Foto dokumen terkait kasus, sumber Huzaini.
Madura, Insertrakyat.com –– Seorang pria paruh baya asal Jrengik, Kabupaten Sampang, Madura, bernama H. Moh. Huzaini masih setia menanti keadilan. Dia mengutarakan kepada tim Insertrakyat.com, Sabtu, (28/6), bahwa, sudah hampir tiga tahun berlalu sejak ia melaporkan kasus dugaan penipuan dan penggelapan ke Polda Jawa Timur, namun proses hukum yang dijanjikan belum kunjung menemui kejelasan.
Pengaduan terakhir yang ia kirimkan tertanggal 29 November 2024 ditujukan langsung kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Cq. Divisi Propam Polri. Isinya tegas: meminta atensi dan percepatan proses hukum atas laporannya di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim yang mandek sejak 31 Juli 2022.
Huzaini mengaku tak nyaman membuat pengaduan ini. Ia menyadari, langkahnya bisa dianggap kurang menghargai koordinasi internal di tubuh kepolisian. Tapi, menurutnya, sebagai warga negara yang hak hukumnya diabaikan, ia “terpaksa” bersuara ke pusat.
“Saya bukan ingin menyudutkan institusi, tapi menagih keadilan yang selama ini tidak saya dapatkan,” tulisnya dalam gambaran surat yang ia kirim ke Mabes Polri.
Kasus yang dilaporkan Huzaini menyangkut dugaan penipuan dan penggelapan uang oleh dua orang bernama Nanda Dhimas Kevin dan Teguh Suharto alias Doni, yang menurutnya hanyalah kurir dari aktor intelektual di balik kasus ini. Nilai kerugian yang dialaminya tidak disebutkan secara rinci dalam surat, namun ia menyebutkan kerugian serupa juga dialami rekan-rekannya.
Yang menjadi persoalan, dari sederet nama yang diduga terlibat, hanya satu yang ditetapkan sebagai tersangka. Selebihnya masih melenggang, bahkan diklaim tetap bisa berkomunikasi dengan penyidik.
Nama Agus Yudha Warsono, seorang pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, turut disebut dalam dugaan sebagai otak kejahatan. Huzaini menyebut Agus diduga sebagai “dalang”, dan ia mengklaim keterlibatan ini juga sudah tercantum dalam rekomendasi Inspektorat dan Bappeda Jatim.
Namun hingga kini, Agus belum dipanggil atau diperiksa oleh penyidik. “Mengapa orang yang diduga paling bertanggung jawab justru tak tersentuh?” kata Huzaini.
Dalam narasi panjangnya, Huzaini memaparkan betapa proses hukum yang ia tempuh penuh kejanggalan. Mulai dari tidak diundangnya korban dalam gelar perkara, hingga janji pengembalian dana yang berulang kali disampaikan oleh penyidik namun tak pernah terealisasi.
Ia bahkan menyebut, komunikasi antara tersangka dan penyidik masih terjalin lancar meski status tersangka sudah resmi. Dalam satu kesempatan, penyidik menjanjikan pengembalian uang pada Desember 2023, namun janji itu tak kunjung ditepati.
Tak sekadar protes lisan, Huzaini menyusun bukti administratif yang ia sebut sebagai jejak lambannya penanganan kasus. Total, ia melampirkan 18 dokumen, termasuk:
Surat perkembangan penyidikan (SP2HP) dari Agustus 2022 sampai Agustus 2024.
Surat tanda penerimaan SPDP dari Polda Jatim.
Surat kuasa perbankan dari dua bank berbeda.
Surat daftar pencarian orang (DPO) atas salah satu terlapor tertanggal 28 Maret 2024.
Namun, meski sudah masuk tahapan panjang, tak ada satu pun proses signifikan yang mampu menghapus kekecewaan Huzaini.
Dalam pengaduannya, Huzaini juga menyorot pasal 143 KUHAP tentang batalnya dakwaan jika tidak cermat dan lengkap. Ia menilai proses sejak di tingkat penyidikan sudah tidak transparan, sehingga bisa berdampak pada kesalahan di jaksa hingga hakim.
“Kalau dari awal berkasnya sudah tidak terang, maka di tingkat kejaksaan dan pengadilan juga bisa terkecoh,” kritiknya.
Lebih jauh, Huzaini menduga ada kongkalikong antara penyidik, saksi, dan tersangka. Nama-nama seperti Djoko Kustoro dan Wendri Wijaya juga dimintanya untuk diperiksa, karena diduga mengetahui atau turut serta dalam skema yang merugikannya.
Namun lagi-lagi, semua usul itu menguap tanpa respons pasti dari aparat penegak hukum.
Dalam surat itu, Huzaini menutup keluhannya dengan pengakuan menyayat hati. Ia menyebut, demi mengurus kasus ini, dirinya sudah berkali-kali menyeberang dari Madura ke Surabaya. Biaya, waktu, dan tenaga terkuras. Namun hasilnya nihil.
“Kami mohon, jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ungkapnya.
Surat pengaduan ini ia tujukan ke Mabes Polri, dengan harapan agar Propam bisa menyelidiki dugaan pelanggaran etik atau ketidakwajaran dalam penanganan kasusnya. Salinan surat juga ditembuskan ke Komisi III DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman RI, Kompolnas, Polda Jatim, hingga Kejati Jatim.
Ia menutup suratnya dengan nada diplomatis “Saya tetap percaya Polri bisa bekerja profesional, adil, dan tidak tebang pilih.”
Sejumlah pihak masih berupaya dikonfirmasi.
(Tim Redaksi Insertrakyat.com)
- aparat tidak profesional
- dugaan kongkalikong
- Huzaini Madura
- Kapolri
- kasus hukum Surabaya
- Kasus penipuan
- Keadilan Hukum
- Komisi III DPR
- Komnas HAM
- Kompolnas
- lambannya penyidikan
- laporan SP2HP
- laporan tidak diproses
- Ombudsman RI
- pengaduan masyarakat
- penggelapan uang
- penyidik plin-plan
- Polda Jatim
- Propam Polri
- surat ke Kapolri
- tersangka bebas