal diberi kepercayaan dan ruang inovasi.
Kalimat blak-blakan itu bukan sekadar ledakan ego, tapi strategi komunikasi yang menggugah kesadaran publik. Kini masyarakat bicara tentang pajak dan teknologi — dua hal yang sebelumnya dianggap membosankan.
Begitu potongan video konferensi itu viral, jagat maya mendadak seperti forum otomotif.
Warganet membandingkan Coretax dengan “mobil rakitan mahal tapi mesinnya kopong.”
Ada yang membuat meme Purbaya sedang memegang kunci pas, dengan tulisan: “Tuning Pajak Nasional.”
Namun di balik tawa itu, banyak yang justru memuji.
“Ini baru pejabat yang ngerti mesin, bukan cuma baca laporan,” tulis seorang netizen di X.
Lainnya menambahkan, “Kita butuh lebih banyak Purbaya di tiap kementerian. Bukan cuma manajer, tapi mekanik yang mau turun tangan.”
Gaya bicara lugas, tanpa filter, menjadi magnet baru. Di tengah pejabat yang terbiasa diplomatis, muncul seorang menteri yang bicara dengan bahasa rakyat.
Bagi publik, gebrakan ini bukan sekadar cerita lucu. Ini adalah sinyal bahwa birokrasi bisa disetel ulang seperti mesin balap.
Purbaya memperlakukan Coretax seperti mobil yang baru dibeli bekas: buka kap, cek oli, ukur kompresi, lalu bongkar sendiri kalau perlu.
Dan hasilnya? Sistem pajak nasional kini mulai dirombak dengan pendekatan teknis, bukan administratif.
Ia bahkan memperkenalkan istilah baru: self-maintenance digital governance — pemerintahan yang bisa memperbaiki dirinya sendiri tanpa tergantung vendor.
Konsep ini revolusioner. Dan lucunya, muncul bukan dari konferensi akademik, tapi dari mulut seorang menteri yang gemar menembak langsung ke jantung masalah.
Di balik tepuk tangan publik, aroma ketegangan mulai terasa.
Vendor asing yang dulu menjadi mitra utama tentu tidak senang dijuluki “programmer SMA.” Tapi Purbaya tampaknya sudah siap menghadapi reaksi itu.
Ia menegaskan bahwa audit internal dilakukan untuk kebaikan bersama, bukan penghinaan. Tapi publik tahu, gaya bicaranya sengaja dibiarkan tajam — karena kalau halus, tidak akan terdengar sampai ke luar negeri.
Kini, semua mata tertuju pada satu target: akhir tahun, Coretax harus 100% dikelola tim Kemenkeu sendiri. Tanpa dependensi asing. Tanpa lisensi yang dikunci. Tanpa harus menunggu “izin vendor” setiap kali mau update.
Itu bukan hanya langkah efisiensi, tapi bentuk kedaulatan digital.
Hacker Jadi Patriot Digital
Langkah paling berani Purbaya adalah mengubah persepsi tentang hacker. Dulu mereka dicap kriminal dunia maya, kini mereka jadi tameng negara.
Ia memperlakukan mereka seperti pasukan mekanik Formula 1 — cepat, presisi, dan tahu di mana titik lemah mesin.
Bedanya, medan tempur mereka bukan lintasan aspal, tapi jaringan server, firewall, dan kode enkripsi.
Para hacker ini berhasil mendeteksi celah keamanan yang bahkan vendor lama tidak sadari. Setelah “diserang” berulang kali, sistem Coretax kini tahan gempuran hingga 10 kali lebih kuat dibanding versi awal.
Itulah alasan kenapa Purbaya bangga menyebut mereka sebagai “pit crew bangsa.”
Langkah ini mungkin terlihat kecil, tapi dampaknya besar.
Dengan sistem yang kini mulai stabil, Kemenkeu bisa mengatur ulang pajak dengan transparansi tinggi, integrasi data lebih kuat, dan efisiensi pengawasan yang lebih cepat.
Semua itu dilakukan tanpa tambahan biaya. Artinya, Kemenkeu menunjukkan efisiensi nyata — bukan lewat slogan, tapi lewat debugging.
Dan publik pun menyadari: mungkin inilah menteri pertama yang bicara coding dan keamanan siber di podium keuangan negara.
Sindiran Purbaya mungkin terdengar lucu, tapi justru menggugah banyak pihak.
Bahwa di balik ironi “lulusan SMA,” ada pesan moral: gelar bukan jaminan kualitas, dan proyek besar tidak selalu berarti hebat.
Ia membuktikan, dengan tim kecil tapi niat besar, sistem nasional bisa diperbaiki.
Dan yang paling menarik — ia tidak bersembunyi di balik istilah teknis, tapi berbicara dengan cara rakyat memahami.
Publik melihat Purbaya bukan hanya menteri, tapi engineer reformasi digital yang menyalakan mesin kepercayaan publik.
Langkah berani Purbaya membuka babak baru dalam sejarah digital pemerintahan.
Ia tidak menunggu vendor, tidak menunggu tender, tidak menunggu konferensi. Ia langsung turun ke bengkel, mengecek baut-baut sistem pajak yang longgar.
Kini, setelah hacker lokal membantu memperkuat rangka Coretax, sistem itu sudah jauh lebih kokoh.
Level keamanannya naik, efisiensinya meningkat, dan rasa percaya diri bangsa tumbuh.
Publik tertawa karena gaya bicaranya ceplas-ceplos. Tapi di balik tawa itu, ada tepuk tangan yang tulus. Karena di tengah kabut birokrasi, muncul satu menteri yang berani menyalakan lampu jauh — dan gaspol ke arah kemandirian digital.
Mungkin beginilah wajah baru birokrasi: bukan lagi sekadar ruangan rapat, tapi bengkel ide, di mana pejabat berani pegang kunci pas, bukan cuma pena.
Dan Purbaya, tanpa disadari, sedang menjadi mekanik sejarah — membedah Coretax bukan untuk menghancurkan, tapi agar mesin pajak bangsa bisa kembali meraung kencang di lintasan global. BACA JUGA: TNI -Polri Repot Bersihkan Tai CPO di Jalan Raya

BACA JUGA: DJP Catat Ledakan Pajak Digital Rp42,53 Triliun Hingga September 2025
BERITA KORUPSI PAJAK: KPK Pengen Tangkap Oknum Pejabat Pajak, Bermain Sponsorship dan Valas
KONGKALIKONG: Indonesia Batuk Keras Gegara Rokok Ilegal Asal Thailand, Kerugian Negara Rp91 Miliar
PILIHAN REDAKSI: Terkuak, Imbas Aktivitas Raja Rokok Ilegal, Negara Rugi Rp 1,6 Miliar!












































