GMPR BENTANG SPANDUK /BALIHO (FOTO/INSERT/ROM).
Pekanbaru, InsertRakyat.com – Sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Eks Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, kembali digelar Selasa (1/7/2025). Persidangan menghadirkan lima saksi penting yang terdiri dari mantan pejabat Pemerintah Kota Pekanbaru.
Saksi-saksi tersebut yakni:
- Zulhelmi Arifin (Eks Kepala Disperindag dan kini Pj Sekda Pekanbaru),
- Yuliarso (Eks Kepala Dinas Perhubungan),
- Martin Manalu (Kabid Prasarana Dinas Perkim),
- Zulfahmi Adrian (Kasatpol PP),
- Yulianis (Eks Kepala BPKAD).
Dalam proses persidangan yang digelar terbuka di hadapan publik, Gerakan Mahasiswa Kepemudaan Peduli Riau (GMPR) menggelar aksi simbolik dengan membentangkan sejumlah spanduk di luar ruang sidang.
Isi spanduk menyoroti keterlibatan Zulhelmi Arifin, khususnya terkait pemberian barang mewah kepada Risnandar. Salah satu spanduk berbunyi:
“Pak Hakim, Tolong Ditanyakan Ini Kepada Bapak Zulhelmi Arifin: Kenapa Belum Diberikan Tugas Padahal Jelas Telah Memberikan Tas Bally kepada Mantan Pj Wali Kota?”
Spanduk lain juga mempertanyakan sumber dana pemberian tersebut:
“Apakah Bapak Zulhelmi Arifin Sudah Memberikan Gratifikasi Baru kepada Wali Kota Terpilih? Dari mana uang yang disetor kepada mantan Pj Wali Kota, apakah hasil korupsi atau tidak?”
Aksi mahasiswa GMPR dipimpin langsung oleh Ketua Umum Ali Junjung Daulay. Ia menyatakan bahwa pembentangan spanduk adalah bentuk desakan moral agar pengadilan tidak mengabaikan fakta-fakta persidangan yang mengindikasikan adanya aliran dana dan pemberian barang kepada pejabat.
“KPK harus bertindak tegas. Nama Zulhelmi Arifin sudah jelas disebut di persidangan, ia tak bisa terus dilindungi,” tegas Ali.
Ali juga menyinggung inkonsistensi kebijakan Pemkot Pekanbaru yang telah menonaktifkan beberapa pejabat lain yang terlibat skandal tersebut, namun tidak berlaku pada Zulhelmi Arifin.
“Zulhelmi Arifin justru tetap menjabat sebagai Pj Sekda. Ini janggal. Sudah jelas ia memberi gratifikasi, bahkan ada bukti tas Bally dan uang tunai,” tambahnya.
Menurut GMPR, terdapat fakta kuat dalam persidangan yang menyebut Zulhelmi Arifin telah memberi:
- Rp5 juta kepada Indra Pomi Nasution di ruang kerja Sekdako pada Maret 2024,
- Rp70 juta dan satu tas Bally senilai Rp8,5 juta kepada Risnandar Mahiwa selama periode Juni hingga November 2024.
“Jika pejabat seperti ini tetap dipertahankan, maka pemerintah kota sama saja melegalkan praktik gratifikasi,” kecam Ali.
GMPR mendesak dua hal:
- Wali Kota Pekanbaru diminta segera mencopot Zulhelmi Arifin dari jabatan Pj Sekda.
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menangkap Zulhelmi Arifin atas dugaan gratifikasi.
Dalam proses persidangan, hakim pun sempat menyampaikan pernyataan bernada sarkastis namun tajam kepada Zulhelmi Arifin:
“Coba tas Bally yang kamu berikan ke eks Pj Wali Kota itu kamu belikan tas sekolah. Berapa banyak anak yang bisa terbantu?”
Pernyataan hakim tersebut dinilai sebagai tamparan moral bagi pejabat yang mengabaikan etika publik dan cenderung melanggengkan budaya gratifikasi di birokrasi.
Sidang terus berlanjut dengan mendalami aliran dana, hubungan antar pejabat, serta motif-motif pemberian gratifikasi yang terjadi dalam masa transisi kepemimpinan di Kota Pekanbaru.
Catatan Redaksi: Ulasan ini ditulis berdasarkan fakta yang terungkap di pengadilan dan pernyataan langsung dari pihak terkait. Setiap pihak yang disebut memiliki hak jawab yang dilindungi oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999. (Duo PJC/Sup/Rom).