BANDA ACEH, INSERTRAKYAT.com – Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, salah satu poin menonjol di dalamnya adalah pencegahan dan pemberantasan Korupsi, lantas, Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh kembali membuka tabir potensi gendutnya indikasi kerugian keuangan “Negara merah putih”, diberitakan INSERTRAKYAT.com, Sabtu, (21/6/2025.

Temuan mencolok terjadi di Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Keindahan Kota (DLHK3) Banda Aceh, daerah yang berjulukan Serambi Mekah.

Kerusakan lingkungan pada tubuh manajemen keuangan dinas tersebut; tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dengan Nomor: 2.B/LHP/XVIII.BAC/05/2025, yang mengungkap sejumlah kelemahan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja BBM oleh Pemerintah Kota Banda Aceh selama Tahun Anggaran 2024.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banda Aceh Tahun Anggaran 2024, BPK mengungkapkan bahwa DLHK3 menyerap anggaran belanja BBM senilai Rp7,9 miliar dari total Rp14,5 miliar anggaran BBM se-Kota Banda Aceh. Namun, penggunaan anggaran ini tidak seluruhnya dapat dipertanggung jawabkan secara sah dan sesuai aturan.

BPK mencatat indikasi sejumlah penyimpangan mulai dari kelengkapan dokumen, ketidaksesuaian volume BBM, hingga pemalsuan bukti pembelian. Nilai total temuan mencapai Rp3,426.807.265

BACA JUGA :  Bareskrim Pastikan Ijazah Sarjana Jokowi Asli Lewat Uji Forensik 

BPK mencatat adanya pembayaran senilai Rp49.725.147 untuk BBM yang tidak disertai dokumen lengkap. Saat dilakukan pencocokan antara struk SPBU dan pembayaran DLHK3, terjadi selisih yang tidak bisa dijelaskan secara logis.

Keterangan LHP BPK membuka tabir, dimana Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) mengakui adanya kesalahan pencatatan. Namun, koreksi administratif ini tidak menghapus kewajiban pertanggungjawaban atas dana publik.

Temuan signifikan lainnya adalah realisasi BBM yang melebihi batas yang diatur dalam Peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 12 Tahun 2018. BPK mendapati pemberian BBM kepada pengemudi kendaraan operasional sampah dilakukan dengan sistem panjar tunai dan disertai struk pengganti.

Namun, volume yang diberikan kepada setiap kendaraan tidak sesuai ketentuan. Akibatnya, nilai Rp691.895.528 dalam laporan realisasi diduga kelebihan pembayaran.

PPTK berdalih bahwa pemberian melebihi ketentuan itu dilakukan berdasarkan hasil survei kebutuhan BBM di tiap rute. Akan tetapi, hasil survei tidak pernah didokumentasikan. Hal ini mengaburkan transparansi kebijakan dan menyulitkan audit.

BACA JUGA :  Polisi Panen Raya di Sinjai, AKBP Harry: Jagung Ketahanan Pangan Nasional

Temuan paling mencengangkan adalah dugaan penggunaan 8.075 lembar struk fiktif yang menjadi dasar pertanggungjawaban anggaran BBM senilai Rp2.685.186.590. BPK melakukan uji petik ke lima SPBU untuk mengecek keabsahan bukti pembelian yang dilampirkan DLHK3.

Hasilnya, seluruh SPBU yang dikonfirmasi menyatakan bahwa struk tersebut tidak pernah diterbitkan oleh mereka. Format struk yang digunakan DLHK3 juga berbeda dengan struk resmi dari mesin Electronic Data Capture (EDC) milik SPBU.

Lebih lanjut, SPBU menyampaikan bahwa nama-nama yang tercantum sebagai operator dalam struk DLHK3 bukanlah pegawai resmi SPBU bersangkutan.

Kepada BPK, PPTK mengaku tidak melakukan verifikasi langsung ke SPBU. PPTK hanya menerima bukti pembelian yang dikumpulkan pengemudi truk. Bahkan, sejumlah sopir menyatakan bahwa struk yang mereka serahkan adalah hasil cetak ulang karena struk asli hilang atau sudah tidak terbaca.

Ini membuka peluang terjadinya manipulasi data dalam dokumen pertanggungjawaban, mengingat tidak ada kontrol silang terhadap bukti fisik dengan transaksi riil di lapangan.

Dalam laporannya, BPK menyimpulkan bahwa persoalan ini tidak berdiri sendiri, namun bersumber dari kelemahan struktural di internal DLHK3 dan Pemko Banda Aceh. Beberapa catatan BPK antara lain, seperti, tidak dak adanya petunjuk teknis pelaksanaan anggaran BBM berdasarkan Perwal. Pengawasan Kepala DLHK3 belum optimal. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) lalai dalam memverifikasi dokumen. Dan, PPTK dan pelaksana belanja tidak patuh terhadap ketentuan yang berlaku.

BACA JUGA :  Sekolah Rakyat -- Pertautan Asta Cita dan ‘Pengusaha Mengajar’ APINDO

Merespons dugaan penyimpangan ini, BPK memberikan beberapa rekomendasi kepada pemko Banda Aceh.

1. Menyusun dan menetapkan petunjuk teknis pemberian BBM yang sesuai amanat Perwal Nomor 12 Tahun 2018.

2. Kepala DLHK3 diperintahkan meningkatkan pengawasan teknis terhadap realisasi BBM operasional.

3. Pemrosesan kelebihan pembayaran Rp49 juta agar segera dikembalikan ke kas daerah.

4. Inspektorat idealnya melakukan verifikasi mendalam atas pertanggungjawaban BBM sebesar Rp2,6 miliar yang tidak dapat dipastikan keabsahannya.

Kendati gendutnya nilai dugaan kerugian hingga miliaran rupiah, ini berpotensi menjadi ranah hukum jika verifikasi lanjutan oleh Inspektorat menemukan unsur penyalahgunaan wewenang atau pemalsuan dokumen pertanggung jawaban keuangan negara. (****).