MEDAN, INSERTRAKYAT.COM – Persoalan tanah kembali memicu kegaduhan di Kabupaten Deli Serdang. Selasa, (19/8/2025). Kali ini, polemik muncul di Desa Marendal II, setelah Kepala Desa Juprianto dan Kepala Dusun VII Suheri diduga terlibat dalam pengurusan surat tanah yang menimbulkan konflik di kalangan ahli waris keluarga besar Alm. Tagor Sinaga.

Mulanya, pada November 2023. Suheri, selaku Kadus VII, melakukan pengukuran lahan milik Alm. Tagor Sinaga. Pengukuran itu dilakukan tanpa sepengetahuan seluruh ahli waris.

Dellin br Sinaga, salah seorang ahli waris, mengaku keberatan saat melihat aktivitas tersebut. Ia menanyakan langsung kepada Suheri, namun jawaban yang diterima justru terkesan menghindar.

“Saya tanya ngapain diukur tanah bapak saya, jawabannya gak jelas. Padahal saya sudah bilang tanah itu bermasalah. Tapi Suheri hanya bilang aman,” kata Dellin.

Kejadian itu semakin menimbulkan tanda tanya ketika pada Februari 2024, muncul 11 surat tanah atas nama anak-anak Tiarni Hotmaida, anak tertua Alm. Tagor Sinaga. Padahal, almarhum memiliki 12 anak yang semestinya punya hak sama berdasarkan SK Bupati Deli Serdang tertanggal 30 Desember 1981.

Lebih jauh, keluarga mengungkapkan bahwa almarhum pernah membuat surat wasiat pada 1994 yang diketahui Kepala Desa saat itu. Surat tersebut menyebutkan Tiarni Hotmaida hanya sebagai wakil dari 12 saudaranya, bukan pemilik tunggal.

Penerbitan 11 surat tanah baru inilah yang memicu kemarahan ahli waris. Mereka menduga proses itu tidak terlepas dari campur tangan Kadus VII dan Kades Marendal II.

“Kami merasa dirugikan. Hak kami diabaikan, dan tanah warisan orang tua seolah dipindahkan hanya ke satu pihak,” ujar salah seorang ahli waris dengan nada tegas.

Sementara itu, Kades Marendal II, Juprianto, ketika dikonfirmasi, membantah melakukan pelanggaran. Ia mengaku hanya menindaklanjuti permintaan Tiarni Hotmaida berdasarkan SK Bupati.

“Ibu Tiarni datang meminta dibuatkan surat. Kami tidak diperlihatkan dokumen pendamping, termasuk surat pinjam nama. Jadi tidak ada alasan bagi kami menolak,” kata Juprianto.

Namun, keterangan itu dipersoalkan ahli waris. Mereka menyebut surat pinjam nama tercatat di kantor desa sejak 1994, sehingga mustahil Kades tidak mengetahuinya.

Kini, polemik kian berkembang menjadi sengketa keluarga yang berpotensi masuk ke jalur hukum. Ahli waris menegaskan akan menempuh langkah hukum untuk memperjuangkan hak mereka sekaligus meminta aparat menyelidiki dugaan keterlibatan perangkat desa. (Rz/Insertrakyat.com).