PINRANG, – Tiga nyawa melayang di Pantai Ammani, namun pernyataan Kepala Desa Mattirotasi, Amor, justru memicu kemarahan publik. Senin, (7/4-25).
Bayangkan, di tengah insiden yang merenggut korban jiwa, sang Kades memilih menyoroti masalah iuran warung ketimbang fokus pada tanggap darurat dan keselamatan pengunjung.
Padahal, insiden memilukan terjadi pada Sabtu (5/4/2025) sore itu melibatkan Enam wisatawan asal Kabupaten Wajo terseret ombak.
Tiga berhasil diselamatkan, sementara tiga lainnya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa.
Lokasi kejadian terletak di kawasan wisata tanpa petugas pengawas, tanpa papan peringatan, tanpa standar keselamatan.
Namun, ironisnya, dalam situasi genting itu, pernyataan Amor dinilai jauh dari empati. Ia justru dikabarkan lebih menekankan penataan ulang sistem pungutan iuran di warung rakyat dan menyampaikan frustrasinya soal kehendaknya atas penolakan iuran oleh pemilik warung.
“Kami sudah serahkan ke masing-masing pemilik warung karena mereka menolak iuran,” beber dia, sedianya dikutip Isertrakyat.com melalui berita populer targettustas.id, pada Senin.
Tak berhenti di situ, Amor juga menyampaikan rencana membentuk sistem pengelolaan satu pintu, lengkap dengan sanksi bagi pedagang yang tidak tunduk aturan. Inilah kemudian dinilai oleh publik, terkesan bermuatan ancaman terhadap rakyat.
Bahkan pernyataan itu dapat memicu sorotan tajam. Kenapa tidak, di tengah tangisan keluarga korban dan situasi darurat, Kepala Desa malah dikabarkan sibuk menakar – nakar iuran yang akan diterapkan. Padahal, situasi duka, mesti ada kalimat empati, ada arahan soal evaluasi keselamatan, hingga Evakuasi terhadap korban.
Tak heran jika Publik menganulir dan bertanya: di mana prioritas Kepala Desa saat bertepatan ada rakyat yang meninggal di tempat wisata yang semestinya berada di bawah pengawasannya?. Mengapa pungutan warung lebih dulu dibahas ketimbang prosedur keselamatan dan penyelamatan.

Pantai Ammani diketahui belum memiliki sistem pengelolaan resmi. Tak ada petugas pantai, pelampung, atau papan larangan. Lebih dari 500 warga bergantung pada aktivitas ekonomi di area tersebut, namun semuanya berjalan tanpa payung hukum dan tanpa perlindungan pengunjung.
Menurut Wakapolres Pinrang, Kompol Yusuf Badu, SH, kejadian berlangsung sekitar pukul 14.45 WITA. Enam wisatawan berenang di pantai sebelum tiba-tiba ombak besar datang dan menyeret mereka ke tengah laut.
Pencarian oleh Polri, Basarnas, dan warga berlangsung hingga pukul 17.00 WITA. Tiga korban ditemukan selamat, tiga lainnya meninggal dunia.
Korban meninggal:
Ansar alias Wangsa (25) – Wajo
Ari (19) – Wajo
Andi Rahmat (16) – Wajo
Korban selamat:
Nurlina – Belawa Selatan, Wajo
Muh. Jufri (22) – Majauleng, Wajo
Muh. Agus Triadi Syam (19) – Majauleng, Wajo
Tokoh masyarakat, inisial An meminta pemerintah serius menata ulang sistem wisata lokal.
“Setiap tempat wisata, apalagi di masa liburan, wajib punya pos pengamanan, BPBD, dan tim medis. Tanpa itu, tiap kunjungan bisa jadi ancaman nyawa,” tegasnya seperti diwartakan media online merposnews.com Minggu (6/4).
Kepala Desa seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan keselamatan warga dan pengunjung. Namun Pernyataan Amor justru membuka ruang pertanyaan besar: apakah keselamatan rakyat sudah tidak lagi jadi tanggung jawab pemerintah tingkat desa. Ditambah iuran warung terdengar begitu menyeramkan dibahas dalam kondisi duka saat ini. (*/S).
- Breaking News
- desakan evaluasi wisata
- duka tiga keluarga
- Headline
- insiden wisata maut
- kades tanpa empati
- kelalaian pengawasan wisata
- keselamatan pengunjung terabaikan
- korban terseret ombak
- kritik terhadap kades
- pantai tanpa pengaman
- pengelolaan wisata buruk
- polemik iuran warung
- prioritas pemimpin dipertanyakan
- reformasi pengelolaan wisata
- sistem wisata darurat
- sorotan terhadap pemerintah desa
- suara publik marah
- tangisan di tengah pungutan
- wajo berduka
- wisata tanpa standar keselamatan