Suatu hari, Raja Harun Ar-Rasyid sedang menikmati teh hangat di istana. Tiba-tiba, tiga orang menterinya, yaitu Muh Sabir, Syarifuddin, dan Fahsul Al Fattah, datang dengan wajah cemas.

“Paduka,” kata Muh Sabir, “sahabat kami, Muh Saleh, sudah tujuh bulan tidak memberi kabar.

Terakhir kali ia berkata, ‘Sebentar, aku sedang bersuci (mandi).’ Tapi sampai sekarang, ia belum juga selesai”

BACA JUGA :  Raja Mimpi Melihat Sapi Berkacamata, Abunawas : Ekor Ganjil Kaki Genap

Raja tersenyum dan mengelus janggutnya. “Pasti ini ada hubungannya dengan Abu Nawas. Panggil dia kemari”

Tak lama, Abu Nawas datang dan mendengar cerita mereka. Ia pun pergi untuk menyelidiki.

Sesampainya di rumah Muh Saleh, ia mengetuk pintu kamar mandi dan berseru, “Wahai sahabat, mulai hari ini setiap tetes air harus dibeli. Air akan dikenai pajak oleh Raja”

BACA JUGA :  Raja Mimpi Melihat Sapi Berkacamata, Abunawas : Ekor Ganjil Kaki Genap

Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka. Muh Saleh keluar dengan tergesa-gesa, tubuhnya masih basah. “Apa?. Air harus dibeli?. Kalau begitu, aku sudah selesai bersuci (mandi)”

Abu Nawas tertawa dan kembali ke istana. “Paduka,” katanya, “ternyata bukan Muh Saleh yang terlalu lama bersuci (mandi), melainkan air yang terlalu murah hingga ia lupa waktu”

BACA JUGA :  Raja Mimpi Melihat Sapi Berkacamata, Abunawas : Ekor Ganjil Kaki Genap

Raja pun tertawa mendengar akal Abu Nawas. Sejak itu, rakyat sadar untuk tidak berlama-lama saat bersuci (mandi), sebelum air benar-benar harus dibeli.