BENGKALIS, INSERTRAKYAT.com – Kasus gugatan dosen Politeknik Negeri Bengkalis (Polbeng) terhadap Dewan Senat, kembali mengundang perhatian publik. Kamis, (8/10/2025). Gugatan bernilai ratusan miliar rupiah itu kini kontras dengan munculnya dugaan pemalsuan dokumen Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang telah ditangani polisi. Bahkan muncul desas-sesus kalau terduga bakal dijemput paksa besok.
Dosen, Suharyono sebelumnya menggugat Dewan Senat Polbeng ke Pengadilan Negeri Bengkalis, karena menilai haknya atas kenaikan jabatan fungsional Lektor Kepala dihambat tanpa alasan jelas. Ia menuntut ganti rugi materiil Rp 3,6 miliar dan immateriil Rp 100 miliar, serta uang paksa Rp 10 juta per hari bila putusan tak dijalankan. Gugatan tersebut teregistrasi dengan Nomor 34/Pdt.G/2025/PN Bls di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Bengkalis.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan arah berbeda. Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/124/IX/2025/SPKT/POLRES BENGKALIS/POLDA RIAU, tertanggal 29 September 2025, Suharyono dilaporkan ke Polres Bengkalis atas dugaan pemalsuan dokumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
Ketua Jurusan Kemaritiman Polbeng, Zulyani, membenarkan bahwa laporan tersebut berasal darinya. Ia mengaku terkejut ketika diberitahu oleh staf kepegawaian pada 16 September 2025, bahwa dokumen SKP atas nama Suharyono telah diunggah ke Aplikasi SISTER Kemendikbud, lengkap dengan tanda tangannya sebagai atasan langsung.
“Saya tidak pernah menandatangani dokumen itu. Esok harinya saya dikonfirmasi oleh Wakil Direktur Romadoni tentang hal tersebut, dan saya tegaskan, tanda tangan itu bukan saya yang buat,” ujar Zulyani, Senin malam (6 Oktober 2025).
Menurutnya, tanda tangan miliknya diduga diambil dari dokumen lain, lalu ditempelkan pada SKP untuk kepentingan administrasi kenaikan jabatan fungsional. “Saya keberatan dan menganggap itu pemalsuan tanda tangan. Karena itu, saya bersama kuasa hukum membuat laporan resmi ke Polres Bengkalis pada 29 September,” tegasnya.
Zulyani menambahkan, memang benar Dewan Senat Polbeng sedang menghadapi gugatan dari Suharyono. Gugatan itu muncul setelah Dewan Senat menunda rekomendasi kenaikan jabatan fungsional Suharyono selama satu semester.
“Keputusan itu hasil rapat senat. Pertimbangannya karena yang bersangkutan selama dua semester berturut-turut tidak melaksanakan pengajaran maupun pembimbingan mahasiswa. Ia juga sudah menyampaikan keinginannya untuk pindah ke perguruan tinggi lain,” terang Zulyani.
Penundaan kenaikan jabatan, kata dia, hal biasa di lingkungan akademik. Tujuannya agar dosen bersangkutan memperbaiki kinerja sebelum diajukan kembali. “Seharusnya fokus saja ke niat pindahnya, apalagi Direktur sudah menyetujui usulan perpindahannya,” tambahnya.
Ia menegaskan, laporan pidana yang dilayangkan ke Polres Bengkalis murni terkait dugaan pemalsuan dokumen, bukan karena persoalan gugatan perdata yang sedang berjalan di pengadilan.
Sementara itu, Suharyono, ketika dikonfirmasi pada Selasa, 7 Oktober 2025, memberikan keterangan berbeda. Ia mengirimkan tangkapan layar percakapan WhatsApp dengan bagian kepegawaian bernama Ferditama. Dalam pesan tersebut, Suharyono mengklaim telah menyerahkan SKP yang telah dinilai.
“Berdasarkan chat ke Ferditama, SKP yang saya serahkan adalah SKP yang sudah dinilai,” tulisnya, disertai lampiran dua berkas PDF: ‘2023 SKP Suharyono sudah dinilai’ dan ‘2024 SKP Suharyono sudah dinilai manual’.
Perkembangan kasus ini menimbulkan pertanyaan baru di kalangan internal kampus dan masyarakat pendidikan. Sebelumnya, kasus gugatan perdata Suharyono terhadap Dewan Senat Polbeng menjadi sorotan karena nilai tuntutan yang fantastis dan dianggap jarang terjadi di lingkungan perguruan tinggi negeri.
Kini, dengan munculnya laporan pidana dugaan pemalsuan dokumen, posisi hukum Suharyono menjadi semakin rumit. Di satu sisi ia sebagai penggugat dalam perkara perdata, sementara di sisi lain, berstatus terlapor dalam perkara pidana.
Proses hukum kedua kasus ini diperkirakan berjalan paralel. PN Bengkalis masih memeriksa pokok perkara gugatan perdata, sedangkan Polres Bengkalis memulai penyelidikan dugaan pemalsuan dokumen SKP yang dilaporkan oleh Zulyani.
Menurut sumber internal kampus, Dewan Senat tetap bersikap menunggu hasil proses hukum. “Kampus akan menghormati seluruh proses di pengadilan maupun kepolisian. Tidak ada intervensi,” ujar seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya Kamis, (8/10/2025).
Kendati pun, SKP merupakan salah satu instrumen resmi penilaian kinerja pegawai yang harus sah secara administratif dan hukum.
Sementara itu terkait dengan desas-desus dalam kasus pemalsuan dokumen itu yang memunculkan spekulasi bahwa terduga bakal dijemput paksa oleh polisi, kini ditepis. “Kasus masih diselidiki polres, ngak bener lah, kalau terlapor akan dijemput paksa,” ucap internal saat dikonfirmasi sesaat lalu.
Penulis: Romi.