SWISS, INSERTRAKYAT.COM — Siapa sangka, diplomasi anti korupsi Indonesia kini menembus panggung dunia bukan lewat dokumen kebijakan, melainkan melalui karya seni. Film “Nyanyi Sunyi Dalam Rantang” karya Garin Nugroho bersama Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) membuktikan bahwa integritas dapat berbicara lewat bahasa universal –kemanusiaan.
Film ini mengharumkan nama Indonesia setelah meraih Humanitarian Cinema Award di ajang Human Rights Film Festival Lugano 2025 di Swiss, 12–19 Oktober 2025. Para juri menilai karya tersebut memiliki kekuatan sinematik dan kedalaman spiritual yang menembus batas film pada umumnya.
Namun, penghargaan itu bukan sekadar capaian artistik. Bagi KPK dan Stranas PK, ini adalah bentuk diplomasi moral Indonesia di tingkat global—pesan bahwa perang melawan korupsi bukan hanya urusan hukum, melainkan perjuangan kemanusiaan demi keadilan sosial.
“Keprihatinan saya atas situasi yang mematikan hak dan suara mereka yang lemah,” ujar Garin Nugroho saat menerima penghargaan. Ia menegaskan, film ini bukan propaganda, melainkan ruang refleksi publik untuk menumbuhkan empati dan kepercayaan antara warga dan negara.
Diangkat dari kisah nyata korban ketimpangan hukum, “Nyanyi Sunyi Dalam Rantang” menyingkap wajah kemiskinan, kehilangan tanah, dan ketidakadilan. Juru Bicara KPK kepada INSERTRAKYAT.COM, dalam keterangan resminya, menyebut nama, pendekatan humanis ini sejalan dengan semangat KPK dan Stranas PK. “Mulai dari semangat melihat korupsi bukan sekadar kejahatan keuangan, tetapi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Budi di Jakarta, Selasa.
“Lewat layar, Indonesia berbicara jujur pada dunia, bahwa, seni bisa menjadi senjata paling halus untuk melawan korupsi,” kuncinya.
Penulis: Lutfi