JAKARTA, InsertRakyat.com – Kongres III Pro Jo (PROJO) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, dimulai pada Sabtu, 1 November 2025, menjadi penanda arah baru organisasi relawan yang selama ini identik dengan Presiden Joko Widodo.

Dalam forum tersebut, PROJO menegaskan reposisi politik, perubahan identitas visual, serta sikap terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Ketua DPP PROJO Budi Arie Setiadi menyampaikan rencana mengganti logo yang selama ini memuat wajah Jokowi. Langkah ini disebut guna menghindari kesan kultus individu dan menegaskan bahwa PROJO bukan sekadar organisasi pengikut tokoh.

Meskipun logo berubah, nama PROJO tetap dipakai. Budi Arie menjelaskan istilah PROJO bukan berarti “Pro Jokowi”, melainkan berasal dari akar bahasa lokal yang merujuk pada negara dan rakyat. Penyebutan “Pro Jokowi” menurutnya muncul dari kebiasaan media sejak 2013.

Kongres ini juga menyorot ketidakhadiran Jokowi. Mantan Presiden itu hanya menyapa lewat tayangan video, dengan alasan medis tidak mengizinkan hadir di keramaian. PROJO menegaskan hubungan tetap solid dan belum ada tanda perbedaan sikap politik.

Di tengah forum, isu pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) ikut disinggung. Budi Arie menyebut polemik yang berkembang sebagai upaya mengadu Jokowi dengan Prabowo. Ia menilai proyek tersebut bagian dari kemajuan bangsa dan meminta polemik tidak dibesar-besarkan. Segala persoalan teknis diminta disalurkan melalui mekanisme resmi.

Arah dukungan politik juga dipertegas. Sekjen PROJO Handoko menyampaikan sikap mendukung penuh pemerintahan Prabowo, sejalan aspirasi Musyawarah Rakyat PROJO sebelum Pilpres 2024 yang mengerucut pada pasangan Prabowo–Gibran. PROJO menyatakan komitmen memperkuat agenda pemerintah.

Budi Arie memberi sinyal kemungkinan bergabung dengan partai politik. Ia menyebut pilihan politiknya kelak selaras semangat memperkuat “partai yang dipimpin Presiden”. Pernyataan ini ditafsirkan sebagai dukungan konsisten terhadap Gerindra. (*)