Ringkasan Artikel, “Jaksa Agung ingin memastikan regenerasi tidak hanya mencetak Jaksa cerdas, tetapi juga Jaksa berjiwa nurani. Integritas adalah harga mati”
JAKARTA, INSERTRAKYAT.com –
Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, melantik 350 Jaksa baru lulusan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXXII (82) Gelombang II Tahun 2025. Prosesi pelantikan berlangsung khidmat di Badan Diklat Kejaksaan RI, Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Dalam sambutannya, Jaksa Agung menegaskan pentingnya integritas dan keadilan substantif sebagai fondasi utama profesi Jaksa. Ia mengingatkan bahwa perubahan status dari calon Jaksa menjadi Jaksa sejati harus diiringi perubahan mental, pola pikir, dan pola kerja.
Jabatan Jaksa adalah amanah besar. Kewenangan yang dimiliki Jaksa, kata Burhanuddin, harus dijalankan dengan moralitas, integritas, dan profesionalitas tinggi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan, Kejaksaan tidak membutuhkan Jaksa yang hanya pintar tanpa moral. “Saya tidak butuh Jaksa yang pintar tapi tidak bermoral, atau cerdas tapi tidak berintegritas. Saya butuh Jaksa yang pintar sekaligus bermoral,” tegasnya.
ST Burhanuddin mengutarakan bahwa, profesi Jaksa bukan hanya tentang menegakkan hukum secara tekstual, tetapi menegakkan keadilan yang hidup dalam hati nurani masyarakat.
“Keadilan tidak ada di dalam buku. Keadilan hidup di hati nurani,” ucapnya.
ST Burhanuddin mengingatkan agar para Jaksa muda tidak terjerat penyalahgunaan kewenangan. Menurutnya, tidak ada tempat bagi Jaksa yang melakukan pengkhianatan terhadap institusi. “Saya tidak akan ragu menghukum siapa pun yang mencederai marwah Kejaksaan,” tegasnya.
ST Burhanuddin menggambarkan bahwa, penegakan hukum sejati harus tajam ke atas dan humanis ke bawah. Ukurannya bukan seberapa banyak perkara yang dibawa ke pengadilan, tetapi sejauh mana Kejaksaan mampu menghadirkan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Jaksa Agung juga memaparkan sejumlah tantangan strategis yang harus dihadapi Jaksa masa depan. Pertama, implementasi KUHP Nasional yang mulai berlaku 2026 menuntut penalaran Jaksa yang matang dan berorientasi pada paradigma keadilan restoratif.
Kedua, di era digital dan kecerdasan buatan (AI), Jaksa harus adaptif terhadap instrumen hukum digital. “Jaksa era milenial wajib memahami kejahatan digital, sekaligus mampu memulihkan kerugian negara dan memperbaiki tata kelola instansi terdampak,” ujarnya.
Ketiga, soal transparansi dan akuntabilitas, Jaksa diwajibkan memedomani Instruksi Jaksa Agung tentang penggunaan aplikasi Case Management System (CMS) dan tata kelola Satu Data. Hal ini, kata ST Burhanuddin, merupakan komitmen terhadap keterbukaan publik.
“Asas transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban moral dan institusional,” tegasnya.
ST Burhanuddin menegaskan kembali pentingnya asas Een en Ondeelbaar — satu dan tidak terpisahkan — yang menjadi dasar kesatuan kebijakan penuntutan. Para Jaksa diminta menjaga jiwa korsa, kesatuan tata pikir, tata laku, dan tata kerja di mana pun mereka ditempatkan.
“Jaksa harus siap ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia, mampu beradaptasi dengan budaya lokal, dan belajar bahasa daerah setempat,” pesan Jaksa Agung.
Ia juga mengingatkan agar seluruh Jaksa mematuhi Surat Jaksa Agung tentang perilaku bijak di media sosial, hidup sederhana, serta menghindari gaya hidup hedonistik.
“Jaksa harus menjadi teladan. Hindari hidup konsumtif, tampilkan kesederhanaan, dan jadilah panutan masyarakat,” ucapnya menutup sambutan.
Apresiasi dan Peneguhan Nilai
Dalam kesempatan itu, Jaksa Agung turut memberikan apresiasi kepada lima peserta Diklat PPPJ dari unsur TNI yang berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik. Ia berharap sinergi antara Kejaksaan dan TNI terus terjalin dalam semangat penegakan hukum dan pertahanan negara.
Burhanuddin menegaskan, seluruh Jaksa wajib menanamkan nilai Tri Krama Adhyaksa: Integritas, Profesional, dan Akuntabel dalam setiap langkah pengabdian. “Jadilah Jaksa yang membawa martabat, bukan yang mencoreng nama institusi,” tandasnya.
Penulis: Miftahul Jannah










































