SINJAI, INSERTRAKYAT.COM – Tercatat sejak 11 bulan lalu, Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polres Sinjai menangani kasus pengadaan sistem Mesin Absensi atau Ceklok anggaran Tahun 2019-2022. Namun hingga dua Kanit terganti kasus ini masih bergulir.

Pengadaan Ceklok ini melibatkan Sekolah Dasar ( SD ) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) yang merupakan naungan Dinas Pendidikan Sinjai.

Adapun diketahui saat ini Polres Sinjai dipimpin oleh Kapolres Sinjai, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harry Azhar, S.H.,S.Ik.,M.H. ia menjabat sejak 8 Juni 2024.

Penanganan Kasus dugaan korupsi pengadaan mesin ceklok pertama kali diumumkan oleh Sat Reskrim melalui Konferensi Pers di Mapolres Sinjai, Jln Bhayangkara, Kecamatan Sinjai Utara pada akhir kalender 2024.

Saat itu IPDA Rahman menjabat Kanit Tipikor, dan AKP Andi Rahmatullah Kasat Reskrim. Tak berselang lama kemudian, IPDA Rahman lengser dari jabatan Kanit Tipikor menyusul Kasat Reskrim Andi Rahmatullah yang lebih dulu diganti oleh Iptu Adi Asrul, yang sampai saat ini menjabat Kasat Reskrim Polres Sinjai.

IPDA Rahman saat itu diganti oleh IPDA Sudirman yang sebelumnya menjabat Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Sinjai.

Memasuki Minggu ke tiga November 2025, IPDA Sudirman juga dikabarkan telah diganti oleh IPDA Andi Akdar.

IPDA Sudirman saat dihubungi melalui sambungan daring membenarkan. “Iya benar,” ungkapnya kepada INSERTRAKYAT.COM, Rabu, (26/11/2025) pukul 12.55 WITA.

Kendati demikian, Kasus dugaan Korupsi pengadaan mesin absensi telah naik ke tahap penyidikan sejak pertengahan tahun 2025.

Kasat Reskrim Iptu Adi Asrul saat dikonfirmasi di ruang kerjanya menyebut Penyidikan Kasus ini terus berlanjut. Ia menegaskan belum ada jadwal terkait dengan penetapan tersangka.

Tipikor juga masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Selatan.

“Masih menunggu hasil perhitungan BPK, kasus masih dalam tahap penyidikan,” ungkap Iptu Adi Asrul kepada INSERTRAKYAT.com saat ditemui di ruang kerjanya, belum lama ini.

Diketahui, Penyidik Tipikor Polres Sinjai telah memeriksa ratusan saksi. Menurut Kasat Reskrim, jumlah saksi lebih 200 orang yang telah dimintai keterangan oleh penyidik di lantai dua Gedung Sat Reskrim Polres Sinjai.

Para saksi merupakan bagian dari pihak Sekolah SD, SMP dan satu orang mantan Kadisdik Sinjai.

Pengadaan mesin Absensi (Ceklok) ini bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui APBN. Dalam proses pengadaan, diduga menyalahi prosedural salah satunya dugaan Mark-up dengan selisih harga dan pembelanjaan tidak melalui SIPLAH.

“Terdapat selisih harga pengadaan mesin yang dibelanjakan oleh pihak sekolah yang seharusnya harga senilai Rp2,7 Juta termasuk pajak namun ternyata di Up dengan harga Rp3,5-4,5 juta,” kata Kasat Reskrim.

Sebelumnya juga Polres Sinjai telah melakukan permintaan audit investigasi kepada BPK perwakilan Sulawesi Selatan, dan dua kali melakukan ekspos perkara bersama BPK melalui Zoom Meeting, kemudian melakukan gelar perkara di polda sulsel.

Sesuai hasil ekspos perkara oleh BPK-RI sebanyak dua kali, terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp720.254.528.

Tak lama setelah itu, kasus diumumkan telah naik ke tahap penyidikan, pada konferensi pers agenda ke dua di Mapolres Sinjai tahun 2025.

Konferensi Pers Polres Sinjai waktu itu, mengungkap bahwa, kasus pengadaan barang dan jasa ini bermula pada 2019. Saat itu, distributor Geisa menawarkan pengadaan mesin absensi langsung kepada SD dan SMP.

Sementara itu, Dinas Pendidikan menerbitkan tiga jenis surat terkait penertiban, yaitu surat tugas, surat edaran, dan surat penyampaian. Ketiga surat itu diterbitkan ketika salah satu saksi menjabat sebagai Kadis Pendidikan Sinjai.

Pada 2020–2021, terjadi dugaan tindak pidana terkait pengadaan mesin absensi. Penyedia adalah agen resmi Geisa di Kabupaten Sinjai yang ditunjuk distributor, dengan harga per unit Rp3,5 juta–Rp4,5 juta.

Dugaan pelanggaran muncul karena harga pasar sebenarnya hanya Rp2,7 juta per unit. Selain itu, pengadaan tidak melalui SIPLAH, sistem resmi untuk penggunaan Dana BOS melalui aplikasi.

Perbuatan diduga melawan hukum lainnya terjadi pada layanan mesin absensi, yaitu layanan basic dan layanan pro.

Konferensi Pers Polres Sinjai menyebut, distributor secara tidak langsung mengarahkan seluruh SD dan SMP untuk membeli layanan pro, sehingga pihak sekolah terpaksa menggunakan layanan pro bersamaan dengan mesin absensi.

Distributor tidak membuat perjanjian resmi dengan sekolah terkait harga layanan Rp250 ribu per bulan sejak 2020–2021 untuk 279 sekolah.

Pungutan bulanan tersebut diduga melanggar aturan yang berlaku, karena tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.

Atas dasar itu, penyidik menerbitkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan. Kendati demikian, hingga berita ini disiarkan pada 26 November, kasus ini masih dalam tahap penyidikan. (*/S).