Sinjai, InsertRakyat.com –Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sinjai menyoroti serius ketimpangan harga kebutuhan pokok. Pada akhir Juni 2025. Indeks Perkembangan Harga (IPH) Sinjai tercatat turun -0,77%, menandakan tekanan terhadap daya beli masyarakat yang mulai nyata.
Kepala BPS Sinjai, Syamsuddin, menyatakan bahwa, gejolak harga yang terus terjadi pada komoditas pangan strategis seperti cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras, tidak bisa lagi dianggap sebagai gejala musiman.
“Harga cabai dan protein hewani berfluktuasi tajam, tidak seimbang dengan daya beli warga. Ini pertanda genting dalam tata kelola pangan,” ujarnya kepada Insert Rakyat, Selasa (1/7/2025).

Dalam laporan IPH terbaru, beberapa kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami lonjakan harga:
Barru naik 1,44%
Luwu naik 1,04%
Maros naik 0,57%
Sebaliknya, penurunan signifikan terjadi di:
Takalar: -2,77%
Jeneponto: -4,89%
Syamsuddin menyebut, ketimpangan ini mengindikasikan adanya “peta retakan sistem pasar” yang memperlihatkan lemahnya peran pemerintah dalam pengendalian harga dan distribusi antarwilayah.
“Saat satu daerah melonjak dan lainnya anjlok, yang terjadi bukan keseimbangan, tapi perlombaan dalam kerentanan,” tegasnya.
Koefisien variasi (Coefficient of Variation/CV) tertinggi tercatat di Jeneponto sebesar 0,4263, menunjukkan tingginya ketidakpastian harga. Ironisnya, komoditas penyebab fluktuasi justru menyangkut kebutuhan dapur rakyat kecil, seperti cabai rawit dan cabai merah.
BPS menganggap kondisi ini berbahaya bagi stabilitas pasar lokal dan kesejahteraan masyarakat kelas bawah.
Gejolak pasar, dan adanya sinyal [celah besar] dalam distribusi dan keadilan ekonomi seharusnya diatasi secepatnya.
Syamsuddin menegaskan bahwa solusi tidak cukup dengan pasar murah temporer. Ia menyerukan pembenahan struktural:
1. Pemetaan ulang rantai distribusi antar-kabupaten.
2. Penguatan ketahanan pangan lokal.
3. Digitalisasi sistem informasi harga daerah.
“Kita butuh pendekatan sistemik, bukan sporadik. Inflasi dan ketimpangan harga menyangkut ekonomi, dan menyentuh keadilan sosial,” kuncinya.
(AAF/SUP).