BANDA ACEH, INSERTRAKYAT.COM — Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) menyatakan dukungannya terhadap langkah Pemerintah Aceh dalam mempercepat perbaikan tata kelola pertambangan rakyat. Dukungan itu terutama ditujukan pada rencana penerbitan Qanun Pertambangan Rakyat, yang bakal memberi ruang bagi koperasi, organisasi kemasyarakatan, dan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) untuk mengelola sumber daya mineral secara legal. Rabu, (9/4/2025).
Sementara itu, Gubernur Aceh, Mualem, mengatakan selama ini belum ada regulasi khusus yang mengatur praktik pertambangan oleh masyarakat. “Belum ada. Dan segera diupayakan penertiban,”tegasnya. Ia berharap, dengan hadirnya qanun tersebut, pengelolaan tambang rakyat dapat berjalan lebih tertib, berkelanjutan, dan memiliki kepastian hukum.
Menarik ulur, sebelumnya, Ketua Forbina, Muhammad Nur, menyebut persoalan pertambangan rakyat, khususnya tambang emas ilegal, sudah berlangsung lama dan tersebar di berbagai daerah. Berdasarkan data yang ia miliki, luas area tambang emas ilegal di Aceh mencapai lebih dari 6.805 hektar; terbesar di Aceh Barat (3.300 hektar) dan Nagan Raya (2.345 hektar), serta di sejumlah wilayah lainnya seperti Pidie, Aceh Jaya, dan Aceh Tengah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sektor ini perlu perhatian serius dari pemerintah. Bukan hanya demi legalitas, tapi juga demi kepentingan ekonomi rakyat dan perlindungan lingkungan,” kata Nur saat dihubungi Insertrakyat.com, siang tadi.
Nur menilai, langkah Pemerintah Aceh menerbitkan qanun harus dibarengi dengan kebijakan teknis yang memudahkan masyarakat. Salah satunya, usulan untuk mengubah sistem perizinan yang berbasis online menjadi offline, khususnya di wilayah Aceh, agar lebih mudah diakses oleh masyarakat di pedalaman.
“Kalau tetap online, akan menyulitkan masyarakat. Padahal mereka punya potensi dan kemauan untuk ikut serta secara legal dalam tambang rakyat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nur menegaskan bahwa perizinan yang tertata akan memudahkan pengawasan pasca-tambang, menjamin reklamasi, serta mencegah kerusakan lingkungan. Ia juga menekankan pentingnya integrasi kebijakan dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), agar tidak terjadi tumpang tindih dengan UU Pertambangan nasional.
Nur berharap Pemerintah Aceh segera merealisasikan kebijakan tersebut, karena isu pertambangan rakyat tidak hanya menyangkut ekonomi, tetapi juga keberlanjutan lingkungan dan masa depan masyarakat Aceh secara menyeluruh.
Penulis : Rifqi
Editor : Bahtiar