Foto Salah satu Kapal berlayar melaju dari satu pulau di Sultra ke pulau lain di Bone.( Foto Insert rakyat/S). 


Sulawesi Selatan, InsertRakyat.com — “Kapal itu tidak punya rem. Tapi bisa berhenti mulus di pelabuhan,” ujar Asyhari, saat berbincang dengan InsertRakyat.com, Selasa (24/6/2025). Pria yang dikenal sebagai penggiat pengembangan karakter ini membandingkan kecerdasan emosional manusia dengan cara kerja kapal laut yang cermat mengatur laju.

Menurut Asyhari, manusia pun begitu. Emosi tak bisa dihentikan seketika. Tapi bisa diatur dengan kesadaran dan pengendalian diri.

“Emosi itu seperti arus laut. Tak bisa kita larang datangnya, tapi bisa kita arahkan,” kata Asyhari.

Ia menyebut, banyak orang gagal menjaga hubungan dan reputasi karena meledak-ledak tanpa kendali. Padahal, orang yang cerdas secara emosional justru seperti nakhoda kapal: sigap membaca cuaca batin, tahu kapan harus diam, dan sadar kapan waktunya berbelok sebelum menabrak.

Asyhari menyampaikan kepada InsertRakyat.com, ada beberapa tanda utama seseorang memiliki kecerdasan emosional tinggi. Beberapa hal ini bisa membuat seseorang tampil anggun di tengah badai hidup, tanpa kehilangan arah.

BACA JUGA :  AHY Buka Indonesia Maritime Week 2025, Dorong Laut Jadi Masa Depan Bangsa

Seperti kapal yang tak bisa rem mendadak, orang cerdas emosional memilih memperlambat alih-alih meledak.

“Kalau dimarahi atasan, dia tidak serta-merta membantah. Tapi berpikir dulu, baru merespons dengan tenang,” jelas Asyhari.

Kapal harus tahu posisinya sebelum berbelok. Begitu pula manusia.

“Banyak orang cuma bilang ‘lagi bad mood’, padahal emosi itu ada banyak jenis,” ucap Asyhari. Menurutnya, menyebut perasaan secara jelas seperti cemas, malu, marah, atau kecewa, adalah bentuk emotional granularity yang penting untuk pengelolaan diri.

Kapal yang tersesat harus kembali ke jalur. Begitu juga manusia saat keliru.

“Minta maaf bukan kelemahan, tapi keberanian mengendalikan ego,” kata Asyhari.

Ia menyebut orang ber-IQ tinggi tidak akan bersembunyi di balik kata “tapi kamu juga…” saat salah. Tapi memilih menunduk dan berkata: “Aku salah, dan aku menyesal.”

“Kapal tidak selalu membunyikan klakson, tapi radar tetap menangkap keberadaannya,” ucap Asyhari memberi analogi.

Menurutnya, empati seringkali bukan soal bicara. Tapi soal hadir tanpa menghakimi. Saat teman curhat, kadang diam yang hangat lebih berharga dari saran yang terburu-buru.

BACA JUGA :  Komplotan Pu Nekat Curi Pasir, Ditangkap Polisi

Kapal saat badai tak melawan ombak, tapi menyesuaikan layar dan bobot.

“Orang dengan IQ tinggi jadi jangkar ketenangan. Bukan karena dia tahu segalanya, tapi karena dia hadir dengan damai,” kata Asyhari.

InsertRakyat.com mencatat penjelasan menarik dari pria yang akrab disapa Asyhar ini: EQ bukan soal mematikan emosi, namun tentang menavigasinya dengan sadar.

“Emosi itu energi. Kalau salah arah, bisa merusak. Tapi kalau diatur, bisa jadi kekuatan besar,” ujarnya.

Ia menegaskan, kecerdasan emosional adalah skill hidup. Tidak diajarkan di sekolah, tapi bisa dilatih dalam keseharian. Mulai dari cara kita mendengar, cara menyapa, hingga cara merespons kritik.

Asyhari mengajak pembaca InsertRakyat.com untuk melangkah lebih jauh ke depan pada arah yang positif dan bermanfaat.

“Dari sekian banyak tanda tadi, mana yang sudah kamu miliki?. Dan mana yang perlu kamu latih minggu ini?”

Ia juga menyarankan agar kita mengingat momen ketika jadi “kapal yang gagal rem” meledak, menyesal, lalu patah arah.

BACA JUGA :  Adhyaksa Mural Fest 2025, Upaya Kampanye Antikorupsi Melalui Seni

“Kadang, kita butuh berhenti. Bukan karena kalah. Tapi agar tidak menabrak sesuatu yang lebih besar dampak negatif nya pada diri dan orang lain,” ucapnya.

Menurut Asyhari, IQ akan membawamu ke puncak. Tapi IQ-lah yang membuatmu bertahan di sana.

Sama seperti kapal mewah tanpa rem, yang tetap bisa parkir elegan berkat perhitungan matang, manusia pun bisa melatih kecerdasan emosional agar tidak terombang-ambing emosi.

“Kita bukan robot yang tak punya rasa. Tapi pelaut yang harus tahu arah, kapan tenang, dan kapan bersandar,” tutup Asyhari dalam bincang hangat bersama InsertRakyat.com, Rabu sore di ruangan tempatnya beraktivitas, di Sulsel. Di ruangan itu terdapat tidak kurang dari empat orang, ada Bombom dan Ical nama dua pria lainnya.

Kendati demikian, Nama “Asyhari” dalam bahasa Arab tidak memiliki makna spesifik secara etimologis. Namun menurut sumber InsertRakyat.com, Asyhari diasosiasikan sebagai turunan dari kata “Ashraf” yang berarti “paling mulia” atau “terhormat”. Sebuah nama yang mengandung nilai-nilai keutamaan, seperti keberanian, integritas, dan ketenangan batin. (Irk/Red).