Langkat, InsertRakyat.com — Banjir besar yang melanda Kabupaten Langkat sejak Rabu, 26 November 2025, terus berubah menjadi peristiwa kemanusiaan yang semakin memburuk. Di Desa Pematang Tengah, Kecamatan Tanjung Pura, ribuan warga kini berada dalam kondisi terancam kelaparan setelah empat hari tanpa menerima satu pun bantuan logistik, sementara genangan air setinggi 1,5 hingga 3 meter masih merendam permukiman mereka.

Situasi darurat ini memperlihatkan lumpuhnya seluruh jalur kehidupan masyarakat. Rumah-rumah terendam hingga lantai dua, akses jalan terputus total, dan aktivitas ekonomi berhenti sepenuhnya. Semua warung tutup, pasar tidak beroperasi, dan arus distribusi logistik terhenti sejak awal banjir. Uang tunai yang dimiliki warga tidak lagi berarti karena tidak ada makanan atau kebutuhan pokok yang dapat dibeli.

Di lapangan, kondisi warga semakin melemah akibat tidak tersedianya pangan. Persediaan beras, air minum, dan bahan kebutuhan lainnya telah habis. Kelompok rentan seperti balita, lansia, dan ibu hamil berada dalam ancaman paling serius. Sebagian warga memilih tetap bertahan di rumah panggung, sementara sebagian lainnya mengungsi ke titik yang lebih tinggi tanpa kepastian bantuan.

Alfarizi DMC warga setempat yang melakukan pemantauan langsung di lokasi, menyampaikan kepada InsertRakyat.com, bahwa hingga Minggu, 30 November 2025, belum ada satu pun lembaga pemerintah yang menyalurkan bantuan ke desa tersebut. Ia menegaskan bahwa warga kini berada dalam krisis yang tidak bisa lagi ditunda penanganannya dan memperingatkan bahwa ancaman kelaparan bisa memunculkan korban jika pemerintah tidak segera bertindak.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai kesiapsiagaan pemerintah dalam merespons bencana. Warga mempertanyakan sampai kapan harus menunggu bantuan datang dan mengapa desa yang paling terisolasi justru tidak mendapatkan perhatian. Ketidakhadiran bantuan dianggap sebagai bentuk pembiaran yang memperburuk situasi, terutama ketika ketinggian banjir masih berada pada level yang mengancam keselamatan.

Di tengah situasi darurat tersebut, masyarakat menuntut pemerintah daerah dan pusat untuk segera menurunkan bantuan pangan darurat, air bersih, susu bayi, dan makanan siap saji. Warga juga mendesak agar perahu evakuasi diturunkan ke titik-titik terisolasi serta posko logistik dibuka di lokasi yang dapat langsung menjangkau desa-desa terdampak, bukan hanya terfokus pada pusat kecamatan yang masih relatif aman.

Permintaan juga mencakup jaminan layanan kesehatan darurat untuk mencegah munculnya penyakit pascabanjir. Kondisi genangan yang tidak surut, ditambah kelemahan fisik warga akibat kelaparan, meningkatkan potensi timbulnya infeksi maupun wabah, terutama di kalangan anak-anak dan lansia yang saat ini bertahan dalam kondisi serba terbatas.

Di tengah lambatnya respon pemerintah, sejumlah pihak mulai menyerukan solidaritas dari relawan, organisasi kemanusiaan, dan kelompok masyarakat sipil untuk ikut mendorong percepatan bantuan dan menjangkau desa yang terisolasi. Keterlibatan berbagai elemen dianggap dapat memastikan bahwa warga tidak dibiarkan berjuang sendirian di tengah ancaman bencana dan krisis kelaparan.

0811116321 Kontak lapangan Alfarizi DMC yang berada di Desa Pematang Tengah terus melaporkan perkembangan kondisi masyarakat yang semakin kritis. Ia menegaskan bahwa waktu menjadi faktor utama dan setiap penundaan dapat meningkatkan risiko korban. Situasi ini menegaskan bahwa bencana yang terjadi di Tanjung Pura bukan sekadar soal banjir, tetapi ancaman kelaparan yang nyata di hadapan warga yang telah berhari-hari tanpa suplai pangan.

Peristiwa ini kembali memunculkan sorotan terhadap efektivitas sistem penanganan bencana, terutama ketika negara dituntut hadir untuk rakyat di titik paling terpukul. Dengan kondisi yang terus memburuk, warga berharap adanya langkah cepat dan terukur dari pemerintah agar tragedi kemanusiaan di Desa Pematang Tengah tidak berkembang menjadi kehilangan nyawa yang seharusnya dapat dicegah.