Jakarta, InsertRakyat.com (26 Juni 2025) — Upaya memperkuat sistem pelayanan perizinan berusaha berbasis digital terus digencarkan pemerintah. Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Analisis Sinergitas Digital dalam Mendukung Kemudahan Pelayanan Perizinan Berusaha: Integrasi RDTR Digital untuk Daya Saing Investasi Daerah” pada Kamis, 26 Juni 2025, pukul 09.30 WIB, di Hotel Golden Boutique, Jakarta.

Kegiatan seminar ini digelar sebagai bentuk konkret mendukung agenda besar Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Asta Cita menuju “Indonesia Emas 2045” melalui akselerasi digital dan peningkatan daya saing wilayah.

Seminar ini menghadirkan sejumlah tokoh kunci dalam bidang kebijakan publik, tata ruang, dan pelayanan perizinan dari berbagai sektor. Kepala BSKDN Kemendagri, Dr. Yusharto Huntoyungo, M.Pd, hadir sebagai keynote speaker, didampingi oleh T.R. Fahsul Falah, S.Sos., M.Si, selaku Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kewilayahan, Kependudukan, dan Pelayanan Publik.

Dalam sambungan daring yang dikonfirmasi oleh redaksi, TR Fahsul Falah menekankan bahwa sinergitas kebijakan dan digitalisasi pelayanan bukan sekadar terobosan administratif, tetapi sudah menjadi kebutuhan mutlak dalam meningkatkan daya saing daerah secara global.

TR Fahsul Falah menyebutkan bahwa seminar ini mengundang peserta dari unsur pemerintah daerah, kementerian/lembaga, akademisi, praktisi tata ruang, dan organisasi masyarakat sipil dari seluruh Indonesia.

Daftar Narasumber dan Moderator Seminar Nasional

Keynote Speakers:

  • Dr. Yusharto Huntoyungo, M.Pd
    (Kepala BSKDN Kemendagri)
  • T.R. Fahsul Falah, S.Sos., M.Si
    (Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kewilayahan, Kependudukan dan Pelayanan Publik BSKDN Kemendagri)

Narasumber Pakar dan Praktisi:

  • Muhammad Mufarizal, S.T., M.IP
    (Kepala Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang Kota Dumai)
  • Dr. H. Apep Fajar Kurniawan, S.Th.I., M.Si., M.M
    (Staf Ahli Mendagri Bidang Politik dan Penjaringan)
  • Muhammad Arsyad, S.T., M.T
    (Perwakilan Kementerian ATR/BPN)
  • Wahyono, S.E
    (Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya, BKPM RI)

Moderator:

  • Gatot Tri Laksono, S.Pd., M.Si
  • Ahmad Gamal, S.Ars., M.U.P., Ph.D (Universitas Indonesia)

Latar Belakang dan Urgensi Seminar.

Investasi merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah telah melakukan reformasi besar-besaran dalam sistem perizinan, salah satunya dengan memperkenalkan sistem Online Single Submission (OSS) dan mendorong digitalisasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi.

Regulasi-regulasi strategis yang menjadi pijakan kebijakan ini antara lain:

  • UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja
  • PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah
  • PP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
  • Surat Edaran Bersama Menteri ATR/BPN dan Menteri Investasi/Kepala BKPM

Sistem OSS hanya dapat berfungsi secara optimal apabila data spasial, termasuk RDTR, telah terdigitalisasi dan terintegrasi penuh.

“Kita ingin semua kabupaten/kota terintegrasi dalam peta digital RDTR. Ini bukan hanya soal administrasi, tapi masa depan investasi daerah,” kata TR Fahsul Falah.


Masalah Ketersediaan dan Keterpaduan RDTR Digital

Per Juni 2025, data dari Kementerian ATR/BPN menunjukkan Indonesia memiliki 3.163 dokumen RDTR, namun hanya 0,07% yang telah terintegrasi penuh dengan OSS.

BACA JUGA :  Kunjungi Posyan Ops Ketupat Seulawah 2025, Wakapolres Aceh Selatan Cek Kesiap Siagaan Personil

Sebagian besar dokumen RDTR belum siap pakai:

  • 41,48% belum disusun sama sekali
  • 35,82% dalam proses penyusunan
  • 77,3% masih tertahan pada tahap pra-legal

Artinya, lebih dari 88% RDTR di Indonesia belum mampu memberikan kepastian ruang bagi pelaku usaha.


Dampak Minimnya RDTR Terintegrasi OSS

Minimnya RDTR berdampak langsung pada lambatnya proses penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB), Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta memperpanjang waktu pelayanan.

Tanpa verifikasi otomatis, proses perizinan sering dilakukan secara konvensional dan manual, yang rawan kesalahan dan penyalahgunaan. Hal ini menurunkan kepercayaan investor, memperpanjang waktu layanan, dan menciptakan ketidakpastian hukum.


Hasil Studi dan Temuan Empiris

Berbagai studi, seperti dari Anggunsuri & Zahara (2023), Laksmi et al. (2022), dan Anggraini et al. (2023), menunjukkan bahwa daerah yang memiliki RDTR terintegrasi OSS cenderung mengalami peningkatan signifikan dalam realisasi investasi.

Hasil analisis regresi sederhana yang dilakukan BSKDN menunjukkan bahwa:

  • Koefisien determinasi R² = 0,238
  • Artinya, sekitar 23,8% variasi investasi antarprovinsi dapat dijelaskan oleh proporsi RDTR yang terintegrasi OSS.
  • Peningkatan 1% integrasi RDTR berasosiasi dengan peningkatan nilai investasi sekitar Rp507,8 miliar

Ini adalah temuan signifikan secara statistik (p-value < 0,05) dan menegaskan pentingnya kesiapan spasial dalam strategi pembangunan.

Tantangan: Tingginya Biaya dan Rendahnya Prioritas sangat tampak.

Kendati demikian, penyusunan RDTR digital membutuhkan biaya besar:

  • Rp600 juta–Rp2 miliar per kawasan
  • Kabupaten Bone Bolango: ± Rp600 juta
  • Kabupaten Minahasa: ± Rp800 juta

Rendahnya komitmen daerah menjadi kendala utama. Banyak usulan RDTR tidak disetujui karena bersaing dengan program prioritas lain. Meskipun memiliki PAD tinggi, banyak daerah yang tidak menjadikan RDTR sebagai program strategis.


Ketimpangan Regional dan Persebaran Investasi

Investasi masih terpusat di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Banyak provinsi lainnya berada di bawah rata-rata nasional Rp12,2 triliun (Q1 2025). Contohnya:

  • Provinsi Bengkulu memiliki 24 RDTR, 5 telah ber-Perda/Perkada namun belum ada yang terintegrasi OSS
  • DKI Jakarta hanya memiliki 1 RDTR tetapi telah legal dan terintegrasi

Ketimpangan ini memperdalam jurang pembangunan antar wilayah, karena daerah tanpa RDTR akan terus tertinggal dalam menarik investasi legal dan berkelanjutan.

1. Intervensi Pemerintah Pusat

  • Identifikasi daerah prioritas percepatan integrasi RDTR
  • SE pembinaan kepada Pemda untuk memasukkan RDTR dalam RKPD, RKPD-P, dan KUA-PPAS
  • Penguatan koordinasi antara Dinas PUPR dan DPMPTSP melalui forum teknis lintas sektor
  • Periodisasi analisis spasial dan investasi untuk memetakan wilayah backlog RDTR tinggi
BACA JUGA :  Restuardy Daud: Sinergi Pusat-Daerah Kunci Wujudkan Sanitasi Berkelanjutan

2. Insentif Fiskal dan Skema KPBU

  • Menjadikan progres RDTR digital sebagai indikator dalam Dana Insentif Daerah (DID)
  • Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk kawasan strategis (industri, KEK, pariwisata)

3. Reformasi Regulasi dan SOP Nasional

  • Penyusunan SOP Nasional RDTR–OSS yang lengkap dan baku
  • SE Bersama Kemendagri dan ATR/BPN untuk penyelarasan struktur pembinaan daerah
  • Penguatan peran ATR/BPN dan provinsi sebagai pembina teknis RDTR digital

4. Kemitraan Regional dan Pembinaan Wilayah

  • Pembentukan klaster percepatan RDTR (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi)
  • Knowledge Hub OSS–RDTR untuk replikasi praktik baik
  • Pendekatan pemetaan cepat dengan GIS dan satelit murah
  • Pembinaan berbasis kawasan strategis: industri, perbatasan, pariwisata prioritas.

Seminar ini menjadi forum strategis lintas sektor dalam memperkuat ekosistem perizinan digital. Integrasi RDTR digital dengan OSS bukan lagi pilihan, tetapi kewajiban untuk memastikan pelayanan publik yang efisien, inklusif, dan berpihak pada investasi berkelanjutan.

“Kita bergerak bersama, lintas sektor, demi Indonesia yang kompetitif secara global,” ajakan TR Fahsul Falah.

“Besarnya semangat gotong royong digitalisasi tata ruang dan perizinan, Indonesia bersiap menapaki masa depan investasi yang inklusif, adil, dan berdaya saing tinggi menuju visi besar Indonesia Emas 2045,” kunci TR Fahsul Falah.

Foto bersama semua unsur terkait dalam kegiatan seminar. (26/6).

WRII: Materi Ahmad Gamal

Ahmad Gamal, S.Ars., M.Si., MUP., Ph.D., Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sumber Daya Universitas Indonesia sekaligus Advisor UKKPPM Smart City, memaparkan materi secara profesional.

Dalam paparannya, ia menyoroti bahwa pelayanan perizinan berusaha di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala struktural, seperti rumitnya birokrasi lintas sektor, ketidakpastian lokasi usaha akibat minimnya kepastian tata ruang, serta terbatasnya akses publik terhadap informasi spasial yang memadai dan dapat diandalkan.

Transformasi digital dalam sistem pemerintahan, menurutnya, merupakan solusi strategis dan mendesak untuk memangkas jalur birokrasi yang selama ini memperlambat arus masuk investasi. Dalam hal ini, digitalisasi RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) menjadi instrumen utama yang menghubungkan perencanaan ruang dan pelaksanaan kegiatan usaha secara lebih sinkron, cepat, transparan, dan legal formal.

RDTR Digital disebut sebagai wujud konkret dari perencanaan tata ruang dalam format spasial yang terbuka, dapat diakses publik, dibaca mesin, dan berbasis interoperabilitas. Sistem ini memastikan adanya transparansi data spasial dan kepastian hukum lokasi usaha, serta menjadi alat bantu untuk pengambilan keputusan yang presisi dan efisien.

BACA JUGA :  Satresnarkoba Polres Aceh Selatan Ungkap Kasus Sabu, Residivis Kembali Tertangkap

Sebagai “mesin izin otomatis”, RDTR Digital mampu memproses kelayakan lokasi usaha secara instan, meminimalisir hambatan administratif, dan mempercepat proses perizinan tanpa campur tangan manual. Ketika terintegrasi dengan OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach), sistem ini secara langsung mendukung proses location clearance yang cepat, akurat, dan sesuai dengan sistem perizinan nasional.

Landasan regulasi dari sinergitas digital ini berakar pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, serta dilengkapi dengan regulasi teknis dari Bappenas, ATR/BPN, dan Kementerian Investasi yang mengatur integrasi sistem OSS dan RDTR secara teknis dan sistemik.

Ahmad Gamal menjelaskan bahwa konsep sinergitas digital mencakup keterpaduan sistem OSS RBA, RDTR Online, dan GIS Daerah, yang bersama-sama membentuk ekosistem layanan publik digital yang terhubung, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan dunia usaha.

RDTR Digital, lanjutnya, bukan sekadar dokumen teknis, tetapi merupakan instrumen kebijakan berbasis data spasial yang dapat digunakan sebagai landasan utama dalam analisis potensi lokasi, mitigasi risiko usaha, dan perencanaan investasi strategis.

Namun, ia juga menyoroti tantangan nyata di lapangan. Banyak daerah belum memiliki RDTR digital yang lengkap, mutakhir, dan siap pakai. Selain itu, masih terdapat keterbatasan sumber daya manusia (SDM) teknis, lemahnya infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta belum terintegrasinya data spasial dan sektoral secara fungsional antar instansi dan wilayah.

Dalam konteks solusi, Ahmad Gamal mendorong perlunya pendampingan teknis, investasi digital, dan penguatan kapasitas daerah untuk mempercepat adopsi RDTR Digital sebagai bagian dari sistem perizinan nasional berbasis risiko.

Ia menegaskan bahwa percepatan transformasi digital melalui RDTR tidak hanya meningkatkan efisiensi pelayanan, tetapi juga membuka peluang sinergi antara sektor publik dan swasta dalam penyediaan data, pengembangan sistem, dan validasi lapangan.

RDTR Digital, jika diterapkan secara konsisten dan terintegrasi, dapat menjadi acuan utama dalam investment intelligence, membuka akses lokasi usaha yang kredibel, dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor, baik domestik maupun asing.

“Sinergitas digital bukan hanya tren administratif, tapi kebutuhan fundamental untuk memperkuat posisi daerah dalam kompetisi investasi global,” pungkas Ahmad Gamal.

Dalam materinya para pemateri dan narasumber dapat dilihat secara spesifik pada gambar yang disertakan insertrakyat.com sebagai berikut;

Berikut diatas sebagian pandangan dalam materi Muh Arsyad dari ATR BPN RI.


Berkontribusi dalam artikel ini adalah Anggyta/Lf.N.Syam Insert rakyat Jakarta.

Editor: Supriadi Buraerah/Zamroni