Jakarta, Insertrakyat.com Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tercatat menguasai aset hingga Rp1.240 triliun. Dari total itu, ekuitas Rp236,5 triliun, laba Rp24,1 triliun, dan dividen hanya Rp13,02 triliun. Angka mencolok ini menimbulkan pertanyaan, mengapa sumbangan BUMD bagi keuangan daerah relatif kecil dibandingkan aset yang digenggam.

Plh. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Horas Maurits Panjaitan, menyampaikan data tersebut dalam Rakor BUMD di Jakarta, Kamis (2/10/2025). Ia menegaskan, BUMD seharusnya jadi lokomotif ekonomi daerah, bukan sekadar papan nama.

BACA JUGA :  GISK Dorong Penguatan Struktur dan Peran Hadapi Masalah Sosial

Maurits menyinggung, tujuan utama BUMD bukan hanya mengejar laba, namun juga memberi pelayanan publik. Hal itu sesuai dengan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 54/2017 tentang BUMD.

Namun di tengah angka triliunan itu, justru terlihat ketimpangan. Aset besar tidak otomatis mencerminkan kinerja sehat. Laba Rp24,1 triliun bahkan belum setara dengan potensi optimal bila aset Rp1.240 triliun benar-benar digerakkan secara efisien.

Lengkapnya, dividen Rp13,02 triliun yang masuk ke kas daerah terbilang kecil jika dibandingkan dengan belanja daerah nasional yang mencapai ribuan triliun setiap tahun. Hal ini membuat kontribusi BUMD kurang signifikan terhadap penguatan APBD.

BACA JUGA :  BPK Ungkap Kelebihan Bayar pada Kegiatan Jasa Konsultansi Dinas PUPR Sinjai

Saat ini ada 1.091 BUMD di Indonesia. Komposisinya meliputi 27 Bank Pembangunan Daerah, 212 BPR milik Pemda, 394 BUMD air minum, dan lebih dari 458 BUMD aneka usaha. Banyaknya jumlah tidak serta merta berbanding lurus dengan mutu layanan dan kualitas pengelolaan manajemen.

Maurits bahkan mengingatkan soal risiko serius: kredit fiktif, suap, gratifikasi, penyalahgunaan dana, hingga masalah pengadaan barang dan jasa. Risiko ini menunjukkan masih ada celah rawan dalam tata kelola.

BACA JUGA :  Polsek Kluet Selatan Amankan Tiga Pelaku Balap Liar, Respons Cepat Aduan Masyarakat ke Layanan 110

Karena itu, publik layak menuntut akuntabilitas. Apalagi dana penyertaan modal daerah yang disuntikkan ke BUMD adalah uang rakyat. Transparansi atas penggunaan aset, laporan keuntungan, hingga mekanisme pembagian dividen menjadi hal yang tidak bisa ditawar.

Jika BUMD hanya menjadi beban atau sarana elite daerah, maka semangat otonomi ekonomi justru gagal diwujudkan. Aset besar tidak ada artinya tanpa manfaat berkelanjutan bagi kesejahteraan rakyat di tanah air.

BERITA TERBARU

HUKUM