Massa BLT Komat – Kamit di depan Gedung PN Donggala, Mereka Membela Terdakwa Kasus Dugaan Pencabulan.
Donggala, InsertRakyat.com,– Perkara pidana yang melibatkan Kepala Desa Soulowe, Sigi, terus berlanjut. Pada Selasa (18/3). Ratusan Massa BLT alias pendukung Kepala Desa tersebut mendatangi Gedung Pengadilan Negeri Donggala, yang terletak di Jalan Vatu Bala No. 4, Gunung Bale, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Massa aksi tersebut menuntut agar Majelis Hakim memberikan penangguhan penahanan terhadap Terdakwa, dengan alasan tuduhan terhadap Kepala Desa mereka dianggap tidak benar.
Koordinator massa aksi dalam orasinya menegaskan bahwa mereka meyakini Kepala Desa Soulowe menjadi korban kriminalisasi. “Kami percaya Pak Kades tidak melakukan apa yang dituduhkan. Semua ini fitnah. Kami ingin Pak Kades kembali bertugas melayani warga di Kantor Desa,” ungkap Koordinator Aksi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Andi Aulia juga menjelaskan bahwa Majelis Hakim telah menerima surat permohonan dari Masyarakat terkait penangguhan penahanan. “Namun perlu dicatat bahwa dalam mengadili perkara, kami harus mengikuti prosedur dan hukum acara yang berlaku. Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah Terdakwa memenuhi syarat untuk mendapatkan penangguhan penahanan,” jelasnya.
Selain itu, Andi Aulia menanggapi permintaan warga agar Kepala Desa Soulowe kembali melayani di Kantor Desa. Ia menjelaskan bahwa dalam sistem pemerintahan desa, peran Kepala Desa tidaklah tunggal. “Jika Kepala Desa berhalangan, Sekretaris Desa atau perangkat lainnya tetap memiliki kewajiban untuk melayani masyarakat. Proses hukum harus dihormati dan tidak perlu ada perselisihan di antara warga,” tambahnya.
Kepala Desa Soulowe, Sigi, saat ini menghadapi dakwaan pencabulan anak dengan tuduhan melakukan perbuatan cabul terhadap seorang remaja berusia 13 tahun. Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan menyebutkan bahwa Terdakwa mencium pipi, memegang payudara dan bokong, serta menjilat leher korban. Perbuatan ini melanggar Pasal 82 ayat (1) UU Perlindungan Anak dan Pasal 6 huruf a Jo Pasal 15 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pada persidangan yang digelar pada Selasa, 18 Maret 2025, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan tiga orang saksi, termasuk korban, untuk memberikan kesaksian. Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 15 April 2025.
Terpisah Aktivis Anak dan Perempuan juga merupakan Jurnalis aktif dalam jaringan 1Tulisan Indonesia, Anisa panggilan akrabnya, meminta agar Kasus dibuka secara terang-terangan dan pelaku /Terdakwa diadili sesuai tuntutan JPU.
“Tidak ada istilah Massa – Massa mendesak penangguhan. Negara ini bukan milik Massa – Massa BLT. Dan Jika hakim tidak profesional Mahkamah Agung RI diharapkan melakukan evaluasi secara menyeluruh,” ucapnya di Jakarta Selatan, Rabu, (19/3/2025).
Anisa juga menduga adanya, Massa BLT itu adalah taktik kotor oknum tertentu. “Taktik seperti itu tidak sulit dibongkar. Jangan sampai itu hanya skenario, kan, aneh PN di Demo, justru sebaliknya tidak meminta perlindungan hukum dari Kepolisian, agar sidang berjalan dengan lancar,” ujarnya.
Dirinya juga menyindir suap yang melibatkan oknum hakim. “Ini tidak ada kaitannya dengan Kasus Kades di Donggala. Cuma saya tiba – tiba teringat Kasus Suap yah. Kita tidak nuduh, tapi kan ada bukti oknum hakim ditangkap Kejagung beberapa waktu lalu karena suap Ronald Tannur,” pungkasnya.
Penulis : Anggytha
Editor : Bahtiar