PEKANBARU, INSERT RAKYAT — Lonjakan pengungsi Rohingya di Pekanbaru kian mencemaskan.

Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) menegaskan, krisis ini bukan sekadar masalah lokal.

Fakta menunjukkan meningkatnya eksodus etnis Rohingya yang masuk ke Riau.

Tak kurang dari 2.000 pengungsi kini ditampung di area darurat dekat Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru.

Ratusan di antaranya diduga kuat menjadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).

Diduga, pengungsi ini menjadi sasaran jaringan penyelundupan manusia lintas negara.

 

Hal ini mencuat dalam rapat koordinasi tingkat nasional yang digelar pada awal Juli 2025.

Rapat dipimpin langsung oleh Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa, selaku Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa.

Turut hadir dalam rapat tersebut antara lain:

  • Wakil Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho,
  • Perwakilan kementerian dan lembaga lintas sektor,
  • International Organization for Migration (IOM),
  • UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees).

Adhi menyebut, lonjakan pengungsi tidak bisa dipandang sebagai isu regional semata.

“Ini darurat. Ini transnasional. Dan ini harus ditangani serius bersama-sama,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa sejumlah pengungsi terindikasi direkrut dan diselundupkan secara sistematis.

BACA JUGA :  Kejati Riau Naikkan Status Kasus Dugaan Korupsi BUMD Rohil ke penyidikan, Rp 488 Miliar!

Mereka diduga merupakan korban kejahatan lintas batas, termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi kemanusiaan.

“Sebagian besar dari mereka bukan datang sendiri. Ini adalah kerja sindikat,” ujar Adhi menegaskan.

Mereka adalah korban, bukan pelaku kriminal.

Karena itu, menurut Kemenko Polkam, status mereka wajib mendapat perlakuan darurat dan perlindungan kemanusiaan.

Dalam kunjungan lapangan usai rapat, tim gabungan memverifikasi kondisi tenda-tenda darurat.

Tenda pengungsian berdiri di sisi luar Rudenim, berjejer sempit dan rawan penyakit.

Isu kesehatan, keamanan, dan sosial kini mulai membayangi warga lokal dan pengungsi itu sendiri.

Pemerintah pusat melalui Kemenko Polkam pun mendorong solusi cepat dan terukur.

Salah satu opsi konkret yang kini dibahas adalah penempatan sementara pengungsi rentan di Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa).

Namun, opsi ini masih memerlukan koordinasi anggaran, logistik, dan jaminan keamanan antarinstansi.

Kemenko Polkam pun meminta agar daerah tidak merasa sendirian.

Selain itu, Pemerintah pusat, kata dia, akan terus hadir dan memperkuat sinergi.

Dalam konteks hukum internasional, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951.

Artinya, Indonesia tidak terikat secara hukum untuk memberikan suaka permanen.

BACA JUGA :  Kementerian PU Kebut Proyek Raksasa - Riau

Namun Indonesia tetap memegang teguh prinsip non-refoulement dan kemanusiaan universal.

“Indonesia hanya negara transit, bukan negara tujuan,” terang Adhi.

Adhi menambahkan, kebijakan nasional yang diambil ke depan bisa bersifat sementara maupun bersifat push-back.

Tentu dengan syarat utama: tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

Pola penyelundupan yang menyasar kelompok Rohingya menurut Kemenko Polkam bukan hal baru.

Namun tahun ini, eskalasi makin masif dan terstruktur.

Dugaan afiliasi sindikat internasional ikut menyeruak dari hasil pemetaan awal Kemenko Polkam.

Sindikat ini diduga memanfaatkan jalur laut dan darat kawasan ASEAN, termasuk perairan Selat Malaka.

Tidak hanya memperjualbelikan manusia, sindikat ini juga diduga memanipulasi narasi kemanusiaan.

Seolah-olah membawa misi penyelamatan, padahal tujuan akhirnya adalah eksploitasi.

Atas dasar itulah, Adhi menyebut penanganan pengungsi ini tidak bisa menggunakan pendekatan sektoral.

Harus ada satu komando nasional, satu peta jalan penanganan, dan satu strategi transnasional.

Langkah Kemenko Polkam ini sekaligus memberi peringatan dini bagi daerah-daerah lain di Indonesia.

“Pekanbaru hanya salah satu titik masuk. Daerah lain bisa menyusul,” ucapnya.

Adhi mengajak seluruh pemangku kepentingan mengerahkan seluruh instrumen hukum dan kemanusiaan.

BACA JUGA :  PN Tapaktuan Vonis Empat Terdakwa 6–7 Tahun Penjara, Kasus Penyelundupan Etnis Rohingya

Baik dalam aspek penindakan sindikat maupun pemulihan korban.

Wakil Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho menyambut baik intervensi Kemenko Polkam.

Ia berharap keterlibatan pusat dapat meringankan beban daerah dan meredam keresahan publik.

Sementara itu, IOM dan UNHCR menyatakan siap menyalurkan bantuan teknis dan logistik.

Mereka juga sedang mengkaji kemungkinan relokasi kemanusiaan secara sukarela (voluntary repatriation).

Di sisi lain, sejumlah organisasi sipil dan tokoh masyarakat Pekanbaru mengeluhkan kurangnya informasi resmi.

Banyak rakyat khawatir situasi ini dapat berdampak sosial jangka panjang, khususnya soal konflik lahan dan kesehatan lingkungan.

Kemenko Polkam pun berkomitmen memperbaiki komunikasi publik dengan pemerintah daerah.

“Kita akan buat sistem informasi satu pintu, agar tidak simpang siur,” pungkas Adhi.

Pemerintah, tidak lagi reaktif, tetapi proaktif mencegah sejak awal sebelum menjadi bencana sosial.

Pengungsi Rohingya di Pekanbaru kini menjadi tantangan dengan terkait masa depan kebijakan, keamanan nasional, regional, dan kemanusiaan lintas batas.


Editor: Samudera Alumni Lembaga Pendidikan Wartawan Journalist Center Pekanbaru (PJC) Riau. | Sumber: Siaran Pers Kemenko Polkam No. 183/SP/HM.01.02/POLKAM/7/2025.

TERBARU

PILIHAN