Jakarta Insertrakyat.com– Di tengah derasnya arus hukum yang kerap membelenggu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) kembali menghadirkan keadilan yang memberi ruang bagi pemulihan. Pada Rabu, 5 Maret 2025, setelah ekspose perkara secara virtual, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, mengabulkan empat dari lima permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme restorative justice.
Salah satu perkara yang mendapatkan penghentian penuntutan adalah Wiwin Ramadhan bin Wahidin dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, yang terseret kasus pencurian. Selain itu, tiga perkara lain yang mendapat pengampunan hukum meliputi:
Anthoni Istia (Kejari Maluku Tengah), tersangkut perkara penganiayaan.
Rifal Rinaldi alias Rifal (Kejari Rokan Hulu), menghadapi kasus penggelapan.
Geri Priadi bin Musa (Kejari Ogan Komering Ulu Timur), berhadapan dengan pasal pencurian dengan pemberatan.
Di antara perkara yang diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif, terdapat satu permohonan yang tidak dikabulkan. M. Dino Aditya Pratama bin Mardono dari Kejaksaan Negeri Bireuen tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan. Ia dijerat Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam. Kejaksaan menilai bahwa tindakannya bertentangan dengan nilai-nilai dasar restorative justice sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
Setiap permohonan penghentian penuntutan melalui restorative justice dipertimbangkan dengan cermat. Perdamaian yang lahir dari ketulusan, penyesalan yang sungguh-sungguh, serta keyakinan bahwa kesalahan tidak akan terulang menjadi dasar keputusan ini.
JAM-Pidum menegaskan agar seluruh Kepala Kejaksaan Negeri yang menangani perkara melalui mekanisme restorative justice segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2). “SKP2 sesuai aturan yang berlaku,”tegasnya dikutip keterangan resmi Kapuspenkum Dr Harli Siregar di Jakarta, Kamis, (6/3/2025).
Senada kata Nadiya salah satu Individu asal kota Blitar, ia menyatakan Hukum hadir untuk menegakkan keseimbangan. Ada yang harus menerima hukuman, ada pula yang diberikan kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar.
“Keadilan tidak selalu berarti menghukum, karena dalam banyak kasus, memberi kesempatan bagi mereka yang ingin berubah adalah bentuk keadilan yang lebih besar. Demikian pula Integritas nilainya tampa takaran,”demikian kecupan Nad, dengan nada dalam – dalam.