JEMBER, INSERTRAKYAT.com
Bak Zaman Fir’aun, sebanyak 468 petani kopi di Desa Pakis, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, melaporkan Koperasi Produsen Ketajek Makmur Sejahtera ke Polda Jawa Timur. Laporan tersebut terkait dugaan pungutan liar (pungli) dan pemerasan yang dilakukan pengurus koperasi terhadap anggota selama musim panen kopi 2025.

Berdasarkan keterangan para petani dan hasil pendampingan Aliansi Madura Indonesia (AMI), pungutan dilakukan setiap kali panen. Petani diwajibkan membayar Rp150 ribu per kwintal kopi, dengan alasan iuran koperasi dan keamanan. Pungutan ini disebut telah berlangsung bertahun-tahun tanpa dasar hukum yang jelas.

Sejumlah petani mengaku, pungutan dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan pengurus dan keamanan koperasi. Mereka mendatangi rumah-rumah petani usai panen untuk menarik uang secara tunai. Jika menolak, petani kerap mendapat ancaman atau intimidasi.

BACA JUGA :  Masya Allah, AMI : Maulid Nabi Muhammad dan Pengajian Akbar digelar di Kota Surabaya

Seorang petani bernama Bunami (Ibu Halimah) menjadi korban kehilangan hasil panen setelah menolak membayar.
“Buah kopi saya dicuri malam hari setelah saya bilang tidak bisa bayar,” ujarnya.

Kasus ini menjadi pemicu kemarahan para petani. Mereka kemudian menggalang kekuatan dan memutuskan untuk melapor ke Polda Jatim.

Ketua Umum DPP AMI, Baihaki Akbar, membenarkan pelaporan resmi tersebut. Ia menegaskan, pihaknya telah menyerahkan bukti dan data ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LPB/143/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR.

“Kami tidak akan tinggal diam. Rakyat kecil tidak boleh terus diperas atas nama sistem koperasi. Negara harus hadir melindungi petani,” kata Baihaki kepada INSERTRAKYAT.com, Jum’at, (10/10/2025).

AMI menyebut akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas, agar para pelaku mendapat sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA :  Bersatu Ribuan Warga Padati Kegiatan Jalan Sehat Aliansi Madura Indonesia

Berdasarkan data yang dihimpun, total panen kopi di Desa Pakis pada Juli–Agustus 2025 mencapai sekitar 350 ton atau 3.500 kwintal.
Jika setiap kwintal dikenai pungutan Rp150 ribu, maka total uang yang disedot dari petani mencapai Rp525 juta dalam dua bulan.

Angka ini hanya estimasi dari satu wilayah desa. Jika pungutan serupa terjadi di wilayah lain, potensi kerugian bisa jauh lebih besar.

Pihak Dinas Koperasi Kabupaten Jember menyatakan bahwa praktik pungutan tersebut tidak sesuai dengan aturan perkoperasian.
Menurut peraturan, setiap iuran koperasi harus melalui keputusan rapat anggota dan memiliki dasar hukum yang sah.

“Koperasi dibentuk untuk menyejahterakan anggota, bukan membebani mereka dengan pungutan ilegal. Tidak ada dasar hukum untuk iuran seperti itu,”
jelas perwakilan Dinas Koperasi Jember saat dikonfirmasi.

BACA JUGA :  Lilik Arijanto Resmi Menjabat Sekda Surabaya

Dinas juga berjanji akan memeriksa dan menelusuri pengurus koperasi yang terlibat, termasuk kemungkinan pelanggaran administratif dan pidana.

Para petani berharap aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan tersebut. Mereka menuntut agar pihak-pihak yang melakukan pungli dan intimidasi diproses secara hukum tanpa pandang bulu.

“Kami percaya hukum masih ada di negeri ini. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan,” kata aryo panggilan akrab salah satu petani pelapor.

Kasus ini menimbulkan dampak sosial cukup besar di Desa Pakis. Sejumlah petani mengalami tekanan ekonomi dan kehilangan kepercayaan terhadap koperasi. Hubungan antar anggota menjadi renggang karena adanya dugaan keterlibatan pihak internal koperasi sendiri.

Beberapa petani memilih menjual hasil panennya langsung ke pengepul lokal tanpa melalui koperasi, meski dengan harga lebih rendah, demi menghindari pungutan tambahan. (*)

BERITA TERBARU