INSERTRAKYAT.com, Aceh Timur —
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Timur yang seharusnya menjadi pusat kemajuan intelektual, malah disebut-sebut dikuasai oleh gaya kepemimpinan otoriter.

Bau Busuk itu dipicu oleh kinerja Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas, Bustami. Kenapa tidak, ia dituding memimpin layaknya diktator. Satu suara, satu arah, tanpa ruang untuk kritik/kritis atau masukan. Suasana birokrasi berubah tegang. Ketidakpuasan mulai bermunculan dari kalangan ASN dan Masyarakat Nasional.

Salah satu kasus yang menghebohkan adalah pemindahan sepihak ASN berinisial MW. Ia dikenal aktif dan kritis. MW mempertanyakan kenapa seorang pegawai yang tak masuk kerja hampir dua tahun tetap dipertahankan tanpa sanksi.

Alih-alih diberi dukungan untuk menegakkan aturan, MW justru dimutasi ke Kecamatan Sungai Raya. Sedangkan pegawai mangkir tetap duduk manis di posisi lama. Sumber internal menyebut bahwa pegawai tersebut adalah “orang dalam” Bustami.

Jika benar, ini bukan lagi soal disiplin birokrasi, tapi soal perlindungan khusus yang merusak sistem. Sebuah praktik nepotisme yang telanjang di hadapan publik.

Situasi di internal Disdikbud disebut makin menakutkan. ASN tidak berani bicara. Kritik bisa jadi “tiket mutasi”. Mereka merasa diawasi dan dibungkam.

“Siapa pun yang bersuara, langsung dianggap musuh,” kata seorang ASN senior yang meminta namanya dirahasiakan. “Kami hanya bisa diam, demi menjaga pekerjaan.”

Kondisi ini membuat semangat kerja menurun. Birokrasi kehilangan arah. Kejujuran dianggap ancaman. Dan kebenaran, perlahan, ditutup rapat.

Bukan hanya kepada ASN, Bustami juga tertutup terhadap media. Sikap itu mempertegas dugaan bahwa Bustami enggan dikritik dan menolak transparansi.

Banyak pihak meyakini bahwa Bustami tak tersentuh karena punya kedekatan dengan Bupati Iskandar Usman Al-Farlaky. Sebuah hubungan politik yang bisa jadi tameng dari segala bentuk koreksi dan evaluasi.

Padahal, publik menaruh harapan besar kepada Iskandar. Ia dikenal muda, cerdas, dan punya semangat perubahan. Tapi jika membiarkan gaya otoriter ini terus berjalan, maka reputasi baiknya bisa ikut tercoreng.

Kini bola ada di tangan Bupati Iskandar. Rakyat menunggu tindakan tegas. Evaluasi terhadap Plt Kadisdikbud dinilai sebagai langkah wajib. Jika dibiarkan, sektor pendidikan bisa rusak dari dalam.

Bupati harus menunjukkan bahwa ia berpihak pada kebenaran, bukan pada kedekatan politik. ASN harus bekerja dalam suasana nyaman, bukan dalam ketakutan. Guru harus semangat, bukan was-was. Anak-anak Aceh Timur berhak tumbuh dalam sistem pendidikan yang sehat. (*)